Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan (PM) No. 45 Tahun 2020 mengenai Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor kemudian disusul dengan kebijakan pemberian subsidi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) pada tahun 2023 berupa potongan harga sebesar Rp 7 juta untuk pembelian motor listrik baru.
Dengan pemberian potongan harga tersebut pemerintah mengharapkan masyarakat untuk beralih dari motor bbm ke motor listrik dalam rangka untuk percepatan penjualan KBLBB di Indonesia sehingga akan mewujudkan penggunaan energi yang lebih bersih sehingga dapat  menurunkan emisi CO2.
Berbicara mengenai emisi karbon, berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) milik PLN memperkirakan bahwasanya emisi gas rumah kaca akan terus meningkat mulai tahun 2021-2023 dengan emisi dari bahan bakar minyak mencapai 34 juta ton CO2.
Angka tersebut didasarkan pada populasi kendaraan bermotor di Indonesia, dimana menurut Korlantas Polri sampai periode 9 Februari 2023 tercatat 153.400.392 unit kendaraan yang aktif. Dari jumlah pupulasi tersebut diketahui kendaraan pribadi sendiri menyumbangkan angka yang besar yaitu mencapai 147.153.603 unit lebih dari 80 persen sedangkan tranportasi umum seperi bus hanya mencapai 213.788 unit. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya kepadatan lalu lintas yang bisa kita ketahui bahwa penyebab utamanya adalah banyaknya kendaraan pribadi.
Data Kementerian perhubungan (Kemenhub) mencatat per-akhir Maret 2023 pengguna kendaraan listrik mencapai 56.988 unit, angka yang masih sangat jauh dari jumlah pengguna kendaraan BBM walaupun telah diberikan subsidi. Jika pemerintah mengharapkan seluruh masyarakat untuk beralih ke kendaraan listrik maka akan sangat panjang waktu yang dibutuhkan. Masyarakat akan terus terpapar emisi karbon yang membahayakan juga permasalahan kepadatan lalu lintas tidak akan kunjung terselesaikan.
Adapun kritik yang disampaikan oleh Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menyebutkan bahwasanya subsidi kendaraan listrik bukanlah solusi yang tepat untuk mengatasi masalah lingkungan.Â
"jika kami hitung, contohnya pada mobil listrik, emisi karbon mobil listrik perkapita per kilometer sebenarnya lebih tinggi daripada emisi karbon bus berbahan bakar minyak," ungkap Anies.
Dengan ini pemerintah seharusnya lebih memfokuskan subsidi kendaraan listrik kepada bus sebagai tranportasi publik kerena jika dibandingkan jarak tempuh bus lebih panjang daripada mobil atau motor. Sehingga dampak pengurangan emisi karbon akan lebih tinggi.
Pengamat Transportasi Etsa Amanda, menyebutkan bahwa subsidi kendaraan listrik kepada tranportasi publik ini juga harus dibarengi dengan peningkatan layanan operasional seperti perbaikan rute dan jadwal operasional.
"Ini dalam rangka mendororng transisi ke bus listrik itu jadi momentum juga untuk meningkatkan kualitas dan inklusivitas layanan transportasi publik," Kata Etsa.