Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025, merupakan langkah yang telah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, telah menjadi topik hangat yang banyak dibicarakan.Kebijakan ini diambil oleh pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara, namun dampaknya terhadap masyarakat dan perekonomian perlu diperhatikan dengan serius.
Salah satu dampak langsung dari kenaikan tarif PPN adalah penurunan daya beli masyarakat. Ketika tarif pajak naik, harga barang dan jasa cenderung ikut naik. Ini tentu akan membuat masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah, semakin kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca-pandemi, kenaikan ini bisa menjadi beban tambahan bagi banyak orang.
Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan domestik saat ini, ahli ekonom berpendapat bahwa dampak dari kebijakan ini dinilai akan menggerogoti roda ekonomi, seperti menggerus daya beli masyarakat, konsumsi mengalami penurunan, serta dunia bisnis terutama UMKM akan menghadapi kenaikan biaya produksi dan berisiko kehilangan pasar. Hal ini disebabkan, kenaikan PPN 12% ini akan mengakibatkan barang dan jasa yang dikonsumsi mengalami kenaikan harga, sehingga besar kemungkinan akan terjadi inflasi.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan mencari solusi alternatif agar tidak membebani masyarakat lebih lanjut di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H