"Terima kasih," ujarku. "Aku tidak sabar untuk membacanya."
Kami menghabiskan sore itu dengan berbincang tentang berbagai hal. Rani selalu tahu cara membuatku tertawa dan melupakan semua masalahku. Aku merasa sangat beruntung memilikinya sebagai sahabat.
Hari-hari berikutnya terasa hampa tanpa Rani. Dia harus pindah ke luar kota bersama keluarganya. Aku sedih sekali harus berpisah dengannya.
"Aku akan merindukanmu," kataku saat kami berpelukan di bandara.
"Aku juga," kata Rani dengan berlinang air mata. "Tapi kita akan selalu menjadi sahabat, kan?"
"Tentu saja," ujarku. "Kita akan selalu terhubung, tidak peduli jarak yang memisahkan kita."
Rani pergi, meninggalkan lubang besar di hatiku. Tapi aku tahu bahwa persahabatan kami tidak akan pernah pudar. Dia adalah sahabatku yang tak tergantikan.
Beberapa bulan kemudian, Rani kembali ke kota. Kami bertemu kembali di taman kecil di bawah pohon rindang. Rasanya seperti tidak ada yang berubah. Kami berpelukan erat dan berbagi cerita tentang apa yang telah kami lalui selama berpisah.
Persahabatan kami semakin kuat seiring waktu. Kami selalu ada untuk satu sama lain, melalui suka dan duka. Rani adalah sahabatku yang tak tergantikan. Dia adalah orang yang selalu aku percaya dan selalu ada untukku.
Aku sangat bersyukur memiliki Rani dalam hidupku. Dia adalah sahabat terbaik yang pernah aku miliki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H