Mohon tunggu...
Rafif Ahmad Fadilah
Rafif Ahmad Fadilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam

Saya memiliki hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Penyesalan yang Menghantuiku

27 September 2024   11:39 Diperbarui: 27 September 2024   11:45 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ilustrasi waktu. Sumber: Thomas Bormans/Unsplash)

Di sebuah malam yang kala itu sedang hujan, sedang duduk seorang pria berusia sekitar 30 tahun yang sedang mengerjakan projek dalam pekerjaannya. Pria itu memiliki wajah yang tampan, kulit putih dan juga seorang yang sukses. Kesuksesannya ini ia hasilkan atas kerja kerasnya selama ini, ia telah merasakan pahitnya dunia pekerjaan dan betapa jahatnya dunia. Menjadi seorang yang sukses saat ini, tidak membuatnya merasa sempurna karena ada hal yang masih ada yang mengganggu pikirannya sampai kini. 

Penyesalan di masa lalu. 

Mungkin itu lah yang tengah ia rasakan saat ini, memang kesalahan kita di masa lalu tidak dapat kita hindari. Dan itu menimbulkan penyesalan di masa depan. Kesalahannya di masa lalu menghantui kehidupannya, terutama kesalahan dalam hubungannya dengan kerabat dekat dan keluarga. 

Baca juga: Ilmu Itu Penting

Dalam hidupnya, ia sering merenungi kesalahan-kesalahannya kala itu, tentang betapa buruknya ia mengambil keputusan dalam hidupnya. Hanya itu yang ia bisa lakukan sebagai bentuk ekspresi atas perasaan dan pikirannya. 

Waktu menunjukkan pukul 21:00 WIB, ia sedang mengemas barang-barang yang tidak terpakai untuk ia sumbangkan kepada beberapa teman-temannya. Tiba-tiba ia melihat sebuah arloji tua berwarna emas, ia merasa aneh karena sebelumnya tidak pernah membeli atau mendapatkan benda itu. 

(Ilustrasi arloji tua. Sumber: Photo nic/Unsplash)
(Ilustrasi arloji tua. Sumber: Photo nic/Unsplash)

"Sejak kapan gue punya jam tua kaya gini?" ucapnya sambil kebingungan.

Baca juga: Mengejar Cahaya

Ketika ia memperhatikan jarum jam itu, tiba-tiba berputar dengan cepat dan ia merasa kebingungan. Sesaat muncul cahaya kilatan putih yang menyilaukan matanya dan ia langsung tak sadarkan diri. dug. 

Beberapa saat kemudian ia sadarkan diri dalam keadaan bingung dan ia masih memegang arloji tua itu. Ia masih memikirkan apa yang baru saja terjadi. 

"Apa yang terjadi barusan, ya?" ucapnya. 

Ia berdiri dan melihat ke arah cermin, dan ada yang aneh dengan wajah dan tubuhnya. Ia seperti melihat dirinya di usia remaja tepatnya 17 tahun. 

"Loh, apa yang terjadi sama gue? tanyanya sambil memegang wajahnya. Ia mencoba untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi, ia sadar bahwa kini ia telah kembali ke masa lalu. 

Ada sebuah suara yang memanggilnya dari luar kamar. 

"Rakaa, makan malam yuk" panggil wanita itu yang sudah menunggunya di depan pintu kamar. 

Raka merasa tidak asing dengan suara itu, ia pun membuka pintu kamarnya. Seketika matanya berbinar saat melihat wanita itu.

"Ibu?"ucapnya dengan terkejut.

Ia langsung memeluk ibunya, karena ia tahu bahwa di masa depan ibunya telah meninggal sehingga ia merasa sangat terkejut dengan pertemuannya dengan ibunya saat ini. 

Raka sungguh menyayangi ibunya namun ia teringat betapa nakalnya ia kala remaja.

"Loh, kamu kenapa? kok tumben tiba-tiba memeluk ibu? ucapnya sambil heran dengan perilaku Raka. 

"Hmm gapapa bu, kan kangen aja" jawabnya dengan ragu. Ibunya hanya mengangguk pelan dari jawaban Raka. 

Keduanya pun bersama-sama menuju ruang makan. 

Raka merasakan hal yang jarang ia rasakan sebelumnya, bisa merasakan makan bersama mendiang ibunya adalah sesuatu yang benar-benar berharga. Ia menikmati saat-saat itu bersama Ibunya, terlihat dari bagaimana ekspresi keduanya di meja makan. Ia sadar seharusnya saat Ibunya masih hidup, momen seperti ini seharusnya sering ia lakukan. Namun, kala itu ia jarang melakukan nya karena betapa seringnya ia dahulu mengecewakan Ibu nya dengan perbuatannya.

Setelah momen hangat itu, ia teringat bahwa dirinya dahulu sering menyakiti perasaan Ibunya dan ia ingin meminta maaf dan menyesal telah berbuat seperti  itu dahulu. 

Tapi sering kali kejadian memang tidak sesuai dengan harapan. 

Arloji yang masih ia pegang saat ini, tiba-tiba berbunyi, "tik,tik,tik" dan cahaya kilat putih itu kembali muncul dan menyilaukan matanya. Sesaat itu ia terbangun dalam keadaan kembali ke usianya saat 30 tahun. Ia kembali ke masa depan. 

"Apakah aku sudah kembali ke masa depan?" ungkapnya. Ia buru-buru melihat ke arah cermin dan benar saja ia kembali ke dirinya semula. 

Seketika ia sadar bahwa kejadian itu mengingatkan dirinya untuk berhenti menyesali masa lalu. Sekira dirinya dahulu telah melakukan sebuah kesalahan tetap saja itu adalah sesuatu yang pernah terjadi dan tidak akan pernah berubah. 

Ada hal yang telah ia sadar dari kejadian ini, bahwa penyesalan atas masa lalu merupakan sesuatu yang tidak baik. Maka dari itu, ia berpikir untuk fokus dan bersyukur atas setiap waktu yang sekarang sedang ia jalani. Kini ia mendapatkan ketenangan atas masalah yang pernah ia lakukan dahulu. 

Arloji tua itu berdetak sesuai waktu ia masa kini, dan menunjukkan bahwa takdir akan tetap berjalan sesuai waktunya. Momennya bersama Ibu nya saat itu, adalah pelajaran bahwa kapanpun masanya ia harus menikmatinya dan jangan biarkan masa lalu mengganggu kehidupannya di masa kini. Ia sadar bahwa:

"penyesalan terbesar bukanlah tentang apa yang sudah terjadi, tetapi membiarkan masa lalu berlalu dan fokus pada masa kini agar hidupnya jauh lebih bermakna".   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun