Mohon tunggu...
Rafif Ahmad Fadilah
Rafif Ahmad Fadilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam

Saya memiliki hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jika Memang Ini Akhirnya

7 Februari 2024   10:21 Diperbarui: 7 Februari 2024   10:30 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hujan November turun dengan murung, seolah berkabung untuk perpisahan yang akan terjadi. Aku berdiri di ambang pintu, menatap punggung tegap Bara yang kian jauh menyusuri jalanan berbatu. Tas ranselnya tampak semakin berat, tak hanya muatan barang, tapi juga beban kenangan enam tahun kebersamaan kami.

Bara, pacarku, sahabatku, kini menjadi orang asing yang akan pergi mengejar mimpi di negeri seberang. Keputusan yang kami sepakati, namun hatiku tak kunjung bisa ikhlas.

"Hujan deras, kamu di depan terus," suara lembut Mama menghentikan lamunanku. Beliau mengulurkan selendang, senyumnya meski dipaksakan tetap hangat. "Peluk dia sebelum dia hilang di tikungan."

Aku mengangguk, melangkah lunglai mendekati Bara yang berhenti saat melihatku. Hujan membasahi wajah kami, tak mampu membendung air mata yang mengalir di pipiku. Pelukan kami erat, diselingi isakan tertahan dan bisikan doa yang tak berani terucap.

"Janji kamu nggak lupa sama aku, ya?" suaraku parau.

Bara terkekeh, meski matanya berkaca-kaca. "Lupa sama ingatan manis di pohon beringin belakang sekolah? Lupa sama janji kita buat album foto masa muda? Ngga mungkinlah, Ra."

Kami berpegangan tangan, tatapan tak ingin lepas. Bara menyelipkan helaian rambutku yang basah di belakang telinga, gestur yang biasa dia lakukan dan kini terasa amat menyayat.

"Kalau memang ini akhirnya, Ra, anggap saja ini jeda," ujarnya lirih. "Kita tetap punya masa depan, entah kapan dan seperti apa bentuknya."

"Jangan ngomong 'kalau'," sergahku cepat. "Kamu harus janji balik ke sini."

Bara tersenyum lagi, lembut dan penuh harap. "Pasti. Aku bakal balik kalau kamu masih nungguin aku."

Mobil yang akan membawa Bara menjauh sudah menunggu di ujung jalan. Dia mengulur tangan, mengajakku ikut bersamanya. Aku tahu, kesempatan ini takkan terulang. Tapi kakiku berat melangkah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun