Mohon tunggu...
Rafiqa Adawiyyah
Rafiqa Adawiyyah Mohon Tunggu... Atlet - Halo

Mahasiswa S1 Ilmu Keolahragaan Universitas Singaperbangsa Karawang Angkatan 2019

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sosiologi Olahraga dan Budaya Permainan Tradisional Peresean

19 Desember 2021   11:22 Diperbarui: 19 Desember 2021   11:35 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peresean yang ditampilkan di acara Pojok Ekspresi dalam rangka HUT ke-55 SMAN 1 Selong, Sabtu 29 Agustus, 2020

Peresean atau perisean adalah pertarungan antara dua lelaki yang tongkat rotan (penjalin) dan berperisai kulit kerbau yang tebal dan keras (perisai disebut ende). Asal permainan tradisional ini dari Suku Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Peresean atau tradisi bertarung dengan rotan adalah budaya dari Suku Sasak yang hingga kini masih dilakukan. Warisan kekayaan budaya di Gumi Lombok Sileparang ini tergolong unik dan menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan lokal maupun mancanegara.Peresean termasuk dalam seni tari daerah Lombok.

Petarung dalam Peresean biasanya berawal dari ritual masyarakat agraris Lombok untuk mendatangkan hujan pada musim kemarau. Sementara sebagai kesenian bela diri, perisean sudah ada sejak zaman kerajaan- kerajaan di Lombok, awalnya adalah semacam latihan pedang dan perisai sebelum berangkat ke medan pertempuran. Selain unik, tradisi ini terbukti memang memacu adrenalin bagi yang menontonnya. Penonton yang menyaksikan peresean adat Lombok ini harus memiliki cukup keberanian untuk menyaksikan pertarungan ini. Pertarungan sengit para pemain yang profesional, dengan menggunakan senjata rotan yang bisa melukai tubuh petarung hingga mengeluarkan darah.

Namun, pertarungan dalam tradisi peresean Lombok ini bukan sembarang pertarungan. Setelah lewat masa penjajahan, pertarungan ini terus dilakukan secara turun-temurun hingga menjadi tradisi Suku Sasak. Tradisi ini kemudian diyakini juga oleh masyarakat sebagai ritual  bersenjata disebut pepadu dan wasit disebut pakembar. Permainan ini sudah dimainkan sejak abad ke-13,meminta hujan saat musim kemarau panjang tiba. Seiring perkembangan zaman dan kepopuleran Lombok sebagai daerah wisata, tradisi Peresean bukan hanya untuk ritual dan acara kerajaan, melainkan juga menjadi daya tarik luar biasa untuk menyambut para wisatawan yang berkunjung. Bentuk permainan ini bukan merupakan pertarungan biasa dan mengandung makna filosofis yang kuat, para petarung dalam tradisi seni Peresean ini diwajibkan menggunakan baju adat khas Lombok. Para petarung yang biasa disebut pepadu menggunakan celana yang dibalut dengan penutup kain khas Lombok dan kain ikat kepala. Pada bagian atasnya, mereka tidak menggunakan baju apapun alias bertelanjang dada. Sementara itu, alat tarung yang digunakan hanyalah sebuah perisai yang merupakan bagian dari senjata dan tongkat rotan untuk bertarung. Selama pertarungan berlangsung, pepadu akan diawasi oleh wasit atau disebut pekembar. Ada dua pekembar yang mengawasi jalannya pertarungan, yaitu pekembar sedi yang mengawasi jalannya pertarungan dari luar arena, dan pekembar tengah yang mengawasi jalannya Peresean di tengah arena.

Selama upacara ini berlangsung, masing-masing pepadu saling serang menggunakan tongkat rotan dan menangkis menggunakan perisai yang terbuat dari kulit kerbau yangtebal. Satu yang membuat tradisi Peresean ini menjadi begitu seru dan menantang adalah para pepadu sama sekali tidak memiliki persiapan dan tidak mengetahui siapa lawan tarungnya. Orang yang bertindak memilih para pepadu adalah pekembar sedi dan mereka yang terpilih harus bersedia melakukan pertarungan. Jadi, pertarungan yang dilakukan betul-betul dilakukan secara spontan oleh warga Suku Sasak Lombok ini.

Pertarungan dalam tradisi Peresean baru akan berhenti ketika salah satu pepadu ada yang terluka hingga berdarah. Jika salah satu dari pepadu belum ada yang terluka, keduanya dianggap sama kuat dan pertandingan dilanjut hingga melewati lima ronde barulah ditentukan siapa yang paling sedikit mengalami luka. Tidak mutlak lima, banyaknya ronde bisa disesuaikan dengan kesepakatan bersama antar panitia dan pekembar. Meski dikenal dengan tradisi pertarungan, setiap selesai bertarung masing-masing pepadu wajib berpelukan dan saling memaafkan seakan tak pernah terjadi apapun sebelumnya.

Nilai-nilai Permainan ini memiliki nilai kesabaran, kerendahan hati, dan saling menghormati yang sangat kental dicontohkan dalam tradisi ini. 

Dua orang melakukan Peresean
Dua orang melakukan Peresean

Lombok mungkin memang tidak sebesar Pulau Dewata, namun alamnya begitu kaya dan membentangkan keindahan yang luar biasa. Kekayaan alam Lombok didukung pula oleh kekayaan budaya yang unik dan menarik untuk diketahui. Mulai dari tradisi pernikahan, bau nyale, nyongkolan, hingga tradisi bertarungnya yang mengagumkan yang dikenal dengan tradisi Peresean Lombok.

Budaya Peresean selain itu juga tujuan utama di lestarikannya Budaya Peresean ini adalah untuk menarik minat dari wisatawan mancanegara dan juga wisatawan lokal. Mencoba peresean khas adat Lombok, parawisatawan bisa mencoba bertarung layaknyapepaduasli di sini mencoba bagaimana memegang senjata dan perisai, serta diajarkan beberapa teknik bertarung. Selain menyaksikan upacara Peresean adat Lombok, bisa melihat kehidupan asli Suku Sasak Lombok di daerah desa Sade dan Ende ini. Ada banyak pelajaran dan nilai-nilai positif yang bisa diambil dan diaplikasikan di kehidupan wisatawan dari masyarakat Suku Sasak. Jadi, mengeluarkan biaya wisata ke Lombok untuk liburan tidak akan sia-sia karena selain itu wisatawan bisa mengunjungi keindahan alam pulau Lombok juga bisa mengetahui dan mempelajari kebudayaan khas seperti peresean adat Lombok ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun