Krisis Pangan
Adaptasi terhadap lingkungan dan konstidusi menjadi hal yang sangat diragukan Ketika berbagai undang-undang, dan peraturan presiden, peraturan menteri maupu peraturan daerah yang tidak responsive terhadap masalah lingkungan yang muncul. Perbandingan sebuah fenomena konstitusi Indonesia asa dan realita apabila di bandingkan dengan kebijakan yang muncul berbanding terbalik dan bertentangan dengan konstitusi. Lubang bekas tambang batu bara di Kalimantan telah menjadi lubang tambang maut yang menelan nyawa ratusan anak-anak. Penambangan timah lepas pantai di Pulau Bangka yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara PT. Timah telah merusak ekosistem bawah laut di sekitar Pulau Bangka. Berbagai fenomena HGU dan perampasan lahan kerap terjadi di Indonesia.
Istilah Politik Lingkungan sendiri adalah politik mengenai pengelolaan sumber daya alam. Pemerintah harus mendesain kebijakan yang tepat di dalam menangani masalah lingkungan dan politik lingkungan menawarkan berbagai opsi dan alternatif yang dapat diambil dalam menangani pengelolaan sumber daya alam. Contoh kebijakan dalam politik lingkungan itu sendiri seperti Indonesia memiliki lahan gambut tropis terluas di dunia dan Kalimantan dan Sumatra memiliki lahan gambut terluas di Indonesia. Lahan gambut ini memiliki karakteristik unik karena sangat rentan terhadap kebakaran apabila lahan gambut menjadi kering. Lahan gambut merupakan senyawa organik yang tersusun dari dekomposisi material organik selama ratusan tahun. Lahan gambut harus dibiarkan dalam keadaan berari atau basah. Pada tahun 1995, Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan pertanian lahan gambut yang mengeringkan lahan gambut di Kalimantan dan Sumatera. Akademisi sudah mengingatkan Pemerintah bahwa pengeringan lahan gambut sangat berbahaya bagi lingkungan hidup. Akibatnya, lahan gambut menjadi rentan terbakar dan menjadi faktor utama kebakaran hebat di tahun 1997 dan 1998. Dalam hal ini, Pemerintah bertentangan dengan sikap dan kesepakatan akademisi terkait tata kelola gambut.
 Dekomodifikasi Sistem Pangan
Dengan pengambilalihan sistem pangan oleh korporasi dalam beberapa dekade terakhir, pangan telah terintegrasi ke dalam pasar global yang menyulitkan ketika membayangkan perannya di luar dari nilai komoditas. Komodifikasi sistem pangan selalu berperan dalam mensistematiskan akumulasi modal, eksploitasi tenaga kerja, dan ekstraksi sumber daya alam. Gerakan kedaulatan pangan menyerukan hak dan penentuan nasib sendiri bagi semua orang untuk merancang dan membentuk sistem pangan mereka. Inti dari kampanye ini terletak pada de-komodifikasi. Dekomodifikasi adalah pembebasan dari ketergantungan pasar dan pemulihan hak-hak sosial kelas pekerja. Hal ini penting dan merupakan konsekuensi alami dari upaya mewujudkan kedaulatan. Untuk benar-benar mendekomodifikasi sistem pangan, pertama-tama kita harus memahami proses-proses dalam sistem dominan yang memungkinkan komodifikasinya.
Sejak awal praktik pertanian tahun 8000 SM hingga beberapa abad terakhir, petani skala kecil di seluruh dunia secara kolektif menanam tanaman pangan dan menggembalakan ternak mereka di tanah milik umum. Hal ini berubah secara dramatis pada tahun 1700-an ketika parlemen Inggris memberlakukan Enclosure Acts, yang memungkinkan kaum elit kaya untuk memprivatisasi tanah milik umum. Enclosure Movement* menyebar dengan cepat ke seluruh Inggris Raya, dan akhirnya ke seluruh Eropa. Pada abad berikutnya, doktrin gerakan ini direplikasi dan diterapkan juga pada koloni-koloni di Dunia Mayoritas**, dalam bentuk hak milik pribadi dan undang-undang. Para elit membeli hampir semua tanah milik umum, dengan kekerasan menggusur jutaan petani skala kecil dari tanah mereka.
Enclosure memfasilitasi perluasan industrialisasi di seluruh dunia dalam dua cara utama: Pertama, masyarakat yang tanahnya dirampas, diserap oleh industri dan dipaksa bekerja dengan upah minimum. Kedua, industri mengambil kendali atas sebagian besar kepemilikan umum - yang sebelumnya dikelola oleh petani dan masyarakat adat - kemudian memberi akses bagi mereka mengekstraksi sumber daya tanpa batas. Dengan melenyapkan semua nilai-nilai yang berkaitan dengan tanah, enclosure mengasingkan masyarakat tidak hanya dari tanah tetapi juga dari budaya dan sarana penghidupan mereka sendiri. Begitu tanah diprivatisasi, mereka yang tidak memiliki tanah tidak lagi memegang kendali atas alat-alat produksi dan dipaksa untuk menukar tenaga mereka dengan upah, sementara kapitalis mengklaim keuntungannya. Dengan cara ini, keuntungan dihasilkan dari komodifikasi alam dan keterasingan tenaga kerja.
Enclosure mash berlangsung dan berkembang hingga saat ini. Sejak kebangkitan rezim pangan industri di tahun 1960-an dan neoliberalisasi paksa di Dunia Mayoritas, korporasi transnasional telah mengonsolidasikan kepentingan bersama dunia untuk menciptakan enclosure secara global. Sistem pangan telah mengalami pergeseran struktural, semakin menjauh dari fungsinya sebagai jaringan kehidupan yang didedikasikan untuk memberi makan orang-orang dengan pangan sebagai komoditas yang dirancang memberikan keuntungan bagi pemilik modal. Hal terpenting dalam pergeseran ini adalah finansialisasi* sistem pangan, yang telah memungkinkan pemegang saham dan korporasi untuk mengambil kendali melalui pasar keuangan dan spekulatif. Melalui komodifikasi, nilai sosial dan ekologis manusia, pangan, dan tanah secara sistematis terkikis dan digantikan dengan nilai pasar yang kurang dihargai.
Enclosure mash berlangsung dan berkembang hingga saat ini. Sejak kebangkitan rezim pangan industri di tahun 1960-an dan neoliberalisasi paksa di Dunia Mayoritas, korporasi transnasional telah mengonsolidasikan kepentingan bersama dunia untuk menciptakan enclosure secara global. Sistem pangan telah mengalami pergeseran struktural, semakin menjauh dari fungsinya sebagai jaringan kehidupan yang didedikasikan untuk memberi makan orang-orang dengan pangan sebagai komoditas yang dirancang memberikan keuntungan bagi pemilik modal. Hal terpenting dalam pergeseran ini adalah finansialisasi* sistem pangan, yang telah memungkinkan pemegang saham dan korporasi untuk mengambil kendali melalui pasar keuangan dan spekulatif. Melalui komodifikasi, nilai sosial dan ekologis manusia, pangan, dan tanah secara sistematis terkikis dan digantikan dengan nilai pasar yang kurang dihargai. Satu-satu nya acara untuk benar benar mendekomodifikasi pangan adalah dengan mendekomodikasi sistim itu sendiri.
Dalam beberapa dekade mendatang, penting bagi kita untuk mengambil dua langkah utama: Pertama, kita harus melakukan definansialisasi sistem pangan. Sebuah studi baru-baru ini yang dilakukan ole organisasi non-profit GRAIN mengungkap bahwa krisis pangan yang kita alami saat ini terjadi sama sekali bukan karena kekurangan pangan - tapi ini adalah hasil dari ketergantungan yang lama terhadap perdagangan global dan spekulasi keuangan. Untuk membangun kembali ketahanan sistem pangan, kita harus segera melarang pelaku keuangan tertentu untuk bertransaksi dan berspekulasi di bidang pangan. Kedua, kita harus mulai mengklaim dan menumbuhkan kembali dunia milik bersama. Kita dapat mengambil inspirasi dari gerakan-gerakan seperti Movimento dos Trabalhadores Rurais Sem Terra (MST), di mana para buruh dan petani tak bertanah di Brasil mengklaim kembali tanah-tanah tidak produktif yang dimiliki oleh para pemilik tanah skala besar. Setelah tanah ini diubah menjadi milk bersama, mereka membangun pemukiman, mulai bertani, membentuk koperasi petani, dan mendirikan fasilitas seperti infrastruktur, kredit, kesehatan, dan pendidikan.