Mohon tunggu...
Rafdiansyah  MHI
Rafdiansyah MHI Mohon Tunggu... Penulis - Penghulu Ahli Muda

Juara 1 Nanang Banjar Tahun 2004, Nanang Banjar Komunikatif 2003

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Gratifikasi Penghulu: Pemberian Honor, Tanda Terima Kasih, Pengganti Uang Transportasi

23 September 2022   08:27 Diperbarui: 23 September 2022   08:48 1462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KORUPSI tidak akan terjadi, jika ada niat tapi tidak ada kesempatan. Korupsi juga tidak akan terjadi jika ada kesempatan tapi calon pelakunya tidak ada niat untuk korupsi. Korupsi baru akan terlaksana jika ada niat dan kesempatan. Peluang menjadi alasan seseorang untuk mengambil sesuatu yang bukan haknya. Demikian pula dengan gratifikasi, pemberian yang diterima oleh seseorang karena jabatannya. 

Menurut Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang No.20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,  ada 30 jenis tindak pidana korupsi yang dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelompok yaitu: (1) Kerugian keuangan Negara: Pasal 2 dan Pasal 3. (2) Suap Menyuap: Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b. Ayat (2); Pasal 13, Pasal 12 huruf a, b, c, d; Pasal 11, Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b. (3) Penggelapan dalam Jabatan: Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a, b, c. (4) Pemerasan: Pasal 12, huruf e, g, h. (5) Perbuatan Curang: Pasal 7 ayat (1) huruf a, b, c, d. Dan ayat (2). (6) Benturan kepentingan dalam pengadaan Pasal 12 huruf i. (7) Gratifikasi: Pasal 12B jo, Pasal 12 C. 2.

Gratifikasi yang berarti pemberian dalam arti luas, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 B UU tersebut, meliputi : (1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. (2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 

Dalam penjelasan atas pasal 12 B disebutkan bahwa gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. 

Contoh pemberian yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi : pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu , hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor pejabat tersebut Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-Cuma, pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang atau jasa dari rekanan , pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat, pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan, pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja, pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya.

Gratifikasi Penghulu

Menariknya, apakah pemberian kepada Penghulu sebagai pegawai pencatat nikah adalah bentuk gratifikasi, mengingat besarannya tidak seperti yang ditetapkan UU? Jawabannya menurut UU Pemberantasan tipikor telah nyata dan sah, bahwa pemberian sejumlah uang kepada Penghulu usai pelaksanaan akad nikah adalah bentuk gratifikasi, walaupun jumlah uang yang diserahkan bervariasi, sesuai kehendak pemberi. Ketetapan ini menjadi titik terang bagi Penghulu ketika menghadapi permasalahan pemberian. Sudah tidak diragukan lagi, bahwa itu adalah gratifikasi. Lantas bagaimana agar menerima uang gratifikasi tidak menjadi pidana, atau penerimanya bisa lolos dari ancaman pidana dan denda sebagaimana aturan tersebut.

Penerima bisa melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kurun 30 hari. Setelah dilaporkan, dianalisis oleh petugas, dan mendapat penetapan dari KPK apakah uang menjadi milik pelapor atau menjadi milik negara (diserahkan kepada negara), sesederhana ini. Hanya saja untuk saat ini kesadaran untuk melapor perlu peningkatan dan edukasi yang jelas kepada para penghulu, sembari membudayakan sikap integritas. 

Penerimaan honor, tanda terimakasih, pengganti uang transportasi dalam pencatatan nikah adalah bentuk gratifikasi,  kesepakatan ini ditetapkan dalam rapat koordinasi antara KPK dengan pihak terkait antara lain Kementerian Agama, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat dan Bappenas tanggal 18 Desember 2013 (dapat di baca pada konten portal Hukum Online, Judul : Penghulu Terima “Uang Terimakasih” Termasuk Gratifikasi). 

whatsapp-image-2022-09-23-at-09-25-50-632d0b55c925c4762064bb52.jpeg
whatsapp-image-2022-09-23-at-09-25-50-632d0b55c925c4762064bb52.jpeg
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun