Mohon tunggu...
Muhammad RafiAshidiq
Muhammad RafiAshidiq Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, prodi Jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sasaran Retorika Dakwah

30 Juni 2024   16:53 Diperbarui: 30 Juni 2024   16:56 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oleh: Syamsul Yakin dan Muhammad Rafi Ashidiq Dosen dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta/dokpri

Secara umum, sasaran retorika dakwah adalah manusia, baik itu muslim, kafir, maupun munafik. Pada masa awal Islam, Nabi Muhammad berdakwah berdasarkan wahyu Allah yang termaktub dalam Al-Qur'an. Untuk memetakan sasaran dakwah retorika, dapat merujuk pada respons manusia terhadap Al-Qur'an.

Ayat yang menunjukkan respons manusia terhadap Al-Qur'an terdapat dalam makna ayat, "Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, di antara mereka ada yang pertengahan, dan di antara mereka ada yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah." (QS. Fathir/35: 32).

Berdasarkan ayat ini, kelompok pertama merespons turunnya Al-Qur'an dengan cara menganiaya diri sendiri (zalim linafsih). Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya, frasa ini mengacu pada orang yang lalai terhadap sebagian perintah yang diwajibkan dan malah mengerjakan sebagian larangan yang diharamkan. Misalnya, ketika Al-Qur'an memerintahkan menyembah Allah, mereka malah menyembah berhala. Ketika Al-Qur'an memerintahkan membayar zakat, mereka malah mangkir dan mengemplangnya. Ketika Al-Qur'an menyuruh berbuat yang makruf, mereka malah melakukan yang munkar. Berdasarkan respons mereka terhadap turunnya Al-Qur'an, kelompok ini dapat disimpulkan sebagai kalangan kafir dan menjadi sasaran retorika dakwah yang pertama.

Kelompok kedua merespons secara setengah-setengah atau pertengahan, yaitu bimbang terhadap kebenaran Al-Qur'an. Termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang mengamalkannya secara setengah-setengah, seperti dijelaskan dalam kitab Tafsir Jalalain. Allah menegaskan, "Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur'an itu." (QS. Al-Baqarah/2: 23). Karakter lain dari kelompok ini, menurut Ibnu Katsir, adalah orang yang menunaikan perintah yang diwajibkan tetapi meninggalkan sebagian dari perbuatan sunah dan mengerjakan sebagian dari perbuatan yang dimakruhkan (dibenci). Ini mencerminkan kondisi psikologis orang-orang munafik (hipokrit) yang menjadi sasaran retorika dakwah kedua.

Kelompok ketiga merespons dengan segera berbuat kebaikan (sabiq bil-khairat). Sikap kelompok ini sejalan dengan perintah Allah, "Maka berlomba-lombalah (dalam berbuat) kebaikan." (QS. Al-Baqarah/2: 148). Frasa "berlomba-lomba (dalam berbuat) kebaikan" bagi penulis kitab Tafsir Jalalain berarti segera menaati dan menerimanya. Inilah sasaran retorika dakwah ketiga, yang merupakan yang terbaik dan diharapkan mampu melanjutkan gerakan dakwah dari masa ke masa secara konsisten dan kontinu.

Selain dari konteks di atas, sasaran retorika dakwah juga dapat dipetakan dari sisi pelapisan sosial yang meliputi kelas atas dalam hal pendidikan dan ekonomi, kelas menengah, dan kelas bawah. Lebih rinci lagi, sasaran retorika dakwah dapat dipetakan berdasarkan jenis kelamin, geografis, etnis, dan faktor-faktor lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun