Pemerataan siswa seyogyanya harus dibarengi dengan pemerataan tenaga pengajar guna mendukung keberlanjutan visi pemerataan pendidikan di Ibu Kota Provinsi Sulteng ini. Masih banyak sekolah yang berada dipinggiran kota yang belum mempunyai tenaga pengajar yang mumpuni dibidangnya. Tak dipungkiri perbedaan kualitas sekolah ditengah kota dengan pinggiran kota sangatlah berbeda, baik dari sarana prasarana sekolah maupun tenaga guru. Hal ini pun harus segera diatasi oleh Pemerintah Kota Palu bila ingin melakukan pemerataan pendidikan seutuhnya.
"Memang harus juga dilakukan pemerataan tenaga pengajar, agar supaya semua sekolah Harus kita bicarakan kembali, tentang distrubusi tenaga pengajar berkualitas ke sekolah lainnya. Sehingga tidak bertumpuk di satu sekolah. Hal ini sudah kami diskusikan dan tinggal di eksekusi," ujar Kadis Pendidikan Kota Palu, Ansyar Sutiadi.
Sementara Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Palu, Hardi melirik pelaksanaan PPDB tahun ini tentang perkembangan presentasi penerimaan dari tahun sebelumnya. Sejak awal dibukanya PPBD hingga selesai, sekolah yang kesulitan merekrut peserta didik baru bisa terbantu lewat sistem tersebut.
Diungkapkan Hardi, lonjakan peserta didik baru yang mendaftar naik dari 50 persen hingga 80 persen. Untuk sekolah yang tahun sebelumnya membludak, menurun hingga 50 persen. Hal ini salah satu wujud pemerataan pendidikan yang harus terus dikawal hingga selesai. "Saya kira dari PGRI, siap mengawal kebijakan untuk kemajuan pendidikan kota palu dan pemerataan pendidikan Kota Palu," ujarnya.
MENANTI KOMITMEN BERSAMA
Tidak ada suatu keberhasilan tanpa adanya komitmen bersama antar pihak terkait dalam mensukseskan satu kebijakan atau program. Dalam proses PPDB ini, Dinas Pendidikan, Ketua MKKS Kota Palu dan Ombudsman Sulteng terlibat dalam mensukseskan PPDB ini. Kehadiran sejumlah pihak ditafsirkan sebagai satu upaya dalam mewujudkan pendidikan merata. Salah satunya kehadiran Ombudsman Sulteng sebagai institusi yang mengawasi penerapan sistem zonasi.
Sebagai Institusi yang mengajukan sistem zonasi kepada Mendikbud, Ombudsman memandang penerapan sistem zonasi di Kota Palu sangat terbuka dan transparan. Meski masih ada kendala didalamnya, seperti masih adanya kejanggalan dalam proses administrasi kependudukan. Padahal, sistem zonasi ini sudah jauh-jauh hari disampaikan ke masyarakat.Â
Ombudsman menemukan kurang lebih 20 dokumen bermasalah hingga upaya pemalsuan dokumen kependudukan. Hal itu pun diselesaikan melalui rapat klarifikasi PPDB dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kota Palu. "Akan tetapi, berkat kerjasama dengan berbagai pihak, hal tersebut bisa teratasi sebelum pengumuman PPDB dilakukan. Sehingga masih banyak sekolah yang belum memenuhi kuota, akibatnya pendaftaran ulang harus dibuka," kata Ketua Ombudsman Sulteng, H Sofyan Farid Lembah.
Dia mengatakan filosofi sistem zonasi ini ada tiga, yakni pertama, adanya pendistribusian siswa di seluruh sekolah, terutama sekolah yang berdiri di pinggiran Kota. Perlahan tapi pasti, pola ini menghilangkan kesan ada sekolah favorit. "Tahun ini, sistem zonasi ini sangat dirasakan oleh beberapa sekolah, misalnya sekolah yang awalnya kekurangan siswa, saat ini bertambah banyak. Bahkan, beberapa sekolah mengajukan penambahan rombel hingga ada sekolah yang siap menampung siswa yang tidak tertampung di sekolah lain," katanya.
Kedua, selama tiga tahun terakhir, pihaknya kerap kali menerima laporan adanya pengutan pada PPDB. Dengan adanya sistem zonasi yang transparan ini, Sofyan menegaskan PPDB tanpa  pungutan bisa tercapai.
Ketiga, tercapainya hal bahwa semua anak tidak ada yang tidak bisa bersekolah. Walaupun  ada saja yang masih terkendala administrasi kependudukan, semua pihak terkait dapat mengatasi hal tersebut.