Mohon tunggu...
Bimo Rafandha
Bimo Rafandha Mohon Tunggu... Programmer, Blogger - Blogger. Storyteller.

Pemintal kata di www.bimorafandha.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berdamai dengan Covid-19 ala Kompasianer Palembang dan Unika Musi Palembang

4 Mei 2020   10:53 Diperbarui: 4 Mei 2020   11:00 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernah nggak ngerasa cemas ketika mendengar satu berita tentang Covid-19? Lalu merasa harus update tiap hari biar nggak ketinggalan berita?

Sejujurnya, aku demikian. Ketika kasus Covid-19 merebak di Tiongkok pertama kali, aku mulai cemas. Dan puncaknya, ketika masuk ke Palembang, kecemasan itu makin menjadi. 

Bukan tanpa alasan sebenarnya. Papa dan Mama memiliki kerjaan yang berhubungan dengan banyak orang. Dan mau nggak mau beragam pikiran negatif muncul.

Nah, tadi siang, aku baru tahu ternyata apa yang aku rasain ini adalah salah satu bentuk FOMO (Fear of Missing Out). Penjelasan itu kuterima melalui acara web seminar dengan tajuk Berdamai dengan Covid-19 yang diselenggarakan oleh Kompasianer Palembang yang berkerja sama dengan Prodi Psikologi Universitas Katolik Musi Palembang. Seminar ini diadakan pada tanggal 3 Mei 2020 pukul 13.00-15.00 dan dikomandoi oleh Diana Putri Arini, M.A,M.Psi, Psikolog (Dosen Psikologi dan Praktisi Psikologi).

Dok. IG Kompal.
Dok. IG Kompal.

Acara dibuka dengan para peserta memberikan concern mereka mengenai keadaan Covid-19 sekarang melalui tulisan di WhatsApp. Selanjutnya, pembahasan mengenai FOMO ini dilanjutkan melalui Zoom Meeting agar pemberian materi jadi lebih terarah.

Dan rupa-rupanya, benar sekali. Aku mengalami FOMO. Bisa dikatakan bahwa FOMO adalah tingkah laku cemas berlebihan sehingga mengkonsumsi segala informasi dengan berlebihan pula. Sikap ini memberikan dampak yang ternyata merusak bagi diri kita sendiri.

Contohnya saja nih, coba lihat orang-orang yang berjibun memborong masker atau hand sanitizer. Belum lagi penolakan jenazah yang positif corona. Kebanyakan artikel-artikel tersebut sudah melalang buana di media masa. Rasanya nambah bikin cemas!

FOMO sendiri juga dapat dijelaskan secara ilmiah loh. Hal ini disebabkan oleh otak manusia yang memiliki karakteristik seperti plastik atau bahasa kerennya Neuroplasticity. 

Nah, karena karakteristiknya seperti plastisin yang menyerap segala informasi, otak kita beradaptasi hingga menghasilkan perubahan fisik maupun pikiran kita yang mempengaruhi tindakan kita ke depan.

Dari sisi pandemi Covid-19 sendiri, kita jadi cenderung lebih banyak mengonsumsi berita negatif sehingga otak jadi berpikir bahwa imformasi negatif tersebut yang kita butuhkan sebagai cara bertahan. Imbasnya, kita jadi was-was.

Dok. Mbak Alma.
Dok. Mbak Alma.

Nah bagaimana cara mengatasinya?

Narasumber memberi banyak sekali saran. Yang aku tangkap tentu yang pertama adalah memfiltrasi informasi yang kita baca. Tanamkan dalam diri kita bahwa informasi harus dikonsumsi seperlunya dan dari sumber yang terpercaya. Ketika mendapatkan brodcast atau informasi yang mencurigakan, kita hendaknya langsung menutup akses tersebut.

Kita pun sudah seharusnya produktif berkegiatan sebab dengan begitu, otak kota akan menyingkiran beragam pikiran negatif. Dan yang paling penting, jika dalam taraf yang memang sudah mengkhawatirkan, tenaga profesional sudah sepatutnya dibutuhkan.

Seminar hari kemarin ditutup dengan enam pertanyaan yang menggelitik. Dan dari seminar ini, aku jadi sadar. Ketakutan itu kita yang buat sendiri. Ketakutan itu memang sewajarnya ada namun kita harus tetap mengendalikan. Tak perlu berlebihan karena sesuatu yang berlebihan itu memang tidak baik bukan?

Cheers!

Dok. Kompal
Dok. Kompal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun