Sementara itu, beberapa negara di Eropa dan Amerika Selatan mengambil jalan yang berbeda: dekriminalisasi. Di Portugal misalnya, pemerintahnya menghapus aturan yang dapat menghukum kepemilikan narkotika secara individual, dan memberikan dosis kecil obat-obatan tertentu bagi para pecandu narkoba secara gratis dalam program rehabilitasi besar-besaran di awal tahun 2000an.Â
Hasilnya, berdasarkan riset dari beberapa studi seperti yang dijalankan oleh Cato Institute, di lima tahun pertama sejak program dekriminalisasi narkotika dimulai, penyalahgunaan narkotika diantara remaja mengalami penurunan, tingkat infeksi HIV diantara pengguna narkoba mengalami penurunan, kematian akibat penggunaan heroin dan obat-obatan serupa mengalami penurunan hingga 50%, dan jumlah orang yang mencari pengobatan terhadap kecanduan narkoba naik dua kali lipat.
Lain lagi di Belanda, negara tersebut malah melegalisasi jenis narkoba tertentu, utamanya ganja. Jual-beli produk ganja di Belanda diatur dan diawasi oleh pemerintahnya, seperti halnya penjualan minuman keras dan rokok.Â
Langkah serupa juga diambil di beberapa negara bagian di Amerika Serikat, seperti di California dan Washington, diantara beberapa negara bagian lainnya.Â
Hasilnya, aktivitas kriminal terorganisir yang berhubungan dengan narkotika, terutama dalam peredarannya, mengalami penurunan jika dibandingkan dengan negara bagian yang tidak melegalisasi narkotika.Â
Indonesia dapat mempertimbangkan alternatif tersebut untuk menghadapi penyalahgunaan narkoba di masa depan, meski dapat dikatakan mungkin Indonesia belum siap dengan perubahan drastis semacam itu. Namun apa salahnya mencoba, apalagi dalam skala kecil, apabila banyak kasus yang menunjukkan keefektifan alternatif tersebut?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H