Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kami Masih Pegang MEA

4 Mei 2017   21:21 Diperbarui: 4 Mei 2017   22:02 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Layaknya kanker, politik kartel sudah menjadi penyakit yang menyebar ke seluruh penjuru Nusantara. Jika tidak dibasmi secepat mungkin, politik kartel bisa menjadi penyakit mematikan bagi Indonesia. Kartel selalalu dikaitkan dengan ekonomi khususnsya bisnis yang menguasai situasi dan kondisi pasar. Dalam perspektif politik, kartel menjadi satu ideologi yang berperan bagaimana menguasasi kebijakan ekonomi nasional. Politik kartel merupakan gabungan kerjasama dari para pebisnis, politisi, pemerintahan dan penegak hukum.

Pada masa orde baru, politik kartel begitu berkembang hingga menguasai konstelasi politik nasional. Kondisi ini merambat masuk kedalam kelompok-kelompok ideologis hingga melahirkan oligarki dan partai politik kartel.  Oligarki yang besar dimasa Orde Baru telah mampu beradaptasi dengan sistem politik dan ekonomi. Orligarki ini begitu diuntungkan dengan dengan berbagai kebijakan pemerintah dan organisasi yang mampu menopang kekuasaan Orde Baru. Dalam Robison dan Hadiz (2004:28) krisis ekonomi dan politik serta berbagai program reformasi meskipun membuat oligarki melemah dan terfragmentasi, tetapi tidak menghancurkan basis sosialnya. Menurut J. Danang Widoyoko dalam bukunya Oligarki dan Korupsi Politik Indonesiapenulis menerjemahkan bahwa oligarki lama (orde baru) terus menguasai sumbar daya publik yang jalan kekerasan yang ditandai dengan banyaknya pelanggaran Hak Asasi Manusia. Berbeda dengan saat ini, oligarki baru (reformasi) lebih kearah demokratis dengan tidak melangggar hukum.

Robison dan Hadiz (2004:224) melihat politik Indonesia kontemporer adalah kelanjutan dari politik Indonesia Orde Baru. Runtuhnya kekuasaan Orde Baru hanya menghilangkan soeharto saja sedangkan struktur pendukungnya masih untuh dan mampu bertahan dalam sistem politik demokrasi multipartai. Kompetisi kepentingan dan kekuasaan, terutama untuk mengakses sumber daya publik menjadi karakteristik dasar bagi politik di Indonesia. Penulis menambahkan bahwa karateristik politik di Indonesia tersebut tidak berpengaruh dengan runtuhnya Orde Baru. Bahkan konstelasi kepentingan dan kekuasaan di era reformasi melahirkan politik kartel baru.

Supriatma (2009) menggambarkan karateristik politik kartel di Indonesia. Pertama,kartel sangat menekankan pramatisme. Kedua,kaburnya batas antara partai yang memerintah dan partai oposisi. Ketiga,kartel politik adalah sistem kolutif yang mengabaikan massa-rakyat. Penulis menambahkan, Sumber pendanaan salah satunya dari pemerintah menjadi strategi mengakses sumber daya publik.    

Masih Soal MEA

Masyarakat Ekonomi Asean yang lebih akrab disapa dengan MEA merupakan generasi baru bagi ekonomi Indonesia. Awal mula MEA dari KTT yang dilaksanakan di kuala lumpur pada tahun 1997 yang memutuskan untuk melakukan perubahan ASEAN menjadi kawasan makmur dan persaingan mampu mengurasi kesenjangan dan kemiskinan sosial ekonomi. Selanjutnya pada KTT bali yang terjadi pada bulan oktober tahun 2003 menghasilkan pernyataan bahwa masyarakat ekonomi asean menjadi tujuan dari prilaku integrasi ekonomi regional di tahun 2020, ASEA SCURITY COMMUNITY dan beberapa komunitas sosial budaya ASEAN merupakan dua pilar yang tidak bisa terpisahkan dari komunitas ASEAN. Bulan agustus tahun 2006 di kuala lumpur mentri ekonomi ASEAN berkumpul dan bersepakat untuk memajukan MEA dengan target yang jelas. KTT ASEAN ke-12 dibulan januari 2007 penegasan komitmen tentang percepatan pembentukan komunitas ASEAN di tahun 2015 yang telah diusulkan oleh ASEAN Vision 2020 dan ASEAN Concord II, dan adanya penandatangan deklarasi CEBU mengenai percepatan pembentukan komunitas ekonomi ASEAN di tahun 2015 dan untuk melakukan pengubahan ASEAN menjadi suatu daerah perdagangan yang bebas barang, investasi, tenaga kerja terampil, jasa dan aliran modal yang lebih bebas lagi.

MEA sebagai era baru ekonomi Indonesia mampu menjadi solusi mensejahterahkan masyarakat. Landasa ideologis tersebut tertanam dalam strategi MEA. Akan tetapi, tidak demikian dengan para pelaku politik kartel yang menjadikan era tersebut sebagai dapur baru dan mimbar kompetisi kepentingan dan kekayaan. The Great Invesment masuk ke Indonesia dengan skala besar. Tidak hanya itu, persaingan profesi dari luar juga ikut meramaikan MEA di Indonesia. Hal tersebut menguntungkan bagi Indonesia dan juga kadang merugikan.

MEA tidak hanya berbicara hubungan antara ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Para pelaku politik kartel juga di untungkan dengan situasi tersebut. Kebijakan ekonomi menjadi jalan meraup Sumber daya publik. Dengan hal tersebut, keuntungan secara kekayaan terus bertambah dengan semakin banyaknya investor asing masuk ke Indonesia, keuntungan kekuasaan posisinya semakin kuat mengendalikan sistem ekonomi Indonesia.

Menurut penulis, kartel politik sangat berbahaya dalam MEA. Karena kartel politik bisa merusak tatanan politik dan menjadikan konstalasi politik menjadi tidak sehat. Kompetisi antar elit terhadap sumber daya publik mudah sekali diputuskan diatas meja makan. Bahkan kebijakan pemerintah terhadap sistem ekonomi nasional mudah diputuskan di atas meja makan. Hemat penulis, para pelaku politik kartel mudah mengkapling-kapling kawasan dapur sesuai dengan kekuatan dan kepentingan.

Birokrasi jadi sasaran menempatkan orang-orangnya pada jabatan strategis. Jika ini terus biarkan, maka konsep ekonomi mandiri tidak lagi penting. Yang jadi prioritas adalah loyalitas kepada penguasa dan orang-orang kaya sebagai majikannya. Dampaknya, orang-orang yang berkualitas dan berkompeten lebih memilih bertahan dengan pondasinya, dan ada juga yang memilih berkarir di luar negeri.

MEA bukanlah ancaman bagi Indonesia. Politik kartel begitu erat dengan hadirnya MEA. Politik kartel seharusnya dicegah aktivitas agar tidak mengancam masyarakat ditahun-tahun kedepannya. Penulis menggambarkan bahwa akan terjadi dampak besar terhadap Indonesia. Pertama, sistem politik yang tidak sehat berdampak pada tingkat kualitas politik nasional menjadi rendah. Pasalnya politik kartel sudah masuk ke partai-partai akibat ketidak mampuan meraup dana publik. Kedua,penegak hukum jadi lebih muda disuap dan memainkan hukum hingga jadi ladang kepentingan.

Dengan demikian, politik kartel adalah common enemy bagi seluruh elemen masyarakat. Memang sulit untuk di hilangkan, bukan berarti sulit untuk dibendung pergerakannya. Integritas jadi senjata membendung politik kartel di Indonesia. Tidak hanya integritas para penegak hukum, politisi, pengusaha, pemerintah, pemuda, organisasi, tapi juga masyarakat. Agar Indonesia tidak lagi jadi negara yang bisa di pontang panting oleh pelaku politik kartel.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun