Mohon tunggu...
Rafif Aryatha
Rafif Aryatha Mohon Tunggu... Seniman - Mahasiswa

Politics

Selanjutnya

Tutup

Politik

Harga Murah Hanyalah Ilusi

27 Oktober 2022   17:50 Diperbarui: 27 Oktober 2022   17:57 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemungkinan tentang adanya resesi global di tahun 2023 merupakan masalah yang dihadapi oleh berbagai negara, melihat pada prediksi bank dunia yang dalam laporannya berjudul "Is a Global Recession Imminent?" Prediksi tersebut, terasa semakin nyata dengan beberapa indikasi yang sudah mulai terjadi, seperti kenaikan suku bunga acuan secara agresif yang dilakukan bank sentral berbagai negara dalam upaya meredam laju inflasi. Indikasi lainnya yang sangat terlihat adalah negara mulai mengurangi produksi karena menurunnya permintaan global. Dan kemudian, menguatnya dollar Amerika Serikat (AS) terhadap hampir seluruh mata uang di dunia, fenomena yang biasa disebut ultradollar. Ancaman akan terjadinya resesi ekonomi global ini perlu disikapi oleh pemerintah dengan melakukan langkah antisipatif untuk terus mendorong kinerja perekonomian nasional. Walaupun kinerja perekonomian nasional saat ini cukup positif, namun jika resesi ekonomi global benar-benar terjadi maka Indonesia diyakini akan terkena dampaknya dan dapat menyeret Indonesia ke dalam "jurang" resesi ekonomi tersebut. Hal ini diperkuat oleh statement Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional IMF Kristalina Georgieva "ekonomi dunia pada 2023 akan gelap" hal tersebut dikarenakan adanya resiko resesi dan ketidak stabilan pasar keuangan, dan IMF juga menjelaskan bahwa prospek ekonomi global akan gelap gurita yang disebabkan oleh gunjangan pandemi covid-19, perang antara rusia dan ukraina, hingga bencana iklim di semua benua. Sebelum membahas tentang presiksi dalam tulisan ini perlu kita runut terlebih dahulu faktor pemicu dalam terjadinya resesi ekonomi global pada tahun 2023 mendatang.

Pandemi Covid-19

Pada masa pandemi berbagai perusahaan maupun pekerja diberhentikan secara total, otomatis aktivitas perekonomian dunia shut down perputaran uang semakin sedikit. Ekonomi bekerja dengan adanya perputaran uang. Simple nya perusahaan harus mempunyai margin dan uang untuk mengaji kariawan nya. Dan oleh para pekerja uang yang di dapat Ketika mempunyai gaji tersebut akan dibelanjakan melaluai berbagai komponen kehidupan seperti traveling, pembelian asset, investasi, berbelanja dan lain lain yang ujungnya akan berputar kepada bisnis (perusahaan). Namun akibat pandemi covid-19 perputaran uang akhirnya di stop, perusahaan tidak mendapatkan costumer, kariawan tidak dapat gaji dan tidak lagi mengeluarkan dana akibat pandemi.

America Cetak Uang

Negara di dunia saat pandemi tentu mereka ingin uang mereka berputar agar ekonomi tetap stabil. Amerika menjadi factor utama kegagalan perekonomian dunia saat ini, karena pada saat pandemi mereka mencetang uang sangat banyak, Program ini disebut Secondary Market Corporate Credit Facility (SMCCF). Tujuannya adalah menyuntikkan dana langsung ke sektor riil melalui pembelian obligasi korporasi. Seperti 'mencetak uang' tetapi dalam bentuk injeksi likuiditas langsung ke perekonomian, bukan sekadar mempengaruhi likuiditas di perbankan dengan mengutak-atik suku bunga atau Giro Wajib Minimum. Mengutip data The Fed, bank sentral pimpinan Ketua Jerome 'Jay' Powell tersebut menaikkan kepemilikan obligasi korporasi sebanyak US$ 1,68 miliar (sekira Rp 23,95 triliun dengan kurs saat ini) menjadi US$ 8,71 miliar (Rp 124,16 triliun).

Inflasi & Tightening

Konsep dasar inflasi adalah peredaran uang yang semakin banyak dan harga -- harga kebutuhan dasar naik. Lebih dari 90% negara emerging (termasuk indonesia) mengalami inflasi pangan diatas 5%. Dengan beredarnya uang di masyarakat yang banyak di berbagai negara yang awalnya diberikan untuk bantuan masyarakat dan berharap uang tersebut bisa berputar, hal tersebut berdampak buruk bagi perekonomian. Maka berbagai negara menyadari bahwa harga -- harga harus diturunkan. Negara menaikan sukubunga agar perekonomian tetap stabil dan uang yang beredar tidak terlalu banyak, hal ini dalam ekonomi disebut sebagai Tightening. 'Jay' Powell pimpinan the fed mengatakan "suku bunga tidak akan berhenti naik sekarang, dan pelan -- pelan harus naik dalam beberapa tahun kedepan".

Startup Crash

Salah satu contoh fenomena turunnya start up yaitu Softbank yakni perusahaan besar yang bergerak di bidang pita lebar, telekomunikasi jaringan tetap, e-commerce, teknologi informasi, keuangan, media, pemasaran, dsb. Kenaikan suku bunga membuat high risk asset menjadi turun derastis dikarenakan cicilan semakin tinggi membuat pembeli enggan untuk mengeluarkan uangnya untuk kebutuhan tinggi. Start up besar mulai mem PHK kariawan, tidak bisa fund risk, dan beberapa terancam bangkrut. Di pertegas oleh pendapat pak jokowi di Indonesia "80 dan 90 persen start up gagal merintis".

Perang Russia & Ukraina

Meskipun dalam kaca mata masyarakat umum terlihat perang tersebut hanya melibatkan dua negara saja Russia dan Ukraina, ternyata mempunyai dampak besar bagi global politik dan ekonomi politik. Russia sempat terkena embargo, mata uang russia pun turun. Russia adalah penyuplai minyak terbesar di dunia, hampir semua negara di dunia bergantung pada negara yang di pimpin oleh Vladimir Putin, tak hanya itu hampir semua negara di dunia juga itu bergantung pada minyak sebagai bahan listriknya. Dampak yang paling terasa akibat fenomena ini adalah di United Kingdom dan German.

Kerjasama di sektor energi termasuk prioritas utama hubungan Rusia-Uni Eropa. Rusia adalah eksportir gas terbesar di dunia dan bersaing dengan Arab Saudi dan Amerika Serikat sebagai penghasil dan pengekspor minyak terbesar. Uni Eropa adalah konsumen utama sumber energi Rusia. UE dan Rusia bersama mempertahankan minat untuk meningkatkan kerjasama energi yang saling menguntungkan yang akan berkontribusi dalam memperkuat keamanan energi kedua belah pihak, menetapkan peraturan yang adil untuk memfungsikan pasar energi dan prediktabilitas pasar yang lebih besar. Komponen terpenting dari kerja sama Rusia-UE di bidang ini adalah menciptakan kondisi pasokan energi tak terputus ke pasar UE. Untuk tujuan ini, sebuah Memorandum tentang Mekanisme Peringatan Dini ditandatangani pada tahun 2009 di KTT Rusia-Uni Eropa di Stockholm yang menetapkan modalitas kerja bersama mengenai pencegahan krisis dan manajemen krisis di bidang pasokan energi dengan partisipasi negara- negara transit.

Krisis Energi dan Pangan

Eropa masih bergantung keras dengan Russia untuk sumber energi mereka. Pangan menjadi bahan utama manusia untuk menyambung kehidupan, hampir setiap hari manusia makan. Dengan adanya perang tersebut eropa kian hari kian buruk. Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh Bank Dunia berdampak secara luasdi berbagai negara. Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2022 untuk Zona Eropa mengalami revisi ke bawah sebanyak 1,7 pp, dari 4,2 persen menjadi 2,5 persen. Hal ini terjadi karenasaat ini Eropa menjadi episentrum konflik geopolitik. Bukan suatu kebetulan jika krisis finansial terjadi bersamaan dengan krisis energi dan krisis pangan. Subprime mortgage crisis yang berpusat pada pasar finansial Amerika Serikat (AS) telah diikuti dengan tingginya harga minyak mentah dunia, yang dalam waktu bersamaan, diiringi juga dengan tingginya harga pangan. Gejolak di pasar finansial telah mendorong spekulasi di pasar komoditas energi. Semakin tingginya harga energi mengakibatkan terjadinya pergeseran penggunaan bahan pangan utama sebagai energi alternatif. Kebutuhan yang sangat besar untuk energi alternatif, menyebabkan ekspektasi produksi pangan menjadi suram. Jika petani lebih senang menanam jagung, kelapa sawit, dan berbagai bahan baku energi alternatif, maka bisa dipastikan lahan yang tersedia untuk menanam padi akan berkurang.

Apa Yang Harus di Lakukan Untuk Menyambut 2023

Kenaikan barang secara mendadak akan lumrah terjadi apabila krisis ekonomi, berbagai kebijakan dan stimulus dilakukan oleh Indonesia dalam rangka menangkal kondisi ekonomi global yang diakibatkan oleh virus Corona. Pergerakan nilai tukar dan harga minyak yang terkontraksi terus menerus mengharuskan pemerintah segera mengambil kebijakan. Diantaranya memberikan kebijakan suku bunga dan diskon harga tiket pesawat agar masyarakat tetap tertarik untuk melakukan kunjungan wisata ke beberapa kota destinasi wisata. Variasi stimulus untuk mengurangi tekanan yang dialami dan volatilitas yang tinggi di pasar saham tanah air, otoritas bursa akhirnya memutuskan untuk menghentikan transaksi short selling di tengah kondisi kepanikan seperti sekarang ini. Terkait apakah ekonomi RI dan pasar keuangan domestik bisa selamat atau tidak tentu harus melihat banyak faktor seperti sampai kapan wabah ini akan menjangkiti dunia, seperti apa langkah atau respons serta koordinasi negara-negara di dunia dalam melawan virus corona baik dari segi sistem kesehatan hingga stimulus fiskal maupun moneter.

Menurut Adam Smith dalam teori politik klasik pun menyebutkan bahwa asas pengaturan kehidupan perekonomian didasarkan mekanisme pasar, maka dengan adanya krisis ini mekanisme pasar harus di revisi seperti di Indonesia orang menengah keatas seharusnya di wajibkan membeli kepada UMKM agar roda stimulus perekonomian di indonesia tidak jatuh mengukuti global ekonomi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun