Mohon tunggu...
Rafi Pravidjayanto
Rafi Pravidjayanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum

Seorang mahasiswa yang hobby membaca dan menulis artikel ilmiah dan telah mempublikasikan beberapa artikel ilmiah di google schoolar, aktif menjadi ketua Forum Kepenulisan dan Penelitian Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya, Karena mahasiswa juga manusia, maka bermain game dan healing merupakan hobby sampingan selain membaca dan menulis...

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perlunya Memperbaiki Penegakkan Tindak Pidana Penipuan Melalui Nalar Hukum Progresif

7 April 2024   10:18 Diperbarui: 7 April 2024   10:22 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Singkatnya nalar hukum progresif lahir sebagai sarana untuk melayani manusia. Postulat ini di gagas oleh Satjipto Rahardjo dalam cuitannya "ketika terjadi persoalan di dalam hukum, maka hukumlah yang harus ditinjau dan diperbaiki, bukan manusia yang dipaksa-paksa untuk masuk ke dalam konfigurasi hukum." Sehingga agenda utama dalam Hukum Progresif ini adalah menempatkan manusia sebagai titik sentral dalam dinamika berhukum. Dengan demikian tujuan hukum untuk menciptakan keadilan dan kemanusiaan menjadi lebih terasa.(Anisa Rizki Fadhila, 2021)

            Dalam hukum pidana terdapat kaitannya dengan 3 (tiga) objek, yakni pelanggaran, kesalahan, dan pidana, yang selanjutnya tiga konsep dasar tersebut menjadi inti dari tiga dasar hukum pidana. (Budhi, 2021) Dalam cuitannya Herbert L. Packer mengemukakan tiga unsur penting yang harus di penuhi dalam hukum pidana yakni;

  • Perbuatan apa yang harus ditentukan sebagai tindak pidana?
  • Pertanggungjawaban apa yang harus ditetapkan seseorang dapat diketahui, diduga terkait dengan tindak pidana?, dan
  • Sanksi Apa yang harus dilakukan terhadap seseorang yang diketahui terkait dengan tindak pidana?

Cuitan beliau tentang tiga unsur penting hukum pidana juga berpengaruh terhadap penegakkan hukum pidana. Apabila suatu norma dalam hukum pidana tidak sesuai dengan tiga unsur tersebut, maka norma hukum pidana tersebut berpotensi menimbulkan kriminalisasi berlebih (overcriminalization). Sehingga apabila kita kaitkan dengan hukum progresif yang dimaksud dalam konteks penegakkan hukum pidana adalah yang berhaluan kearah perbaikan sehingga menciptakan penegakkan hukum yang baik.

Hukum pidana progresif juga dapat diterapkan melalui pembaharuan hukum. Salah satu sifat nalar hukum pidana progresif adalah sifatnya yang responsif, akomodatif, aspiratif, dan sesuai dengan situasi kebutuhan masyarakat. Salah satu implementasi dari hukum pidana progresif salah satunya adalah praktik restorative justice yang dilakukan dalam bentuk mediasi penal. Praktik ini mengedepankan restorasi atau perbaikan keadilan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pelaku dan korban. Hal ini dikarenakan praktik hukum pidana yang berlaku saat ini hanya berfokus pada pemidanaan pelaku, dan tidak melibatkan korban sebagai pihak sentral yang harus dipenuhi keadilannya. Dengan demikian diharapkan gagasan hukum progresif juga dapat diterapkan untuk lebih mempertimbangkan keadilan diatas kepastian hukum.(Budhi, 2021)

Hukum Pidana Progresif dalam Penegakkan Tindak Pidana Penipuan : Suatu Catatan Kritis

            Seperti yang telah dijelaskan bahwa tindak pidana penipuan mengalami pembaharuan pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sebelumnya dalam rumusan pasal 378 KUHP lama tidak adanya alternatif denda, Selanjutnya diperbaharui dalam rumusan pasal 492 KUHP baru  yang menambahkan alternatif denda dalam kualifikasi ancaman pidana sebanyak kategori V (lima). Nilai denda pidana merujuk pada Pasal 79 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP kategori V (lima) sebanyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

            Akan tetapi, nampaknya penambahan alternatif pidana denda belum efektif dalam memperbaiki kerugian yang dialami oleh korban tindak pidana pemipuan. Dilansir dari hukumonline.com berdasarkan pasal 42 KUHP, secara tegas menerangkan bahwa segala pendapatan dari pidana denda dan perampasan menjadi milik negara.(Hasibuan, 2023) Kemudian diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2016 tentang Penerimaan Bukan Pajak yang Berlaku pada Kejaksaan juga meliputi pembayaran denda tindak pidana. Sehingga pidana denda material yang diberikan oleh pelaku wajib disetor langsung secepatnya kedalam kas negara, dan tidak diberikan kepada korban.

Dalam perkara penipuan, kerugian yang timbul adalah kerugian material. Sehingga korban akan selalu menuntut kepada pelaku agar kerugiannya dikembalikan dalam bentuk material pula. Dalam konsep yang berkambang saat ini, idealnya sistem hukum pidana memberikan hak restitusi, yaitu hak untuk mendapatkan ganti rugi secara material berupa harta kekayaan, dan immaterial yang berupa pemulihan psikologis dari pelaku tindak pidana. Sehingga bentuk pemberian restitusi dari pelaku kepada korban dapat memberikan manfaat berupa keseimbangan pemenuhan hak korban yang dipulihkan merupa pemuasan emosional korban, dan pemenuhan kerugian material korban. Seperti itu seharusnya hukum pidana progresif berjalan.

            Apabila ditelisik lebih jauh, penggantian kerugian dikarenakan tindak pidana telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, pada Pasal 98 telah membuka pintu lebar bagi korban untuk mengajukan tuntutan ganti rugi atas perbuatan tindak pidana seseorang tersebut. Adapun bunyi dari pasal tersebut sebagai berikut :

Ayat (1)

"Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua sidang atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana itu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun