Adanya era globalisasi di dunia pada saat ini, sangat berdampak pada banyak sekali aspek kehidupan. Tidak hanya kebutuhan seperti barang dan makanan saja yang berubah akibat munculnya globalisasi ini, tetapi kehidupan masyarakat juga ikut terpengaruhi didalamnya. Akibat majunya teknologi yang selalu berkembang tiap zaman, karena kemajuan itulah yang telah membuat kita menghabisi sendiri batas-batas yang mengisolasi kehidupan kita sebagai masyarakat.
Saat ini pengaruh-pengaruh dari lingkungan sekitar rasanya begitu penting pada era globalisasi ini. Apalagi dengan adanya pengaruh negatif yang tercipta sebagai “side effect” dari arus globalisasi dan teknologi yang kita rasakan sekarang ini. Khususnya terjadinya dekadensi moral atau akhlaq, yaitu merosot dan tumbangnya peradaban umat dengan segala pranata sejarahnya, karena berkurang dan hilangnya etika serta nilai-nilai yang dijunjung oleh masyarakat. Atau yang biasa kita sebut dalam agama “Akhlaq”.
Karena agama islam pada hakikatnya adalah sangat memperhatikan aspek keramah-tamahan serta keharmonisan. Akhlaq adalah faktor yang paling esensial dalam kehidupan sehari-hari kita. Karena manusia dalam upaya menata kehidupannya berkeyakinan bahwa akhlaq merupakan sistem yang dapat mempengaruhi segala bentuk perilaku seseorang. Pada konteks ini akhlaq merupakan suatu bentuk jati diri seseorang yang dapat memberitahu kita tentang makna bagi perilaku Ketika berinteraksi social, ibadah, dan melakukan aktivitas lainnya.
Kini dengan hadirnya sebuah semangat dan harapan baru yang disimbolkan dalam dua kata, yaitu “Masyarakat Madani” cukup ideal untuk diberdayakan. Namun, seakan menjadi tidak bermakna apabila dua kata tersebut hanya sekedar harapan tanpa diikuti oleh langkah yang konkrit untuk memperjuangkannya.
Pluralisme merupakan syarat lain dari masyarakat madani. Pluralisme tidak hanya dipahami sebagai sikap yang harus mengakui dan menerima realitas sosial yang berbeda, tetapi juga harus dibarengi dengan sikap ikhlas untuk menerima kenyataan keragaman sebagai anugerah alam dan Tuhan yang bernilai positif bagi kehidupan masyarakat.
Menurut Nurkholish Madjid, pluralisme adalah ikatan sejati keragaman dalam ikatan kesopanan. Dalam pandangannya, pluralisme antara lain merupakan kondisi yang diperlukan untuk menyelamatkan umat manusia.
Secara garis besarnya, masyarakat madani tidak hanya sekedar terwujudnya kemandirian masyarakat terhadap negara, tetapi juga terwujudnya atas nilai-nilai tertentu yang dalam kehidupan bermasyarakat, terutama dalam hal keadilan, persamaan, kebebasan, dan kemajemukan (pluralisme).
Allah SWT juga sudah memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-nya dalam Al-Qur’an, Surat Saba’ ayat 15, yang artinya; “Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri”. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.
Berkaitan tentang pengertian dari Masyarakat Madani, para ahli saling mengeluarkan pendapat mereka masing-masing tentang pandangannya yang tentu juga saling berbeda antara satu dengan yang lainnya.
- Hikam (Supriatna) mengatakan bahwa masyarakat madani secara institusional dapat berarti sebagai sekelompok anggota masyarakat yang mandiri dan dapat serta dengan bebas bertindak aktif dalam segala hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan pada umumnya.
- Gallner (Supriatna) mengatakan bahwa konsep masyarakat madani sebagai masyarakat yang terdiri dari berbagai institusi non-pemerintah yang otonom dan cukup kuat untuk mengimbangi negara.
- Cicero mengakatan bahwa masyarakat madani adalah suatu kumpulan kelompok yang beradab seperti yang dicontohkan oleh masyarakat kota yang mempunyai kode hukum sendiri. Dengan konsepnya sendiri, maka bukan hanya penduduk saja, melainkan juga sebagai pusat dari peradaban dan kebudayaan.
Masyarakat madani yang ideal adalah Islam, dan landasannya adalah membangun masyarakat yang beradab, bermartabat, santun, aman, tertib, taat hukum, dan cinta damai. Dalam filsafat, dan mengacu pada masyarakat sempurna yang terdaftar di bawah nilai-nilai Islam yang kuat. Madani berarti Islam dan merupakan model masyarakat ideal yang dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat Madinah pada masa Nabi Muhammad SAW.
Ide tentang civil religion ini terinspirasi dari konsep civic religion yang pertama kali dipopulerkan oleh Robert N. Bella. Menurutnya, konsep civic religion pertama kali dikemukakan oleh Rousseau pada tahun untuk merangkum prinsip-prinsip sederhana dari civic religion, yaitu adanya Tuhan, hidup sederhana, ganjaran atas kebajikan dan hukuman bagi orang yang tidak bermoral, dan menghilangkan intoleransi beragama. Bella terus berargumentasi bahwa gagasan agama kewarganegaraan tidak hanya milik Rousseau, tetapi telah menjadi bagian dari suasana budaya akhir abad ke-18. Demikian pula, pelayanan yang Tuhan kasihi itu baik bagi manusia; jiwa itu abadi; pembalasan yang jahat, pembalasan yang baik, generasi sekarang dan yang akan datang, adalah inti dari semua agama. Atas dasar ini, Robert N. Bella berasumsi bahwa ada alasan bagus untuk meyakini bahwa agama, terutama gagasan tentang Tuhan, memainkan peran yang sangat penting dalam membentuk pemikiran para politisi.
Dalam konteks pluralisme agama, kecenderungan transendental menempatkan Tuhan sebagai otoritas tertinggi sehingga segala bentuk tirani politik atau agama, termasuk mayoritas, tidak dapat ditoleransi. Semua agama tunduk pada konsepsi universal tentang ketuhanan, dan dalam konsepsi ketuhanan ini agama-agama menemukan landasan bersama, tanpa perlu bergabung menjadi satu agama. Konsep masyarakat sipil harus mampu menciptakan hubungan bersama di dalam dan mengkonkretkan nilai-nilai kemanusiaan, rasa tanggung jawab, dan mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan individu. Selain itu, dapat menciptakan sikap toleransi dalam beragama dan kebebasan berekspresi (beragama), dengan tidak mengorbankan keutuhan lingkungan dan kemanusiaan umat pemeluk agama lain.
Masyarakat madani merupakan kondisi yang didambakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Jadi tantangan yang harus dapat dipenuhi oleh orang untuk memiliki kehidupan bernegara yang sukses adalah:
- Sikap Demokratis, mengembangkan sikap demokratis lebih dari sekadar melatih individu yang menghargai diri sendiri, orang memiliki budaya, memiliki identitas negara. Indonesia, negara yang beragam, tetapi juga mengedepankan sikap demokratis, harus didukung oleh sistem yang juga mengembangkan sikap demokratis. Sistem pendidikan yang hanya mempedulikan sekelompok orang seperti manusia dengan kecerdasan tinggi tentu tidak demokratis sifatnya. Demikian pula proses pembelajaran yang tidak mengedepankan sikap kreatif dan bebas serta mereka yang lebih mampu mengemukakan pendapat, berbeda pendapat dan menghargai pendapat harus diikutsertakan dalam proses, program dan program pemagangan. Demikian juga, pendidik dan fakultas otokratis tidak memungkinkan siswa untuk mengembangkan sikap demokratis.
- Toleransi, wajah keragaman budaya Indonesia membutuhkan toleransi yang tinggi dari setiap anggota masyarakat. Sikap toleransi ini harus dipraktikkan oleh seluruh anggota dan golongan masyarakat agar dapat terbentuk masyarakat yang kompak namun beragam sehingga kaya akan gagasan-gagasan baru. Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Indonesian Council of World Affairs (ICWA) pada Maret 1999, Juwono Sudarsono menyatakan bahwa selain toleransi, penting untuk mengembangkan sikap kompromi dalam Pendidikan.
- Akhlak, Keyakinan, dan Ketakwaan, orang Indonesia yang memiliki nilai budaya yang berbeda dengan, tetapi adalah ciri khas masyarakat Indonesia dan mempercayainya. Orang yang beriman adalah orang yang berakhlak mulia, karena semua agama yang hidup dan berkembang di Indonesia adalah agama yang mengajarkan nilai-nilai akhlak mulia. Keanekaragaman agama yang hidup dan berkembang di Indonesia menuntut setiap anggotanya memiliki sikap toleransi dan saling pengertian. Oleh karena itu, pendidikan agama dalam sistem pendidikan nasional harus dilaksanakan dengan cara mewujudkan hidup bersama, yang mengandung unsur toleransi dan saling pengertian yang mendalam.
Masyarakat madani memang dikenal memiliki sifat pluralisme, yakni keberagaman satu dengan yang lainnya. Dimana keberagaman tersebut diyakini akan menimbulkan banyak perbedaan dan juga konflik. Maka dari itu, diharapakkan masyarakat madani dapat menyelesaikannya secara bijak dengan baik dan mufakat untuk mencapai kesepakatan bersama.
Adanya perbedaan antara keberagaman ini tidak selalu menimbulkan konflik, tetapi juga dapat membawa hal yang lebih baik, yaitu pembentukan karakter terhadap masyarakat madani. Dari pembentukan karakter inilah seluruh lapisan masyarakat madani dapat menciptakan keharmonisan, kerukunan, dan keseimbangan di lingkungannya.
Kerukunan umat beragama juga sering kali dikaitkan dengan adanya toleransi antara kelompok agama yang terkait. Dalam hal ini, toleransi dapat diartikan sebagai perbuatan atau perilaku yang menghindari adanya sikap diskriminatif terhadap kelompok yang berbeda kepentingan yang alasannya tidak dapat diterima masyarakat sekitar.
Sikap toleransi dan saling pengertian merupakan sikap yang harus dimiliki masyarakat madani dalam hubungan kerukunan antar umat beragama. Karena pada dasarnya sikap toleran adalah wadah terbentuk masyarakat yang kompak namun beragam sehingga kaya akan gagasan-gagasan baru.
Oleh karena itu, masyarakat madani yang hidup berdampingan berjalan dengan banyaknya keberagaman dan perbedaan diharapkan dapat terus memiliki rasa toleransi dan menjunjung tinggi kerukunan terlebih pada umat beragama. Agar kehidupan masyarakat madani di lingkungan tersebut dapat memiliki hubungan yang sehat, produktif, dan damai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI