Teknologi merupakan sebuah senjata penting untuk menjadikan sebuah negara dapat bersaing di dunia. Di luar sana, banyak negara yang berlomba-lomba dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak terkecuali Indonesia. Pada bulan Mei, Presiden Indonesia Joko Widodo melakukan kunjungan ke perusahaan Space X di Boca Chica, Amerika Serikat. Dalam kunjungan tersebut, Jokowi berdiskusi dengan Elon Musk yang merupakan pendiri dari Space X membahas terkait kerja sama yang akan melibatkan investasi untuk mengembangkan teknologi dan Inovasi di Indonesia. Sebuah angin segar berhembus menandakan Indonesia akan meluncur dan siap dalam membangun ilmu pengetahuan dan teknologi lebih lanjut. Rencana ini akan menjadi sebuah tangga untuk mengantarkan Indonesia ke puncak tertinggi dunia. Hal itu mungkin diharapakan oleh pemerintah dan banyak orang. Meskipun demikian, rasa skeptis mulai muncul.
Pemerintah mungkin membangun tangga yang menjulang, tetapi tangga tersebut terbuat dari bahan yang rapuh. Pembuatannya terlalu terburu-buru bahkan tidak memiliki presisi yang tepat dan akan hancur apabila kita memaksa menaikinya. Tangga tersebut dijadikan alat untuk menjulang suara, bukan kemajuan. Hal ini menjadi terlihat jelas dengan kebijakan yang dikeluarkan, seakan-akan "Newton" diasingkan dari negeri ini. Hal ini bukan tanpa alasan, menilik ke dalam satu poin penting sebagai langkah blunder pemerintah terhadap kemajuan yaitu mengkerdilkan ekosistem penelitian. Langkah yang terlalu ceroboh dan akan menjadikan Indonesia mundur sedikit demi sedikit. Pada saatnya tiba, mungkin semuanya telah terlambat dan kita hanya akan menjadi budak. Melihat kebelakang dan telusuri, darimana semua ini bermula.
Langkah catur yang blunder dimulai pada tanggal 9 April 2021, pemerintah melalui sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi membubarkan Kementrian Riset dan Teknologi (Kementristek) dan menyepakati fungsi dan kerja kemenristek akan dilebur ke dalam Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Diikuti dengan pembubaran tersebut, Pemerintah memutuskan untuk membuat kementrian baru yaitu Kementrian Investasi. Pembubaran ini merupakan sebuah sinyal bahwa pemerintah akan melakukan reduksi terhadap ekosistem riset di Indonesia. Peleburan ini menjadi bumerang karena secara fungsi Kemendikbud sudah memiliki beban yang sangat berat Ketika menangani pendidikan di Indonesia. Pertanyaan muncul. Kenapa harus kemenristek yang dibubarkan?. Apakah karena tidak menguntungkan dan hanya menghabiskan anggaran?. Padahal apabila melihat lebih jauh struktur kementrian, masih banyak kementrian yang secara fungsional memiliki kesamaan dengan kementrian lain yang lebih pantas dilebur daripada kemenristek. Apabila benar secara fungsional kemenristek tidak menguntungkan, siapa yang patut disalahkan?. Hal ini terjadi karena secara garis besar, pemerintah belum memiliki sebuah fokus negara yang berkaitan tentang teknologi. Padahal apabila ini dimanfaatkan dengan baik, kita dapat menjadikan kemenristek dapat memiliki keuntungan dan menjadikan Indonesia menjadi negara yang kuat secara teknologi. Sebagai contoh negara india, sejak 1997 pemerintah dengan serius membentuk gugus tugas National Technology and Software Development Task Force yang terdiri dari berbagai individu yang memiliki kemampuan terbaik dari berbagai sektor seperti industri, pemerintah, dan dunia akademik. Apabila kita ingin mencontoh, Kemenristek haruslah diberi fokus jangka panjang bukan hanya jangka pendek. Kemenristek harus diberi keleluasaan dalam mengambil keputusan. Riset tidak  harus melulu menghasilkan hal baru, tetapi dapat dengan pengadopsian teknologi yang sudah ada dan diterapkan secara masif di Indonesia.  Tidak perlu dilebur untuk menyelaraskan antara pendidikan dan riset. Kita dapat melakukannya dengan melakukan kerja sama antara kementrian terkait, sebagai contoh Pihak Swasta, Kementrian BUMN, Kemdikbud, dan Kemenristek. Hal ini dilakukan untuk melakukan sinergi anatara industri, pendidikan, dan riset.
Pembenahan dalam hal struktural juga perlu dibenahi dengan baik terutama dalam hal birokrasi. Penunjukan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi (BRIN) menjadi sebuah langkah yang sangat tidak tepat. Dalam mendobrak riset, kita perlu seseorang yang memiliki latar belakang pendidikan akademisi dan peneliti. Selain itu, sosok ini harus memiliki kemampuan berpolitik yang kuat agar nantinya ketua tersebut tidak menjadi sebuah alat atau boneka untuk kepentingan pihak tertentu. Peneliti mulai sekarang harus mulai melek akan politik agar tidak terjadi lagi pengkerdilan ekosistem penelitian yang ada. Hal ini dilakukan karena penelitian perlu waktu yang sangat panjang dan memiliki kemungkinan tidak akan selesai dalam kurun satu masa jabatan. Oleh karena itulah, perlu adanya asas berkelanjutan agar penelitian tidak terhenti hanya karena beda pemerintahan. Apabila pondasi demikian terpenuhi, satu atau dua anak tangga akan menjadi kokoh untuk menghadapi kerja sama dengan Tesla dan Space X di masa depan.
Dengan adanya kerja sama Indonesia dengan Tesla dan Space X, kita perlu mengambil langkah serius untuk membenahi langkah  yang sudah dibuat sebelumnya. Jangan biarkan kita menjadi sebuah ladang sumber daya murah bagi mereka, sedangkan tidak terjadi transfer teknologi kepada bangsa sendiri. Jadikan Badan Riset Inovasi Nasional sebagai pondasi dan penyokong kerja sama ini dengan mengirim akademisi dan peneliti untuk belajar dari para insinyur, peneliti, dan pekerja di kedua perusahaan tersebut. Kerja sama ini bukan hanya sebagai pembuka investasi saja, tetapi langkah awal menjadikan Indonesia sebagai negara superpower dalam bidang teknologi. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Kita harus membuat sebuah kebijakan tepat guna yang melibatkan pihak swasta, BUMN, Kemdikbudristekdikti dalam mengambil bagian di dalam  kerja sama dengan Tesla dan SpaceX.
Oleh karena itulah, perlu memahami dalam kerja sama ini. Elon Musk tetaplah seorang pembisnis yang mencari keuntungan untuk perusahaanya. Maka kita tetaplah kita, bangsa Indonesia, bangsa yang ingin menjadi sebuah bangsa besar di dunia. Kita juga perlu mengambil keuntungan di dalam kerja sama ini, keuntungan yang bukan berorientasi akan kepentingan pribadi tetapi kepentingan masyarakat luas. Jadikan momentum ini sebagai pembenahan langkah langkah yang salah di masa lampau. Amati setiap pergerakan, cari kelemahan, serang dengan kekuatan, dan kita akan menang.
Daftar Pustaka
Antara. (2022, Mei 18). Hasil Jokowi Bertemu Elon Musk, 2022 Tesla Investasi di Batang Jateng. Tempo. https://otomotif.tempo.co/read/1592770/hasil-jokowi-bertemu-elon-musk-2022-tesla-investasi-di-batang-jateng
Azzahra, Q (2021, April 17). Kemenristek bubar: Langkah mundur menuju Indonesia cemas. Alenia. https://www.alinea.id/bisnis/kemenristek-bubar-langkah-mundur-menuju-indonesia-cemas-b2c1t92Ay
Kompas. (2021, Januari 10). Disinggung Soal Jabatan Ketua Dewan Pengarah BRIN, Megawati: Saya Dianggap Barangkali Kurang Pintar. https://nasional.kompas.com/read/2022/01/10/11301781/disinggung-soal-jabatan-ketua-dewan-pengarah-brin-megawati-saya-dianggap?page=all
Hifni, M( 2016, Februari 12). Keseriusan India Jadi Raksasa IT. Majalah Pajak. https://majalahpajak.net/keseriusan-india-jadi-raksasa-it-dunia/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H