Ayat (2)
"Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diajukan selambat-lambatnya sebelum penuntut umum . mengajukan tuntutan pidana. Dalam hal penuntut umum tidak hadir, permintaan diajukan selambat-lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusan."
      Maksud dari Pasal 98 KUHAP tersebut bahwa sistem peradilan pidana kita membuka ruang untuk mengajukan penggabungan perkara pidana dan gugatan ganti rugi perdata agar korban mendapatkan kerugian material, tujuan pasal tersebut sudah bagus, akan tetapi kurang efektif dalam tingkat pelaksanaannya. Karena dalam proses penggabungan perkara pidana dan gugatan ganti rugi perdata diperlukan keaktifan dari korban untuk bergelut dengan administrasi birokrasi peradilan. Adanya permintaan korban sebagai salah satu syarat untuk penggabungan perkara menjadi hambatan bagi penegakan hukum tindak pidana penipuan di Indonesia. Ketidaktahuan masyarakat akan adanya penggabungan ganti rugi, dan tidak aktifnya aparat penegak hukum dalam memberikan informasi menjadi tantangan terkhusus bagi tindak pidana penipuan tersebut.(Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, 1981)
      Berkaca pada kasus penipuan yang dilakukan oleh first travel yang menimbulkan kerugian bagi total 63.000 orang jemaah umroh yang gagal diberangkatkan. Nilai material yang dirugikan akibat perbuatan tersebut mencapai Rp 905,33 miliar. Modus operandi yang dilakukan oleh first travel adalah menarik calon jemaah dengan memberikan harga promo umroh dibawah harga pasar. Muara dari kasus tersebut adalah dijatuhkan pidana selama 20 (dua puluh) tahun kepada Direktur Utama First Travel, dan istri Direktur Utama juga dijatuhi pidana 18 (delapan belas) tahun penjara, serta komisaris first travel yang dijatuhi hukuman 15 (lima belas) tahun dan total denda yang masuk ke kas negara adalah senilai total 15 miliar. Tanpa adanya ganti kerugian yang dikembalikan kepada korban.(Aida & Sartika, 2019)
      Hal tersebut adalah salah satu kasus ketidakadilan yang dialami oleh korban penipuan, dimana seharusnya esensi denda adalah untuk memulihkan keadilan, berakhir sebagai biaya administratif negara. Secara substansi hukum, rumusan pasal 378 KUHP lama dan 492 KUHP baru masih jauh dari nalar hukum pidana progresif, terlebih lagi esensi hukum pidana progresif adalah hukum untuk melayani masyarakat. Penegakkan hukum tindak pidana penipuan yang ideal adalah untuk memulihkan kerugian material korban, bukan hanya berfokus pada penjeraan pelaku pidana saja.
SumberÂ
Aida, N. R., & Sartika, R. E. A. (2019). First Travel, Awal Berdiri, Lakukan Penipuan hingga Akhirnya Tumbang Halaman all - Kompas.com. Kompas.Com. https://www.kompas.com/tren/read/2019/11/17/060000565/first-travel-awal-berdiri-lakukan-penipuan-hingga-akhirnya-tumbang?page=all
Amrani, H. (2019). Politik Pembaruan Hukum Pidana.
Anisa Rizki Fadhila, A. R. F. (2021). Teori Hukum Progresif (Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, S.H.). SINDA: Comprehensive Journal of Islamic Social Studies, 1(1), 122--132. https://doi.org/10.28926/sinda.v1i1.966
Budhi, I. G. K. (2021). Hukum Pidana Progresif: Konsep dan penerapan dalam Perkara Pidana (1st ed.). Raja Grafindo.
Hamzah, A. (2019). Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di Dalam KUHP (Maya & Tarmizi (eds.); 2nd ed., Vol. 4). Sinar Grafika.