Ada berbagai cara pendekatan dalam melakukan pemberdayaan masyarakat, terutama yang dilakukan kelompok KKN lp2m 457 Unej Desa Argosari, Kec. Senduro, Kab. Lumajang yang menggunakan pendekatan Asset Based Community Development untuk melakukan pemberdayaan pada masyarakat desa Argosari terutama di dusun Gedok Puncak dan dusun Argosari.Â
Pendekatan yang dikenal dengan sebutan ABCD ini dikembangkan oleh John Mcknight dan Jody Kretzman dari Nortwestern University, memiliki ciri khas yang menitikberatkan pada inventaris potensi daerah dan menjawab kebutuhan daerah dengan potensi yang dimilikinya. Pendekatan ABCD merupakan hasil kritik dari pendekatan konvensional yang menekankan pada masalah, kebutuhan serta kekurangan pada suatu komunitas sehingga menempatkan komunitas masyarakat tersebut pada posisi pasif, tidak berdaya hingga bergantung pada pihak lain.
Potensi komoditas asli desa Argosari seperti kentang dan daun prei selain menjadi sumber pemasukan utama bagi masyarakat akan tetapi juga dapat menjadi sampah organik jika komoditas tidak layak jual tersebut dibiarkan di tepian jalan.Â
Berangkat dari permasalahan dan potensi yang ada, kelompok KKN 457 Unej mengembangkan pupuk kompos yang nantinya bisa digunakan untuk penambah kesuburan tanah tanaman masyarakat Argosari. Dalam tahap pembuatan, kami memanfaatkan sampah organik dari komoditas tidak layak jual dan juga sampah rumah tangga. Dengan hal itu, kita selangkah memberikan sumbangsih mengenai pengurangan sampah, nantinya sampah organik limbah dapur diolah menjadi kompos dan sampah anorganik dikumpulkan di tong sampah yang juga kelompok KKN 457 Unej siapkan di beberapa titik daerah Argosari.
Tak hanya dengan sampah organik limbah rumah tangga dan sisa komoditas tidak layak jual, pengembangan kompos dari KKN 457 Unej juga mencampurkan bahan pembuatan lain seperti halnya dari tanaman yang disarankan masyarakat seperti daun tanaman Tehan, Paitan, Triwulan dan juga Ganjan.Â
Tanaman-tanaman tersebut tumbuh liar di wilayah Argosari dengan jumlah yang banyak. Sebelumnya tanaman tersebut sudah pernah di manfaatkan masyarakat desa untuk dijadikan pupuk pada tanaman bawang putih, akan tetapi terhenti karena adanya pupuk organik (kotoran hewan) dan juga pupuk subsidi. Dengan mengembalikan tanaman-tanaman tersebut menjadi kompos seperti yang pernah di buat masyarakat, program kerja kompos ini disambut baik masyarakat sekitar posko, masyarakat sampai mencarikan beberapa tanaman untuk dijadikan kompos.
Hingga saat ini pengembangan kompos memasuki minggu kedua, masih belum sepenuhnya menjadi kompos, pada tahap selanjutnya kita akan berkoordinasi dengan UPT Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Senduro untuk konsultasi mengenai pupuk kompos yang dibuat dan juga uji kelayakan pada tanaman.Â
Pupuk kompos sendiri sebenarnya akan optimal dengan suhu kisaran 40 hingga 50 derajat celcius, akan tetapi kita tetap optimis terkait keberhasilan kompos di suhu argosari yang berkisar antara 6 hingga 18 derajat celcius. S
elain pengembangan kompos, KKN 457 Unej juga membuat media tempat hidup untuk Maggot, hal ini juga upaya untuk mengurai sampah organik rumah tangga, saat ini sudah berjualan hampir satu minggu pemeliharaan maggot, dan terbukti maggot mampu hidup dan dapat mengurai sampah organik rumah tangga, hal ini dapat dilihat pada berkurangnya sampah yang diberikan kepada maggot, pada wadah ukuran 20 liter, maggot sebanyak satu kilogram mampu menyusutkan sampah hingga 15 centimeter pada waktu 3 hari, nantinya endapan yang dihasilkan maggot juga digunakan untuk pupuk tanaman.