Di Indonesia Idul Adha lazim dikenal sebagai hari raya kurban, atau lebaran haji. Hal ini lantaran hari raya umat muslim tanggal 10 Dzulhijah ini tepat pada musim haji. Dan setelah shalat Ied biasanya akan dilanjutkan dengan prosesi pemotongan hewan kurban untuk memperingati peristiwa pengorbanan nabi Ibrahim as. untuk menyembelih anaknya sebagai wujud ketaatannya kepada Allah SWT. Namun kemudian diganti Allah dengan Domba.
Maka tidak salah jika Idul Adha begitu lekat dan identik dengan lebaran haji dan hari raya kurban. Sehingga dampaknya Idul Adha dianggap sebagai hari rayanya para haji. Hanya mereka yang sudah haji saja yang merayakan Idul Adha. Lalu perayaan Idul Adha pun menjadi sepi, setelah pulang sholat Ied biasanya aktivitas masyrakat akan kembali seperti hari-hari biasa.
Umat islam mengenal dua hari raya besar. Yaitu Idul fitri dan Idul Adha. Tapi seperti yang terjadi biasanya, Idul Fitri selalu ramai dirayakan oleh hampir seluruh umat islam se Indonesia. Sambutannya pun lebih meriah. Dan bahkan selalu dinanti-nanti. Pemandangan ini beda pada saat Idul Adha. Padahal Idul Adha juga merupakan hari raya umat islam sejagad raya.
Memang bisa dipahami berbagai alasan yang menyebabkan Idul Adha terkesan kurang meriah dirayakan. Alasan itu misalnya libur Idul Adha yang cuma satu hari.Besoknya sudah harus beraktivitas dan bekerja kembali. Selain itu jarak antara Idul Fitri dan Idul Adha yang teramat dekat yang hanya terpaut dua bulan. Alasan itu mungkin yang jadi kendala orang merayakan Idul Adha. Sehingga Idul Adha terasa hambar dan minim tradisi. Bahkan tradisi silaturahmi kurang terjalin saat Idul Adha.
Merayakan Idul Adha tidak mesti seperti kita merayakan Idul Fitri dengan menyajikan beraneka macam hidangan dan makanan ringan. Cukup berkumpul dan bersilaturahmi dengan keluarga saja itu sudah merupakan salah satu wujud merayakan hari raya Idul Adha. Apalagi suasana ini digunakan untuk mengunjungi tetangga dan kerabat.
Seperti keluarga yang keluarga kami lakukan hari ini. Meskipun keluarga kami bukan berlatar belakang haji. Tetapi kami tetap menggelar open house dirumah dengan menyajikan hidangan ala kadarnya. Semua itu dilakukan untuk menghidupkan Idul Adha agar memiliki makna sama seperti hari raya Idul Fitri.
Tidak Cuma itu, kami pun juga melakukan silaturahmi dan berkumpul dengan keluarga besar. Saling bersalaman, mohon maaf lahir batin dan lainnya. hal ini tentu saja akan membuat hari raya ini terasa sedikit bermakna. Tidak hanya haji saja yang merayakan. Tapi semua umat islam setidaknya merayakan dengan caranya sendiri dan menyambut hari raya ini dengan gembira.
Alhamdulillah, ternyata beberapa masyarakat di kota Palangka Raya tempat kami tinggal sedikit mulai membuat Idul Adha jadi berwarna. Hal itu terlihat banyaknya orang-orang yang saling mengunjungi rumah keluarga, saudara, dan kerabatnya. Makan bersama dengan makanan yang seadanya. Setidaknya dengan hal itu Idul Adha menjadi sedikit meriah dan bermakna. Halal bi Halal saat Idul Adha mengapa tidak, dan mengapa harus haji yang merayaknnya.
Apalagi jika Idul Adha disambut dengan berbagai tradisi seperti layaknya menyambut Idul Fitri. Tentu akan semakin bermakna
Selamat Hari Raya Idul Adha 1433 H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H