[caption caption="Indomaret"][/caption]Judul yang alay, tapi mungkin cukup mendeskripsikan apa yang saya tulis di artikel ini.
Toko modern yang saya sebut di artikel ini adalah toko berjejaring atau minimarket waralaba, bukan minimarket yang dimiliki oleh perseorangan.
September lalu, saya menuliskan fenomena penolakan toko berjejaring/toko modern di wilayah Sleman. Penolakan tersebut tak selalu berhasil, di jl KH. Muhdi Dusun Corongan, warga setempat menang, walaupun pihak Indomaret sempat membagi-bagikan uang ke warga sekitar (sumber KR, tapi saya lupa edisi). Belum lama ini, saya melewati bangunan calon Indomaret, semua warna dan logo Indomaret sudah dicopot.
Berbeda di daerah jl Tasura Krodan dan Panjen, sampai saat ini toko modern masih eksis berdiri. Penolakan warga di sini gagal total.
Sayang seribu sayang, kisah ini terjadi di kampung saya sendiri, Gondangan Maguwoharjo Depok Sleman.
Di mulai beberapa bulan lalu, pemilik bangunan mulai bergerilya mengadakan sosialisasi dan meminta ijin untuk menyewakan bangunan tersebut ke Indomaret. Sosialisasi dan ijin disampaikan melalui musyawarah. Jelas, para pemilik warung klontong di kampung saya tidak setuju.
Tapi, mereka (pemilik bangunan dan pihak Indomaret) ngotot untuk terus meminta ijin. Berulang kali .. berulang kali. Warga pun berulang kali tidak setuju, khususnya yang memiliki warung, karena mereka yang memang berkepentingan dan berhak menolak.
Akhirnya, di musyawarah terakhir (sampai artikel ini ditulis), fix, warga menolak. Tetapi, pagi harinya, pemilik bangunan terus bergerilya door to door mencari dukungan dalam bentuk voting tandatangan.
Tentu saja, pemilik warung kalah. Jumlah mereka sedikit, hanya sekitar 4 sampai 6 orang. Voting dimenangkan oleh pemilik bangunan dan pihak Indomaret.
Salah siapa?
Saya tidak 100 persen menyalahkan pemilik bangunan. Karena pendapatan dari penyewaan bangunan untuk toko modern seperti Indomaret memang tinggi, siapa pula yang tidak tertarik dengan pendapatan tinggi ini.
Di kasus ini yang berpengaruh besar adalah pihak toko modern. Mereka selalu bermain dengan psokologis si pemilik bangunan. Sudah tahu warga setempat menolak, mereka mendorong pemilik bangunan untuk terus melobi warga. Entah bagaimana cara mereka mendorong si pemilik bangunan.