Hari itu, Mia berjalan-jalan di taman bunga yang indah. Bunga-bunga warna-warni bermekaran di sekelilingnya, dan udara segar menyapa setiap langkahnya. Mia adalah seorang gadis muda yang gemar menyendiri, menikmati keindahan alam sebagai teman setianya.
Tiba-tiba, matanya tertarik pada seorang pemuda yang duduk di bangku taman. Pemuda itu membaca buku dengan penuh konsentrasi. Mia merasa ada kehangatan yang terpancar dari sosok itu. Ia memutuskan untuk menghampiri.
"Maaf, apakah boleh saya duduk di sini?" tanya Mia ramah.
Pemuda itu tersenyum, "Tentu, silakan."
Mereka mulai berbincang-bincang, saling berbagi cerita tentang diri mereka. Pemuda itu bernama Ryan, seorang seniman yang mencari inspirasi di taman bunga. Mia, di sisi lain, adalah seorang penulis yang menemukan ketenangan dalam kata-kata.
Hari-hari berlalu, dan pertemuan di taman bunga menjadi rutinitas mereka. Mereka berbagi impian, tertawa bersama, dan menemukan kedekatan yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Taman bunga menjadi saksi bisu dari perlahan tumbuhnya perasaan di antara mereka.
Namun, suatu hari, Mia memberitahu Ryan bahwa ia harus pergi ke luar kota untuk pekerjaan. Mereka berdua merasa kehilangan, tetapi Mia berjanji akan kembali setelah beberapa bulan.
"Kita akan tetap terhubung melalui tulisan dan lukisan kita," kata Mia sambil tersenyum.
Mia pergi, meninggalkan taman bunga yang sepi. Namun, setiap hari, ia mengirim surat kepada Ryan, menceritakan pengalaman barunya dan merindukan pertemuan di taman bunga.
Ketika Mia kembali, taman bunga menyambutnya dengan bunga-bunga yang lebih indah. Ryan, dengan senyuman lebar, berdiri di sana menanti. Mereka kembali duduk di bangku yang sama, dan taman bunga kembali menyaksikan kisah pertemanan yang tumbuh menjadi lebih dari sekadar itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H