Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji hanya milik Allah SWT, salawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam ilmu tasawuf terdapat trilogi penting: iman, islam, dan ihsan. Iman berarti meyakini bahwa adanya Dzat yang layak disembah yaitu Allah SWT. Maka sebagai muslim sudah sepantasnyalah meyakini keesaan dan keagungan-Nya. Iman ini diimplementasikan dalam ilmu tauhid yang pelaksanaannya dalam bentuk akidah. Sedangkan Islam berarti penyerahan diri dan kepatuhan seorang hamba (orang-orang yang beriman) dalam beribadah sekaligus melaksanakan syariat yang telah diberlakukan bagi seluruh muslim. Islam ini diimplementasikan dalam ilmu fikih yang pelaksanaannya dalam bentuk syariat. Kemudian, iman dan islam tidak akan kokoh tanpa landasan ihsan, yaitu melaksanakan segala ibadah dengan menghadirkan Allah SWT seolah-olah Dia melihatnya. Ihsan inilah yang implementasinya dalam ilmu tasawuf yang pelaksanaannya dalam bentuk akhlak.
Bicara soal ketiga trilogi dalam tasawuf terdapat hubungan yang saling berkaitan. Iman (yang berlandaskan tauhid) disempurnakan dengan adanya islam (yang berlandaskan syariat). Begitu pula islam (yang pelaksanaan syariatnya) semakin kuat dengan adanya ihsan (yang berlandaskan akhlak). Sebab tanpa ihsan, seorang muslim hanya mengamalkan ajaran Islam tanpa memaknai dan menghayati dengan sungguh-sungguh terhadap apa yang diamalkannya. Begitu pula sebaliknya, tanpa islam memang seorang muslim akan berusaha dekat dengan Tuhannya tetapi cacat karena tidak memiliki ilmu atau tuntunan yang relevan. Pemahaman seperti inilah yang perlu dibahas dengan tajuk Integrasi Tasawuf dengan Syariah.
"Iman goyah tanpa islam, islam cacat tanpa ihsan"
1. PENJELASAN INTEGRASI TASAWUF DENGAN SYARIAT
Tasawuf (تصوف) berakar dari kata صوف (dibaca: suwf) berarti bulu domba. Menurut ulama sufi, tasawuf diumpamakan sebagai bulu domba karena seorang sufi akan senantiasa menyucikan jiwa mereka dengan menunjukkan kesederhanaan dan zuhud (meninggalkan segala kenikmatan duniawi). Dalam konteks keislaman, tasawuf diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan muslim untuk menyucikan/membersihkan jiwanya untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya, yakni Allah SWT. Usaha ini memiliki banyak cara, salah satunya melalui ibadah yang diatur berdasarkan syariat yang ditetapkan hukumnya dalam ajaran Islam. Sedangkan Syariat (الشريعة) berakar dari kata شارع (dibaca: syaari') berarti jalan. Syariat dimaksudkan sebagai jalan bagi seorang mukmin dalam menggapai ma'rifatullah dengan cara beribadah dan lainnya. Syariat juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang diturunkan oleh Allah SWT meliputi akidah dan hukum-hukum.
Antara syariat dan tasawuf sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Meskipun belum ada istilah tasawuf, mereka senantiasa bersikap zuhud (meninggalkan kenikmatan duniawi) dan menyerahkan apapun yang mereka miliki dalam rangka menegakkan ajaran Islam sekaligus mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sedangkan dalam urusan syariat, mereka mengamalkan hukum-hukum Islam sesuai apa yang diwahyukan kepada Nabi SAW. Keterlibatan beliau juga dalam kegiatan muamalah (sosial, politik, dan ekonomi) tidak terpisah dengan nilai-nilai spiritual, bahkan bertujuan untuk mengintegrasikannya pada kesadaran rabani, yakni kesadaran bahwa semua aktivitas, gerak, dan langkah manusia pada hakikatnya dari, ke, dan untuk Allah.
Dalam kitab Al-Ta'rifat karya Ali bin Muhammad al-Jurjani dan kitab Al-Mustafa min 'Ilm al-Usul karya Imam al-Ghazali, mereka berpendapat bahwa syariat identik dengan al-din (agama) dan tidak identik dengan fikih. Sementara itu fikih -seperti didefinisikan oleh Imam Syafi'i- adalah ilmu tentang hukum syariat yang bersifat amaliah dan diperoleh melalui ijtihad. Meskipun berbeda definisi, kedua sama-sama diterapkan dalam ajaran islam berdasarkan triloginya (iman, islam, dan ihsan). Berdasarkan trilogi ajaran Islam tersebut, konsep keterpaduan syariat dengan tasawuf sebagai berikut:
- Esensi kerohanian (ihsan), terletak pada kesadaran bahwa manusia setiap saat berada dalam pengawasan Allah SWT dan para malaikat. Kesadaran itu memiliki dua kekuatan, yaitu al-quwwat al-zawqiyyah (kepekaan emosi) dan al-quwwat al-ruhiyyah (kepekaan spiritual).
- Ihsan dan tasawuf saling berintegrasi, yaitu dipahami bahwa ihsan adalah tasawuf dan tasawuf adalah ihsan. Ihsan meliputi tasawuf qurani dan sunni (sumber), akhlaki (tujuan), amali (metode), dan salafi (model) yang tidak bercampur dengan syatahat dan bidah.
2. KRONOLOGI PENGINTEGRASIAN TASAWUF DENGAN SYARIAT
Dalam perkembangan ilmu tasawuf dengan syariat, keduanya pernah mengalami pemisahan yang disebabkan oleh adanya perbedaan pemahaman dari kelompok sufi (pengamal tasawuf) dan kelompok fukaha (pengamal syariat). Kelompok sufi memahami keagamaan secara esoteris (batiniah) yang melibatkan penjiwaan dan kesadaran pribadi dalam menuju kebahagiaan. Kelompok fukaha memahami keagamaan secara eksoteris (lahiriah) yang menekankan pada kebenaran yang mutlak. Kelompok sufi menolak pemahaman kelompok fukaha yang dianggap menghabiskan hidup mereka dengan mempelajari ilmu yang dibuat oleh manusia tetapi mengklaim pemahaman mereka (sufi) yang memperhatikan hakikat ketuhanan, perjuangan rohani, dan mendapatkan ilmu langsung dari Allah SWT.