Mohon tunggu...
muhammad rafi iriawan
muhammad rafi iriawan Mohon Tunggu... Lainnya - Instagram : @mrafiiriawan

Malang, 21 April 2001

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Akad Wakalah (Perwakilan) yang Sah untuk Dilakukan dalam Hidup Sehari-hari

8 Juni 2021   14:26 Diperbarui: 8 Juni 2021   14:49 1954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Akad Wakalah (Perwakilan) yang sah untuk dilakukan dalam perkara kehidupan sehari-hari disarikan dalam kitab Fathul Mu’in karangan Asy-Syaikh Al-Allamah Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibariy

Wakalah merupakan penyerahan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang bisa diwakilkan pelaksanaanya, agar dilaksanakan selagi orang tadi masih hidup. Wakalah sah dilakukan oleh seseorang yang memiliki hak atau wewenang melaksanakan individu, layaknya perwakilan oleh budak tanpa izin majikannya dan orang fasik untuk qabul aqad Nikah, bukan untuk pengijaban Nikah. Wakalah sah dilaksanakan pada setiap aqad, misalnya jual beli, pernikahan, rahn, hibah, atau talaq yang sangat jelas tujuannya serta tidak diabaikan pelaksanaanya pada suatu kejadian. Wakalah syah juga dilakukan pada setiap Fashah (penggagalan), misalnya Iqalah (=pembadaran =penggagalan) atau mengembalikan karena ada rusak atau cacat.

Wakalah sah pula pada menerima menyerah  atau penyerahan terimakan hutang piutang atau barang-barang selainnya. Wakalah sah jika ada penuntutan hukum pembalasan hak adami (missal qishash), dakwah, jawaban tentang ceramah, bantahan. Sekalipun pihak lawan merasa tidak senang dengan perlakuan seorang yang menuntut. Hanya saja wakalah ini dilakukan pada perkara tadi yang sudah disebutkan di atas. Jika sang Muwakkil (yang mewakilkan) memiliki kekuasaan pentasarrufan/pelaksanaan atas perkara yang ada. Maka tidak sah mewakilkan penjualan barang yang baru akan dimiliki atau mentalak wanita yang baru akan dinikahinya, karena belum ada jabatan atas perkara tersebut disaat itu. Demikian juga, tidak sah mewakilkan kepada orang untuk melakukan pernikahan anak perwaliannya nanti setelah dicerai dan habis masa idahnya. Menurut pendapat ulama’ (Ar-Rafi’iy dan Al-Haitamiy) dalam masalah ini ; Tapi An-Nawawiy dalam kitab Ar-Raudlah pada bab nikah memenangkan pendapat yang menyatakan sah.

An-Nawawiy dalam tempat yang sama lebih sah dalam berpendapat yaitu wakalah bila wanita dalam keadaan nikah atau masaiddah berkata kepada seorang lelaki “Bila sudah habis iddah saya, nanti saya izinkan kamu menikahi diriku”. Apabila sang Wali menggantungkan wakalahnya setelah ditalaq atau habisnya masaiddah seperti contoh di atas tadi, maka aqad wakalah menjadi fasid (hangus), tapi pernikahan yang dilakukan tetap sah karena mendapat izin.

Mewakilkan untuk memberikan iqrar (pengakuan) adalah tidak sah, karena iqrar itu merupakan pemberitahuan mengenai hak (orang lain), yang karena itu maka tidak bisa diwakilkan; Dalam hal ini misalnya mengatakan pada orang lain “Saya mewakilkan kepada-mu untuk beriqrar atas namaku kepada si fulan dengan ini”, kemudian wakil menyatakan “Saya beriqrar atas nama ini”. Akan tetapi dalam kasus seperti ini berarti Muwakkil beriqrar bahwa telah mewakilkan.

Wakalah tidak sah pada pengucapan sumpah, karena tujuan sumpah adalah mengagungkan Allah SWT, dan karena itu maka mirip dengan ibadah, seperti hal nya sumpah yaitu nadzar, dan penggantungan kemerdekaan budak atau talaq kepada suatu kejadian dalam hubungan pernikahan.

Wakalah tidak sah pada pemberian kesaksian, dikarenakan hal ini disamakan dengan ibadah, pemberian kesaksian (syahadah) atas suatu syahadah adalah bukan berarti wakalah, tapi karena keperluan membuat saksi yang dijamin kesaksiannya, sebagaimana seorang hakim untuk memutuskan hukumnya melewati hakim yang lain.

Wakalah tidak sah pada ibadah yang selain haji, umrah, ataupun menyembelih semisal binatang qurban.

Wakalah tidak sah kecuali dengan adanya ijab, yaitu pernyataan kerelaan dari sang Muwakkil yang sah penanganan langsung dalam mentasarrufkan Muwakkal Fih (perkara yang diwakilkan). Misalnya “Saya mewakilkan kepadamu dalam masalah ini” atau “saya menyerahkan kepadamu dalam masalah itu” atau “Saya memberikan hak ku kepadamu, sebagai penggantiku dalam masalah itu” atau “Saya menjadikanmu pada kedudukanku dalam masalah itu” atau “Jual lah ini” atau “Nikahilah fulan” atau “Saya berikan kepadamu talaknya” atau “Merdekakanlah si fulan”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun