Mohon tunggu...
Muhammad Rafi Al Rasyid
Muhammad Rafi Al Rasyid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Management at Airlangga University

Saya suka bola

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Fenomena Joki Masuk Perguruan Tinggi Negeri, Jalan Pintas atau Jerat Masalah

8 Januari 2025   22:50 Diperbarui: 8 Januari 2025   22:27 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masuk ke perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia merupakan impian besar bagi sebagian besar siswa SMA di tahun terakhir mereka. Namun, perjalanan untuk mencapainya tidaklah mudah. Para siswa mempersiapkan diri sejak awal masa sekolah dengan berbagai cara, seperti berusaha meningkatkan hasil akademik di tiap semester dan mengikuti berbagai program bimbingan belajar. Tak jarang, mereka menginvestasikan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit untuk mengikuti les tambahan demi meningkatkan peluang untuk lolos. Persaingan yang ketat membuat persiapan ini menjadi kebutuhan utama bagi mereka yang bercita-cita melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi negeri favorit.

Persaingan dalam seleksi masuk perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia sangat ketat, terutama di kampus-kampus favorit seperti Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Setiap tahun, jutaan siswa berlomba-lomba memperebutkan kursi di berbagai program studi, sementara kuota penerimaan yang tersedia sangat terbatas. Misalnya, jalur SNBP (Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi) dan SNBT (Seleksi Nasional Berdasarkan Tes) sering kali hanya dapat menampung sebagian kecil dari total pendaftar. Hal ini menciptakan tekanan besar bagi siswa untuk bersaing menunjukkan kemampuan terbaik mereka. Selain jumlah pendaftar yang besar, persaingan juga diperketat dengan standar penilaian yang tinggi. Untuk jalur SNBP, siswa harus memiliki rapor dengan nilai konsisten tinggi sejak semester awal. Sementara itu, pada jalur SNBT, siswa menghadapi ujian berbasis komputer yang menguji kemampuan akademik dan pemecahan masalah secara mendalam.

Lebih dari itu, program studi yang populer seperti Kedokteran, Teknik, dan Manajemen sering kali menjadi incaran ribuan calon mahasiswa, meskipun daya tampungnya sangat kecil. Faktor ini memicu persaingan tambahan, tidak hanya di antara siswa satu sekolah tetapi juga dengan seluruh peserta di tingkat nasional. Dalam situasi seperti ini, hanya siswa yang memiliki persiapan matang, strategi belajar yang efektif, dan kemampuan mengelola tekanan yang mampu bertahan dan meraih hasil terbaik. Namun, di tengah persaingan yang sangat ketat ini, muncul fenomena joki masuk perguruan tinggi negeri (PTN) yang menjadi celah bagi sebagian orang untuk mencoba jalan pintas. Joki masuk PTN adalah praktik curang di mana seseorang, biasanya dengan kemampuan akademik tinggi, dibayar untuk menggantikan atau membantu peserta seleksi agar lolos ke perguruan tinggi negeri (PTN).

Motif utama di balik praktik joki masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) biasanya berakar pada tekanan sosial, ambisi pribadi, dan kebutuhan ekonomi. Bagi sebagian orang tua, memastikan anak mereka diterima di perguruan tinggi negeri (PTN) bergengsi menjadi semacam simbol status sosial yang harus dicapai, terlepas dari kemampuan akademik anak tersebut. Sementara itu, bagi calon mahasiswa yang merasa kurang percaya diri dengan kemampuannya, menggunakan jasa joki dianggap sebagai solusi instan untuk melewati seleksi yang sangat kompetitif. Di sisi lain, para pelaku joki sering kali termotivasi oleh keuntungan finansial yang tidak kecil, mengingat biaya jasa mereka bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah. Fenomena ini mencerminkan dilema moral dan ketimpangan dalam sistem pendidikan, di mana prestasi akademik seharusnya menjadi penentu utama keberhasilan, tetapi malah terdistorsi oleh faktor uang dan koneksi.

Salah satu contoh kasus yang sempat mencuat ke publik adalah penggunaan alat berteknologi canggih untuk membantu peserta ujian. Dalam beberapa kasus, joki menggunakan perangkat komunikasi tersembunyi, seperti earphone kecil atau kamera mini, untuk memberikan jawaban kepada peserta ujian secara real-time. Ada juga laporan tentang individu yang sepenuhnya menggantikan peserta dengan memalsukan identitas saat ujian berlangsung. Ketika praktik ini terungkap, sanksi berat menanti para pelakunya. Peserta yang terbukti menggunakan jasa joki biasanya akan didiskualifikasi dari seleksi masuk perguruan tinggi negeri (PTN), bahkan dicabut status kelulusannya jika sudah diterima. Sementara itu, joki dan pihak-pihak yang terlibat dalam praktik ini dapat menghadapi tuntutan hukum, termasuk pidana penipuan dan pelanggaran undang-undang. Kasus-kasus semacam ini menjadi pengingat penting bahwa jalan pintas dalam pendidikan tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga mencederai nilai-nilai keadilan dan integritas akademik.

Upaya memberantas praktik joki masuk perguruan tinggi negeri (PTN) harus dilakukan melalui pendekatan yang menyeluruh, mencakup peningkatan pengawasan teknis, penerapan sanksi hukum yang tegas bagi pelaku, serta edukasi tentang pentingnya nilai-nilai kejujuran dan integritas di dunia pendidikan. Selain itu, perlu adanya reformasi sistem seleksi yang lebih transparan dan inovatif untuk meminimalkan celah yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dengan kerja sama antara pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat, praktik tidak etis seperti ini dapat diminimalisir, sehingga tercipta ekosistem pendidikan yang adil, kredibel, dan bermartabat bagi generasi mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun