Mohon tunggu...
Rafif Ahmad Fadilah
Rafif Ahmad Fadilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam

Saya memiliki hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Chat Mu

8 Februari 2024   06:34 Diperbarui: 8 Februari 2024   07:16 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Layar ponsel menampilkan deretan huruf hijau yang berkedip-kedip. "Hai? Masih bangun?" pesan itu masuk pukul 12.17 dini hari. Nama pengirimnya, Mu. Aneh, tidak ada nama Mu di daftar kontakku. Jempolku ragu-ragu, haruskah membalas?

"Maaf, siapa ini?" ketikku akhirnya, penasaran menggelitik.

Balasan datang cepat, "Mu. Teman baru kamu. :)"

Baca juga: Genggaman Tangan

Teman baru? Aku mengerutkan kening. Tidak ada kenalan baru akhir-akhir ini, apalagi yang tahu jam tidurku. Keingintahuan mengalahkan kekhawatiran.

"Kenal dimana?"

"Lewat mimpi," katanya, diikuti emoji senyum nakal.

Baca juga: Bertemu Denganmu

Mimpi? Ini semakin aneh. Tapi ada sesuatu dalam cara Mu berpesan yang membuatku tidak ingin mengakhiri percakapan.

Kami berbincang hingga fajar menyingsing. Mu bercerita tentang hal-hal yang tidak masuk akal tapi terasa nyata, tentang dunia di balik mimpi, tentang kemampuannya berpindah dari satu mimpi ke mimpi lainnya. Aku terhanyut oleh imajinasinya yang liar, meski tetap skeptis.

Hari-hari berikutnya, pesan dari Mu menjadi rutinitas. Tidak setiap malam, tapi kehadirannya selalu mengejutkan dan menyenangkan. Dia mengajakku berpetualang dalam mimpinya, menari di bawah aurora borealis yang terlukis di langit malam, terbang bebas di antara awan kapas raksasa.

Baca juga: Surat Pertama

Aku mulai merindukan pesan-pesannya. Dia menjadi pelarian dari realitas hidupku yang monoton. Namun, seiring berjalannya waktu, kurasakan ada yang janggal. Mu banyak tahu tentangku, detail-detail kecil yang bahkan aku sendiri lupa. Ketakutan mulai menyusup.

Suatu malam, aku bertanya langsung, "Mu, siapa kamu sebenarnya?"

Dia terdiam lama. "...Seseorang yang peduli padamu."

Jawaban itu tidak menghilangkan gelisahku. Keputusanku bulat.

"Ini terakhir kalinya kita ngobrol, Mu. Aku tidak nyaman dengan ini."

Pesan balasan tidak muncul. Keheningan. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, tidak ada lagi pesan dari Mu. Aku lega sekaligus hampa.

Suatu malam, aku bermimpi. Berada di padang rumput luas, di bawah langit penuh bintang. Lelaki asing berdiri di kejauhan, tersenyum hangat. Wajahnya samar, tapi ada aura familier yang menusuk jantung.

"Kamu nyata?" tanyaku, suara bergetar.

Dia mengangguk pelan. "Selalu nyata, dalam mimpimu dan di hatimu."

Figur itu perlahan menghilang, meninggalkan jejak sebaris pesan di udara: "Maafkan aku. Sampai bertemu lagi, di dunia nyata."

Aku terbangun dengan air mata di pipi. Mu, nyata atau tidak, telah memberiku pengalaman yang tak terlupakan. Dan mungkin, suatu hari nanti, kami akan bertemu di dunia nyata, bukan hanya dalam mimpi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun