Mohon tunggu...
Rafika Miatul S.
Rafika Miatul S. Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Redup lalu Menemukan

6 Desember 2018   13:38 Diperbarui: 6 Desember 2018   14:26 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jadi sebenarnya mau kamu apa? Kalau aku gak ada artinya di hidup kamu, sekarang kamu boleh pergi sama cewek-cewek yang sering kamu ajak jalan itu." 

"Bukan gitu Nin aku sayang sama kamu"

" Eleeh basii. Aku kira aku satu-satunya. Nyatanya aku salah satunya. Kau bilang kita harus menjaga perasaan juga kepercayaan. Nyatanya kau sendiri yang menciptakan penghianatan" 

Begitulah pertengkaran Nindi dan pacarnya Abi. Seringkali Nindi diceritakan teman-temannya melihat Abi menggandeng perempuan lain. Awalnya, Nindi tidak percaya karena Nindi begitu percaya pada Abi. Dan alhasil kepergok juga. 

Nindi dan Abi memang saling mencintai tapi tidak tahu kenapa Abi senang sekali tergoda dengan perempuan lain tanpa berpikir bahwa dia juga punya perempuan yang hatinya harus dijaga. 

Mereka saling menyayangi tetapi ternyata salah satu  menyakiti dan satu harus tersakiti, tiga tahun lebih hubungan yang dirawat  Nindi dengan gigih, harus jadi korban hanya karena tidak ada komitmen dan kepercayaan

Yang satu sayang tapi main-main, yang satu sayang juga tapi dimain-mainin. 

Nindi Parasmita Sari

Seorang perempuan yang rela patah sesekali ia menjatuhkan hatinya.  

"Memang penghianat kau Abi. Aku kira kau akan bersedia memperjuangkanku sesiap aku berjuang untukmu. Ternyata  tidak, kau hanya mau melakukan hal-hal yang membuatmu bahagia saja. Aku kira di saat kau kujadikan prioritas kau akan melakukan hal yang sama. Ternyata tidak. Aku bukan yang kau cari-cari. Aku bukan sebuah kebutuhan. Hanya saja sebuah pilihan yang terpikirkan hanya saat diperlukan bukan untuk dinomersatukan.  Ternyata perasaan dan ketulusanku tak pernah benar-benar kau anggap ada dan nyata."

 "Salahku. Seharusnya aku menyadari ini sejak awal. Mungkin ketika kau sedang berani-beraninya melukai hati perempuan kau lupa dengan sebuah fakta. Fakta Ibumu adalah seorang perempuan"

"Aku juga bisa saja meninggalkanmu dari awal kutahu tentang busukmu. Aku bisa saja mengubur semua kenangan kita. Lebih dalam, lebih jauh dari apa yang kau kira. Hanya saja aku tak mau aku menderita, kau juga menderita. Karena kau tahu sendiri aku mencintaimu.  Waktu itu aku iba dengan diriku sendiri. Karena ketika aku harus meninggalkan, aku juga harus siap ditinggalkan."

"Salahku lagi ketika kau memutuskan untuk berpaling.  Bukan  salah kau atau dia yang membuat kau tergoda. Salahku yang tidak bisa membuatmu betah lebih lama denganku. Salahku yang tidak membentengi hubungan kita dengan kuat."

"Kau harus tahu. Meski bukan dari aku. Kupastikan kau tetap akan tahu rasanya sebuah penghianatan, ditinggalkan, dikecewakan, ditarik ulur hatimu, dilukai, dan dirusak kepercayaanmu."

"Kau tidak perlu keras menolaknya, karena yang kutahu semua yang dilakukan selalu ada pembalasan. Dan memang, semua itu akan berjalan seperti seharusnya."

"Bisa saja aku melakukan hal yang sama kepadamu, tapi tidak. Terima kasih. Yang kau harus tahu, kau hanya sedang menciptakan hal yang serupa, untuk dirimu sendiri.

Begitula hati dan pikiran Nindi berkolaborasi menciptakan kondisi yang semakin mencekik dirinya sendiri, setelah bertengkar hebat dengan Abi. Tak sesekali air matanya keluar melihat perbuatan Abi yang begitu menggores luka dihati. 

"Wee" 

"Nindi" 

"Nindi cadeeeeeelllll" 

Read 

"Ninndi"

Read 

"Yah cuma dibaca doang, aku tahu Nin Nabi disuruh buat baca doang tapi aku butuh balesan juga dari kamu" 

Nindi tersenyum dan kasihan melihat spam WhatsApp dari Rama

"Iya kenapa Rama?" 

"Kamu bertengkar lagi sama Abi? Bener? 

"Iya " 

"Hahahahahahha" 

Read 

"Yah cuma dibaca lagi. Kamu bertengkar karena apa lagi Nin?" 

"Aku udah putus. Udah jangan bahas itu lagi" 

"Yaudah bahas kita aja, akhirnya aku punya peluang" 

Sontak Nindi terkejut dengan balasan Rama. Namun dalam hati Nindi masih ada kesakitan yang begitu dirasakan. Yang dipercayai malah mengkhianati. 

Nindi dan Rama memang sudah lama dekat,  sejak tiga tahun terakhir hanya saja mereka berteman baik karena Rama tahu Nindi pacar Abi. 

"Nindi cadeeeelll selamat pagi" 

Begitulah notif WhatsApp yang masuk di handphone Nindi. Memang begitu Rama memanggil Nindi dengan sebutan itu "Cadeeeell" huruf e-nya dan l-nya harus lebih dari satu atau dua. 

"Iya"

"Hari ini kamu libur kuliah kan, aku juga gak ada dosen nih, jalan yuk" 

"Males" 

"Aku jemput nih" 

"Malesss Rama" 

Lima belas menit kemudian.. 

"Aku udah di depan gerbang rumah kamu, tamu masak gak dibukain nih Niin" 

Nindi kembali kaget dengan ulah Rama yang tiba-tiba di depan rumahnya. Cepat dia melihat jendela kamar menuju gerbang rumah. Ternyata benar Rama sudah di depan. Cepat-cepat Nindi keluar. 

"Nah kan itu kamu udah mandi, ayo jalan. Sekarang kamu masuk dandan dulu biar cantik, biar gak malu-maluin aku"  

Rama memutar balikkan tubuh Nindi dan menyuruhnya masuk kembali. Nindi merasa heran dengan tingkah Rama. 

"Kita mau jalan kemana nih?" 

"Kamu makin bawel aja sekarang Nin mentang-mentang udah putus" 

"Oh"

"Yelah becanda Nindi cadeeell" 

Rama mengajak Nindi jalan-jalan di taman kota. Rama terus menjahili Nindi karena Nindi hanya diam saja, Rama juga tahu Nindi sedang memikirkan hubungannya yang harus kandas begitu saja. 

"Nin mau es krim? " 

"Gak, males" 

Rama terus saja membuat Nindi kesal.  Dan akhirnya tak sia-sia, Rama berhasil membuat Nindi tersenyum. Es krim yang Rama beli terasa begitu cepat habis, ulah Rama menceritakan hal-hal konyol sontak membuat Nindi tertawa lepas dan lupa akan masalahnya dengan Abi. Tak pernah Nindi merasa sebahagia itu.  Usaha Rama kembali membuahkan hasil, Nindi terlihat bahagia bersamanya. Faktanya Rama memang sudah menyukai Nindi sejak satu tahun awal mereka dekat. Sekarang sudah tiga tahun Rama menutupi perasaannya dalam-dalam. Tiga tahun oi, lama!

Mereka sering bersama, tapi Rama juga tahu batasan yang dia punya saat itu. Hanya tiga kata "Nindi pacar Abi"

Tiga jam mereka berada di taman kota. Nindi mengajak Rama untuk menghantarnya pulang. 

Sampai di rumah Nindi terus memikirkan Rama, Nindi sendiri bingung kenapa bisa tertawa lepas saat bersama Rama. Seakan konflik hatinya sudah berakhir. Namun tetap saja Nindi kerap merindukan Abi, untuk  Nindi itu bukan hal yang mudah melupakan seseorang yang dulu begitu diprioritaskannya. 

Sudah satu minggu Nindi tidak berkabar lagi dengan Abi. Yang dulu dinomersatukan ternyata tak patut diprioritaskan. 

"Aku pikir saat aku tidak lagi dengannya, dia akan merindukanku sebanyak aku merindukannya. Ternyata tidak ada sedikitpun yang tersirat olehnya untuk mencariku"

Begitulah yang Nindi pikirkan 

"Nindi,  besok hari minggu car free day ya sama aku" 

"Males" 

"Ntar aku jemput  pagi-pagi Nindi cadeelll bawel" 

Begitulah notif WhatsApp dari Rama. Ya Rama lagi. 

Hari minggu pagi, Rama langsung saja menjemput Nindi ke rumahnya. 

"Nin aku udah nyampe nih depan rumah" 

"Aku kan gak pernah bilang iya"

"Cepat keluar Nin" begitu WhatsApp dari Rama

Sebenarnya Nindi malas untuk keluar rumah, tapi ia kasihan kepada Rama yang sudah menjemputnya. Nindi juga memang belum siap-siap, belum mandi pula. Nindi mengajak Rama masuk ke rumahnya. 

"Siapa itu pagi-pagi Nindi" ucap Ibu

"Rama Bu, mau ngajak Nindi car free day di alun-alun kota" jawab Rama kepada Ibu Nindi yang berada di dapur

"Oh, nak Rama" 

Ibu Nindi menuju ruang tamu untuk menemui Rama. Mereka berbincang-bincang sementara menunggu Nindi bersiap-siap. Rama dan orang tua Nindi memang sudah lama dekat karena Rama sering menjemput Nindi saat pergi ke kampus walaupun mereka berhaluan arah menuju kampus. Tetap saja sejauh apapun itu Rama akan melakukannya untuk Nindi. 

"Oiii Nin mandi yang cepet dandan yang cantek biar gak malu-maluin" 

Ibu Nindi tersenyum dengan tingkah mereka, Nindi kesal, Rama tertawa. 

"Anak muda oh anak muda" Ibu Nindi menggeleng kepala

Tiga puluh menit lamanya Rama menunggu Nindi. 

"Yokk jalan Rama" 

"Apa Lama? Nama ku Rama oi" yah begitulah Rama membuat Nindi jengkel

"Buu berangkat dulu ya, Asslamu'alaikum" Nindi salaman kepada Ibunya begitu juga Rama

Sampai di sana mereka berjalan sejauh 200 meter. Mereka melihat banyak sekali yang ikut car free day  minggu ini. Jalan penuh dengan anak muda maupun yang tua berolahraga, bersepeda, dan ada pula yang bergandengan dengan pasangannya. 

"Oi Nin jomblo lihat tuh orang gandengan sini kamu aku gandeng" Rama cengengesan 

"Ogah deh"

Rama tertawa melihat Nindi yang kesal. 

"Nin lihat tuh di sebrang jalan sana, kasian ya pegawai bangunannya nyusun tangga-tangga gitu buat nyampai puncak" 

"Iya itu kan emang udah kerjaan mereka"

"Terus kita kapan nyusun rumah tannga Nin" 

"Hahahaha" Nindi tertawa 

Rama mulai berkode-kode pada Nindi. Perlahan Rama menunjukkan perasaannya kepada Nindi yang dari dulu ia kubur dalam-dalam. Nindi juga merasakan ada keganjilan pada Rama. Nindi sedikit terbawa perasaan. 

Tapi, gengsi. Yalah cewek, cui

Selama dekat dengan Rama, Nindi merasa begitu bahagia, selalu ada saja cara Rama untuk mencari topik untuk tertawa. 

Nindi merasa menemukan sesuatu pada Rama. Nindi merasa ia telah jatuh cinta pada Rama. 

"Tidak. Ini tidak mungkin. Tidak secepat itu. Heleh mungkin hanya perasaan kagum saja. Tidak mungkin aku mencintainya secepat itu. Bisa saja Rama juga sederajat dengan Abi." pikir Nindi 

Nindi seorang perempuan yang sebenarnya tidak mudah untuk jatuh hati. Apalagi setelah patah hatinya oleh Abi. Dia bosan dengan kata "mulai" memulai dari awal kembali fase-fase dekat, kasmaran, bertengkar, lalu pergi meninggalkan. 

"Nindi cadeeel temenin abangmu ini ngerjain tugas yuk" WhatsApp yang masuk di handphone Nindi. Siapa lagi kalau bukan dari Rama.

"Tapi diteraktir makan ya" 

"Siap tuan putri. Otw jemput nih, kamu dandan yang cantek"

Nindi merasa kegirangan. Saat ingin bertemu dengan Rama

Dua puluh menit kemudian Rama sampai di rumah Nindi. Rama berpamitan kepada ibu Nindi.

"Rama ini mau kemana si? Kamu mau culik aku? 

"Hahaha, kalau aku culik kamu siapa juga yang mau beli kamu. Cewek sok manis, bersikap dingin, cerewet kayak kamu. Kalaupun ada, yaa palingan aku." 

Nindi memperhatikan Rama dari kaca spion. Tanpa perlu ada tanda-tanda mata Rama dan Nindi saling bertemu di kaca spion. Mereka saling tersenyum. Dua-duanya deg-degan cui.

"Kamu gak usah ragu sama aku, aku beneran sayang sama kamu." Rama melepas keheningan

"Apasi Rama? Gak denger.", Nindi mencondongkan tumbuhnya mendekati Rama. Rama merasa deg-degan bukan main. Ini Nindi deket banget cuiii. Kayak dipeluk!

"Hah, gak ada siaran ulang Nin, nah di sini aja ya. Udah sampai nih." 

Rama dan Nindi pergi ke sebuah cafe . Mereka berdua begitu menikmati proses pendekatan mereka. Rama bahagia  melihat Nindi juga bahagia dengannya, begitupula Nindi merasa bahagia di dekat Rama. Sebuah kolaborasi yang unik. 

Sebelumnya Rama bisa dikatakan bernasip sama dengan Nindi, sama-sama ditinggalkan, sama-sama dilukai. 

Sebelum Rama mengenal Nindi, Rama pernah begitu mencintai perempuan, tapi apalah Rama dikhianati juga. Dan sekarang setelah Rama bertemu perempuan bernama Nindi tak pernah ia merasa cinta sedalam ini. Harapan demi harapan ia panjatkan semoga Nindi juga merasakan hal serupa. 

"Rama pulang yuk, ngantuk" jelas Nindi

"Kamu gak dimarahin Ibu pulang jam sepuluh gini Nin?" 

"Kan udah izin bego" Merekapun menuju parkiran. 

"Nin nih pake jaketku. Dingin, kasian kamu ntar masuk angin. Jangan angin yang masuk. Biar aku saja yang masuk di hatimu." 

Suasana makin terasa dingin setelah Rama mengungkapkan kode-kode itu. Nindi merasa debar-debar tak karuan. Ada rasa yang mengganjal. Hatinya menegaskan ia jatuh cinta kepada Rama. Diam-diam detak jantung Rama tak kalah kencang dengan Nindi." 

Di tengah perjalanan Rama tahu Nindi sedang mengantuk. Rama melepas stang motor kirinya, lalu diraihnya tangan Nindi untuk dilingkarkan di tubuhnya. Sontak Nindi terkejut, Nindi dan Rama merasa semakin debar-debar asmara. 

"Kok kaget Nin, gak usah sok malu deh, padahal mau" begitu ucap Rama

Karena mengantuk Nindi membiarkan tanganya melingkar di tubuh Rama. Anginya semakin kencang terasa, Nindi semakin erat pula dengan posisi tangan yang memeluk Rama dan disandarkan kepalanya di bahu belakang Rama. Malam itu . pertama kali Rama dipeluk seorang perempuan yang juga baru pertama kali memeluk seorang laki-laki. Jantung mereka seakan telah jatuh. "pelukan" iya pelukan pertama. 

Rama mencuri-curi pandang dari kaca spion motornya. Melihat Nindi yang bisa tertidur lelap di atas motor begitu saja. Ternyata Nindi semanis itu saat terlelap. Rama melirik dari kaca spion, Rama tersenyum tipis, ia memegang tangan Nindi dengan erat lalu mengusap kepala Nindi yang disandarkan di bahu belakang sebelah kiri Rama. "Sayang" itu yang terucap di mulut Rama dengan pelan. 

"Nin, udah mau sampai nih" 

Nindi mendengar ucapan Rama, ia kaget dengan tangannya begitu erat memeluk Rama. Nindi perlahan mengangkat wajahnya dari bahu Rama, dan melepaskan pelukannya. Nindi merasa malu. 

Sebelum tangan Nindi seluruhnya lepas dari pelukan Rama, Rama kembali menarik tangan-tangan itu kembali ke posisi semula. 

"Kalau malu ya malu aja, nggak usah dilepas pelukannya" ucap Rama

Tanpa sengaja, mata mereka saling melirik di kaca spion sebelah kiri. Mereka saling bertukar senyum. 

Cara Rama menatap Nindi membuat Nindi merasa diringkus seluruh hatinya.

Lima menit, mereka sampai di depan rumah Nindi. 

"Makasih ya Nin" 

"Seharusnya aku yang makasih udah diteraktir" 

"Bukan. Makasih udah ada kamu." 

" Aku Nindi Parasmita Sari kutegaskan. Aku memang benar-benar jatuh cinta. Tanpa mempersiapkan dan mempersilahkan dia tiba-tiba datang memberi makna. Setiap aku menatap matanya, seperti ia berjanji untuk sebuah ketulusan yang nyata."

" Aku menyukainya dari caranya membuat aku tertawa."

"Aku menyukainya dari caranya mendahulukanku."

"Aku menyukainya dari caranya memperhatikanku."

"Tidak. Ini tidak benar. Ini bukan saatnya, baru saja hatiku lebam oleh satu nama. Akankah aku kembali merajut asmara. Tidak. Mungkin ini hanya kekeliruan rasa yang berdalih  kata "Nyaman."

"Rasanya tak pantas aku menjadikannya "pengganti" saat aku masih terpuruk-puruknya dikhianati, bahkan ketika seperti kamulah yang kunanti-nanti."

"Rasanya tak pantas aku kembali berdua demi menunjukkan kepada pengkhianat itu aku sanggup tanpa hadirnya lagi."

Rama terus saja memikirkan Nindi, ia tahu Nindi masih terluka. Mungki ia harus mengerti, meskipun Nindi merasa bahagia dengannya, tetap saja masih ada luka yang belum benar-benar terobati. 

"Di hidupmu aku bertuan sebagai diriku sendiri. Bukan sebagai pengganti dirinya yang telah pergi. Mungkin segalamu masih ada dia. Tak apa, mungkin kamu hanya harus berhenti, menghelakan nafas panjang, kemudian melangkah lagi. Tetap aku di sini menunggu kamu kemudian yang ada hanya "kita". Karena untuk menemukan yang baru, hati harus tahu dulu caranya merelakan yang telah berlalu. (Rama)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun