Kota Bandung, yang dikenal sebagai destinasi wisata dan pusat kegiatan bisnis di Jawa Barat, kini menghadapi masalah serius terkait pungutan liar (pungli) parkir. Fenomena ini semakin mengkhawatirkan karena pungutan parkir yang tidak sesuai ketentuan merajalela di berbagai titik pusat kota, seperti di Jalan Asia Afrika, Jalan Braga, dan kawasan Dago. Praktik pungli parkir ini berdampak langsung pada biaya hidup masyarakat, terutama mereka yang sangat bergantung pada kendaraan pribadi untuk aktivitas sehari-hari.
Fakta-Fakta yang Terungkap di LapanganÂ
Saat mengunjungi kawasan Dago untuk keperluan sehari-hari, saya mendapati tarif parkir yang ditagih juru parkir jauh lebih tinggi dari tarif resmi. Berdasarkan aturan yang ditetapkan Dinas Perhubungan Kota Bandung, tarif parkir resmi di tepi jalan umum untuk kendaraan roda empat adalah Rp3.000 hingga Rp5.000, tergantung area dan waktu parkir. Namun, juru parkir di lokasi tersebut menagih hingga Rp10.000 tanpa memberikan karcis resmi, yang mengindikasikan bahwa pungutan ini tidak masuk ke kas daerah.
Dalam kesempatan lain, saya mengunjungi kawasan Alun-Alun Bandung. Di sana, tarif parkir mobil bisa mencapai Rp25.000, dengan alasan bahwa area tersebut adalah area premium. Tidak ada opsi lain bagi pengunjung yang ingin memarkir kendaraannya, mengingat parkir resmi sangat terbatas dan selalu penuh. Situasi ini tampaknya dimanfaatkan oleh oknum parkir liar yang tidak terdaftar secara resmi.
Dampak dan Kekhawatiran
Tarif parkir yang tinggi akibat pungli ini bukan sekadar masalah biaya. Sebagai warga yang beraktivitas di Bandung setiap hari, saya sering merasakan dampak langsungnya pada pengeluaran harian. Bayangkan, biaya tambahan untuk parkir ini bisa mencapai ratusan ribu rupiah per bulan bagi mereka yang rutin mengunjungi lokasi-lokasi padat. Dampak lain yang dirasakan adalah rasa tidak aman, karena juru parkir liar sering kali tidak memberikan jaminan keamanan kendaraan. Bahkan, mereka terkadang mengancam jika tidak diberikan "uang parkir."
Ketua Lembaga Konsumen Bandung, Irfan Maulana, menegaskan bahwa fenomena pungli parkir ini melanggar hak konsumen. "Masyarakat berhak mendapatkan layanan parkir yang layak dengan tarif sesuai aturan. Namun dalam praktiknya, warga dipaksa membayar lebih tanpa ada jaminan layanan atau keamanan yang jelas," tegas Irfan. Praktik ini dinilai merugikan karena banyak tempat parkir liar yang tidak menjamin keamanan kendaraan, meski tarif yang dikenakan cukup tinggi.Â
Upaya Pemerintah dan Tantangan di Lapangan
Dinas Perhubungan Kota Bandung mengakui keberadaan masalah pungli ini. Beberapa kali razia dilakukan di titik-titik rawan pungli parkir. Namun, tindakan pemerintah ini belum sepenuhnya efektif. Setelah razia selesai, para juru parkir liar sering kali kembali beroperasi di tempat yang sama, menggunakan modus berbeda atau pindah ke lokasi terdekat. Hal ini menunjukkan bahwa pengawasan ketat dan sistematis masih dibutuhkan.
Solusi yang Diharapkan
Sebagai warga yang mengalami langsung dampak pungli parkir ini, saya berharap pemerintah kota bisa menerapkan sistem parkir berbasis teknologi, seperti e-parking. Dengan sistem ini, warga dapat membayar parkir melalui aplikasi yang memastikan tarif sesuai standar. Selain itu, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, kepolisian, dan masyarakat untuk melakukan pemantauan ketat terhadap praktik pungli ini. Masyarakat juga bisa turut melaporkan praktik pungli melalui aplikasi atau hotline pengaduan yang mudah diakses.