Mohon tunggu...
Rafi Ramzi
Rafi Ramzi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Padjadjarsn

Perkenalkan saya Rafi Ramzi, seorang mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran. Saya senang menulis artikel yang bertema kesehatan dan sejarah. Selain itu, saya juga suka menulis artikel dengan tema kebudayaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hangatnya Tuak dalam Harmoni Kehidupan Masyarakat Sumatra Utara

22 Juni 2024   12:30 Diperbarui: 23 Juni 2024   16:06 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses pengambilan nira dari tangkai tandan bunga yang sudah dipotong. (Antara news.com)

Nira tidak keluar begitu saja dari tangkai tandan bunga pohon aren meskipun tangkainya sudah dipotong. Masyarakat Tapanuli memiliki metode yang unik untuk membuat nira mengalir deras dari tangkai pohon aren yang telah dipotong. Sebelum memotong tangkai aren, bagian tangkai pohon sampai tandan bunga dipukul menggunakan kayu dengan bobot 1 kg agar air nira dapat keluar dengan lancar. Setelah dipukul, tandan bunga aren diayun-ayun selama 30 menit. Proses ini memakan waktu yang panjang, bahkan bisa sampai 6 bulan lamanya.

Pemukulan tangkai ini dilakukan sebanyak dua kali dalam seminggu hanya pada minggu pertama saja. Saat memasuki minggu kedua sampai minggu selanjutnya, pemukulan tangkai hanya dilakukan sekali dalam seminggu. Pemukulan tangkai ini terus dilakukan sampai tandan bunga aren mulai berguguran.

Proses pengumpulan nira. (Tribunnews.com)
Proses pengumpulan nira. (Tribunnews.com)
Setelah tandan bunga aren berguguran barulah tangkai tandan bunga aren dipotong. Selanjutnya, bagian tangkai yang telah dipotong diberi wadah untuk menampung nira yang keluar. Masyarakat Batak menampung nira menggunakan wadah yang diisi kulit kayu raru untuk proses fermentasi nira yang akan menjadi tuak dengan kandungan alkohol. Selain digunakan untuk fermentasi, kulit kayu raru juga memiliki peranan penting dalam memberikan cita rasa dan aroma tuak yang khas.

Kulit kayu raru. (acehtrend.com)
Kulit kayu raru. (acehtrend.com)

Proses pengumpulan nira merupakan gerbang awal dalam proses pembuatan tuak. Nira yang sudah terkumpul dalam wadah kemudian ditampung ke dalam bak tuak lalu disimpan selama satu malam agar dapat berfermentasi dengan sempurna. Lantas, bagaimanakah ciri-ciri nira yang sudah terfermentasi secara sempurna?

Nira yang sudah terfermentasi biasanya akan berwarna putih kekuningan, berbusa hingga mengeluarkan gas, dan mengeluarkan aroma asam yang khas. Setelah disimpan selama satu hari, tuak sudah siap untuk dihidangkan. Sebagian besar masyarakat Batak di Sumatra Utara menikmati hasil kekayaan alam mereka dalam segelas tuak dengan syahdu di warung yang mereka sebut lapo tuak.

Lapo tuak merupakan sebuah tempat yang sangat istimewa bagi masyarakat Batak. Masyarakat biasanya memanfaatkan lapo tuak sebagai tempat pelepas penat setelah bekerja keras mencari nafkah seharian. Mereka meminum tuak sembari bercengkrama satu sama lain diselingi dengan bermain catur atau bermain kartu. Rasa asam, manis, pahit, dan hangat yang dihasilkan segelas tuak bercampur menjadi satu kesatuan rasa yang sempurna. Perpaduan rasa yang sempurna tersebut mengalir di tenggorokan lalu turun ke lambung sehingga mampu merilekskan otot-otot dan persendian yang lelah. Sejatinya, Tuak tidak hanya berperan sebagai hidangan pelepas penat saja melainkan juga dapat menjadi hidangan perekat tali persaudaraan.

Boleh jadi pikiran dan fisik kita lelah setengah mati setelah bekerja seharian demi menafkahi keluarga terkasih. Rasa letih yang menjerat dan ditiban oleh beban pikiran sepulang bekerja dapat bermetamorfosis menjadi rileks dan tentram dengan kombinasi segelas tuak dan hangatnya kebersamaan saat meminum tuak bersama.

Peran tuak dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba

Tuak bukan hanya sekedar hidangan untuk melepas penat saja, tuak juga memiliki andil dalam kebudayaan Masyarakat Batak. Kehidupan masyarakat Batak tradisional memanfaatkan tuak sebagai hidangan yang disajikan secara khusus untuk arwah leluhur mereka. Seiring berkembangnya zaman fungsi tuak turut berkembang menjadi sajian wajib dalam upacara adat, seperti upacara manuangi dan manuan ompu-ompu. Tuak juga menjadi sajian wajib dalam upacara adat, baik itu upacara pernikahan maupun upacara kematian. Jenis tuak yang digunakan dalam upacara adat biasanya mengunakan jenis tuak tangkasan, yaitu jenis tuak yang berasal dari nira tanpa ada campuran kayu raru. Tuak juga menjadi sajian untuk tamu yang menghadiri upacara adat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun