Mohon tunggu...
Rafi Faizal Rohman
Rafi Faizal Rohman Mohon Tunggu... Buruh - Kelabu menghina kalbu

manusia yang serba kekurangan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kritik Novel "Saman" dalam Kajian Sosiologi dan Hegemoni serta Realitas

17 Juli 2021   12:17 Diperbarui: 17 Juli 2021   13:23 1119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Petani di Sei Kumbang dianggap oleh PTP Perseroan yang mengelola perkebunan karet berhutang benih, pupuk dan pembukaan lahan transmigrasi yang ditanggung oleh PTP. Sebagai angsuran hutang lima sampai sembilan juta, dengan begitu penduduk wajib menjual hasil perkebunan kepada PTP. Bersamaan dengan ini meningkat pula pembayaran tunai dari tuan tanah kepada petani yang menyebabkan pergantian pembayaran dari bentuk barang kepada pembayaran tunai. Dengan demikian, hal tersebut dapat meningkatkan tingkat pembayaran secara umum. Sementara itu, petani hanya sanggup membayar tunai dengan cara menjual hasil produksinya. Hal tersebut sudah pasti membebani penduduk transmigrasi Sei Kumbang sehingga banyak penduduk tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan pokok mereka.

“ia tahu bahwa petani  di transmigrasi PIR Sei Kumbang ini berutang benih, pupuk dan pembukaan lahan yang semula ditanggung oleh PTP. Lima sampai sembilan juta rupiah, untuk dicicil dua puluh lima tahun. Karena itu, setiap kali mereka menjual lateks ke perseroan pembayaran dipotong tiga puluh persen untuk mengangsur utang” (Saman, halaman 81).

Kutipan novel di atas menunjukkan hegemoni yang ditanamkan pemerintah dengan memberikan benih dan pupuk. Salah satu cara untuk mencapai hegemoni, dengan menyebarkan ideologi (Faruk, 2003: 74).

Sistem kapitalisme yang dikuasai kaum borjuis semakin bersemangat menghapuskan keadaan terpencar – pencar dari penduduk, dari alat – alat produksi, dan dari milik penguasa tersebut telah menimbun penduduk, memusatkan alat – alat produksi, dan mengonsentrasi milik  ke dalam tangan. Akibat dari hal tersebut adalah pemusatan politik. Sebagai gantinya datanglah persaingan bebas, disertai oleh susunan sosial dan politik yang diselenggarakan dengannya oleh kekuasaan ekonomi dan politik dari kelas borjuis. PTP sebagai persero yang berwenang di Sei Kumbang terus merugi akhirnya PTP menyerahkan ke perusahaan lain, yaitu PT Anugerah Lahan Makmur  yang akan mengubah dusun Sei Kumbang menjadi perkebunan kelapa sawit. Namun rencana ini ditolak oleh penduduk desa, lebih – lebih Saman yang menganggap lahan ini milik penduduk dan perkebunan karet dibuka untuk petani bukan perusahaan.

“Kami melihat bahwa dusun ini (Sei Kumbang) saja yang belum patuh untuk menanda tangani kesepakatan dengan perusahaan.” (Saman, halaman 92)

Pada kutipan di atas memaparkan bahwa perusahaan sudah berhasil menaklukan semua dusun selain Sei Kumbang. Dalam beberapa paragraf pada buku Prison Notebooks Gramsci (via Simon: 103) mengatakan bahwa masyarakat sipil merupakan masyarakat etika atau moral yang di dalamnya hegemoni kelas dominan dibangun melalui mekanisme perjuangan politik dan ideologis.

Pemaparan konflik sosial dan politik yang terjadi pada penduduk Sei Kumbang mengenai sebelum berada atau memutuskan menjadi transmigran di perkampungan tersebut, mereka berharap agar kehidupan mereka lebih baik daripada di tempat asalnya. Namun kenyataan tak seindah yang dibayangkan. Awal dari pembukaan lahan mereka telah menanggung hutang yang tak pernah mereka bisa bayar terhadap perusahaan yang memberi. Tanah dan perkebunan mereka yang seharusnya dapat dimanfaatkan dan menjadi sumber penghidupan di monopoli oleh perseroan yang telah menghutangi mereka. Di sini, dapat dilihat betapa miskin dan keterbelakangannya penduduk di Sei Kumpang. Hal ini terbukti pada listrik belum masuk dusun mereka, padahal jarak dusun ke Prabumulih yang merupakan kota minyak hanya berjarak tujuh kilometer.

Kesimpulan

Konflik yang terdapat dalam novel Saman merupakan pertentangan antara penduduk transmigran Sei Kumbang sebagai buruh perkebunan karet yang tertekan akan kondisi ekonomi akibat hutang dan monopoli perdagangan karet. Perjuangan hidup penduduk dusun Sei Kumbang dalam memperjuangkan haknya. Juga memberontak pada tatanan masyarakat yang cacat. Tokoh Saman merupakan seorang yang Aktivis yang berpedar pada kemasyarakatan Sei Kumbang. pihak penguasa semakin mendesak penduduk Sei Kumbang, jalan satu - satunya yang harus ditempuh adalah memberontak. novel Saman adalah mimetik dari pada masa rezim Orde Baru dimana masa tidak mengenal hak asasi manusia. darah masyarakat adalah pelepas dahaga penguasa yang otoritarian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun