Mohon tunggu...
Rafif IbnuWidyadana
Rafif IbnuWidyadana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Darussalam Gontor

Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Darussalam Gontor

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Model Segitiga John Galtung dalam Resolusi Konflik ASEAN terhadap Sengketa Kuil Preah Vihear

29 September 2022   17:55 Diperbarui: 29 September 2022   18:05 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuil Preah Vihear, Sumber Gambar: teahub.io

Historis Sengketa Kamboja dan Thailand

Sengketa perbatasan antara Kamboja dan Thailand telah terjadi dua kali. Sengketa pertama terjadi pada tahun 1962 dan sengketa yang kedua terjadi pada awal tahun 2008. 

Sengketa antara Kamboja dan Thailand ini terjadi karena kedua negara saling menginginkan kepemilikan kuil Preah Vihear. Kuil Preah Vihear merupakan kuil umat beragama buddha yang terletak di atas bukit setinggi 525 meter di Pegunungan Dangrek wilayah Preah Vihear di Negara Kamboja. Kuil ini juga terletak di sepanjang wilayah Sisaket di bagian timur laut Negara Thailand.

Awal mula sebelum kuil ini menjadi sengketa kembali pada awal tahun 2008, Menteri Luar Negeri Thailand, Noppadon Pattama setuju ketika Kamboja mengusulkan candi tersebut ke UNESCO untuk menjadi Warisan Budaya Dunia. 

Thailand sejak lama punya dua permintaan, yaitu memasukkan kawasan candi yang dibangun pada abad ke-11 ke wilayah Thailand dan sebagai bagian dari permohonan untuk menjadi Warisan Budaya Dunia di UNESCO. Sebagai reaksi atas keputusan Noppadon tersebut, kemudian Noppadon dipaksa untuk mengundurkan diri oleh pemerintahan Thailand.

Oleh karena itu, disebabkan adanya kesalahan dalam pemahaman antara Kamboja dan Thailand tentang keputusan mahkamah internasional dan adanya konflik politik domestik inilah yang menyebabkan adanya konflik antara kedua negara tersebut. 

Pada tahun 1959 Negara Kamboja mengklaim bahwa kepemilikan kuil Preah Vihear masuk dalam kedaulatan Kamboja. Thailand sebagai negara yang berbatasan dengan kawasan kuil tersebut juga menginginkan kepemilikan kuil Preah Vihear. 

Hal itu memicu sengketa perbatasan untuk memperebutkan kawasan kuil tersebut bagi kedua negara. Sengketa tersebut kemudian diselesaikan oleh Mahkamah Internasional pada tahun 1962 yang memutuskan bahwa kawasan kuil Preah Vihear masuk kedalam kedaulatan Kamboja.

Model Analisis Segitiga Galtung

Seperti yang kita ketahui bahwasanya ada beberapa konseptualisasi konflik dengan beberapa model analsis. Penulis berusaha menganalisa sengketa internasional yang terjadi antara Kamboja dan Thailand menggunakan konsep analisis segitiga galtung yang dipopulerkan oleh John Galtung.

John Galtung mengatakan bahwa konflik dapat dilihat sebagai sebuah segitiga, dengan Kontradiksi (Contradiction =C), Sikap (Attitude = A), Perilaku (Behaviour = B) pada puncak-puncaknya (Galtung, 1990).

Kontradiksi merujuk pada dasar situasi konflik, termasuk “ketidakcocokan tujuan” yang ada atau dirasakan oleh pihak-pihak yang bertikai, yang disebabkan oleh “ketidakcocokan antara nilai sosial dan struktur sosial”. 

Dalam kasus diatas menunjukan bahwa kontradiksi yang terjadi antara kamboja dan thailand yakni terdapat perbedaan pemahaman terkait hasil dari keputusan mahkamah internasional dan ketidakadilan yang dirasakan oleh Thailand terhadap traktat hasil perjanjian antara kedua belah pihak.

Sikap adalah persepsi pihak-pihak yang berkonflik dan kesalahan persepsi antara mereka dan dalam diri mereka sendiri, dan merupakan persepsi tentang isu-isu tertentu yang berkaitan dengan kelompok lain. 

Jika menarik kesimpulan yang terjadi pada kasus diatas maka dapat dilihat bahwa sejalan dengan kontradiksi yang terjadi antara kamboja dan thailand akibat dari adanya perbedaan pemahaman dan politik domestik merupakan pembentuk sikap antara kedua belah pihak. 

Sikap yang diambil oleh Thailand cenderung stereotip terhadap kamboja dan sebaliknya. Akibat dari sikap yang diambil oleh kedua belah pihak menyebabkan adanya korban dalam perang atas klaim candi tersebut.

Perilaku yang merupakan kerjasama atau pemaksaan, gerak tangan atau tubuh yang menunjukkan persahabatan atau permusuhan. Perilaku konflik dengan kekerasan dicirikan oleh ancaman, pemaksaan, dan serangan yang merusak. 

Jelas bahwa perilaku dari kedua negara pada kasus diatas menunjukkan pertentangan yang menyebabkan konflik semakin tidak terelakkan. Kesimpulan yang dapat ditarik dari skema model analisis segitiga galtung oleh John Galtung memaparkan bahwa konflik yang hebat dapat terjadi bila adanya pertentangan antara ABC yakni Attitude, Sikap, Perilaku. Konflik yang terjadi antara kamboja dan thailand dapat menjadi bukti bahwa ketidakcocokan dapat menyebabkan konflik yang hebat.

Prosedur pernyelesaian sengketa pertama yang adalah dengan dilakukannya perundingan bilateral antara negara Kamboja dan Thailand. Negosiasi yang dilakukan kedua belah pihak apabila tidak kunjung membuahkan hasil yang baik pada proses guna mengakhiri perseteruan perbatasan kuil Preah Vihear, Maka diperlukannya proses penyelesaian yang dimana mulai melibatkan pihak ketiga. 

Melalui putusan berasal PBB yang menyatakan bahwa kedua negara wajib mengikuti proses penyelesaian melalui ASEAN maka perintah tadi harus ditaati kedua Negara tersebut. 

Pada konkurensi yang hanya melibatkan Negara anggota ASEAN, Pihak bersengketa mampu meminta koordinator ASEAN atau Sekretaris Jenderal ASEAN menjadi pihak ketiga untuk menyediakan tempat mediasi yang dilakukan dengan cara damai (Chandra, 2016).

Indonesia yang pada saat itu sebagai ketua ASEAN menyikapi konflik yang terjadi di anggota ASEAN dan bersedia sebagai pihak ketiga antara kedua negara tersebut. pada saat itu Indonesia bertindak sebagai perantara, dengan misinya untuk meredam perseteruan yang terjadi. 

Indonesia menggunakan metode asal shuttle diplomacy yang di bantu oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa melakukan proses mediasi dengan cara mengunjungi kedua belah pihak secara terpisah terlebih dahulu.

Aktualisasi peran ASEAN terhadap pertikaian ini sangat penting bagi konflik kedua negara tersebut, terbukti dengan peran ASEAN yang memberikan hak kepada Indonesia guna menengahi atau memediasi kedua belah pihak yang kemudian di sambut dengan baik. 

Sebagai negara yang penengah konflik antara Thailand dan Kamboja, Peran Indonesia adalah memfasilitasi berbagai pertemuan formal dan informal kedua negara tersebut secara ASEAN maupun bilateral serta trilateral, yaitu sebagai berikut:

  1. Indonesia mempertemukan Thailand dan Kamboja di Jakarta pada 22 Februari 2011 yang berupa pertemuan informal.
  2. Pertemuan formal melalui kerangka Join Border Committee (JBC) di Bogor pada April 2011.
  3. Pertemuan Trilateral disela-sela KTT ASEAN ke-18 di Jakarta.
  4. Pertemuan formal Menteri Luar Negeri ASEAN (AMM).

Putusan berasal ICJ di tahun 2013 juga meminta Thailand dan Kamboja wajib bekerja sama guna melindungi situs warisan dunia dari UNESCO, ke-2 negara wajib buat tidak melakukan tindakan yang disengaja dapat menghambat kuil Preah Vihear. 

Disamping itu, sesudah putusan ini dilimpahkan kepada kedua belah pihak, Kedua negara harus mematuhinya serta pemahaman atas daerah sekitar kuil Preah Vihear yang dituntut oleh pihak Thailand sudah terlihat kentara bahwa intepretasi ulang dari putusan ICJ membentuk kuil Preah Vihear beserta daerah sekitarnya bermakna masuk kedalam kedaulatan Kamboja serta Thailand harus menghormatinya.

Referensi

Adolf, H. (2004). Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Jakarta: Sinar Grafika.

Chandra, M. (2016). Upaya dan hambatan Indonesia sebagai ketua ASEAn meredakan ketegangan antara Kamboja dengan Thailand dalam konflik perebutan Kuil Preah Vihear”,.

Cipto, B. (2007). Hubungan Internasional di Asia Tenggara, Teropong Terhadap Dinamika, Realitas, dan Masa Depan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kelly, J. R. (2010). The new diplomacy: Evolution Of revolution Diplomacy & Statecraft . 286-305.

Sama, I. (2018). Konflik Thailand dan Kamboja terhadap sengketa Kuil Preah Vihear di Kamboja.

Shoffan , S. I. (2006). ASEAN Way Sebagai Managemen Konflik Negara-Negara Asia Tenggara. Tesis Program studi Ilmu Politik Konsentrasi studi Hubungan Internasional .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun