Mohon tunggu...
Rafdiansyah  MHI
Rafdiansyah MHI Mohon Tunggu... Penulis - Penghulu Ahli Muda

Juara 1 Nanang Banjar Tahun 2004, Nanang Banjar Komunikatif 2003

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Antisipasi Pemalsuan Akta Cerai

28 Januari 2020   13:56 Diperbarui: 29 Januari 2020   09:28 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tugas memeriksa , meneliti, dan menghadiri pelaksanaan akad nikah menjadi kewenangan Penghulu. Rencana kehendak nikah yang dijadualkan oleh masyarakat dapat diatur sendiri dengan mengakses portal resmi jaringan elektronik Bimas Islam Kementerian Agama Republik Indonesia via www.simkah.kemenag.go.id. 

Konsep keterbukaan akses secara elektronik, memudahkan pasangan baru maupun pasangan janda duda yang pernah menikah resmi mulai merencanakan secara mandiri pernikahan mereka. Data yang pertama yang perlu dipastikan oleh Penghulu selaku pemeriksa keabsahan status perkawinan menjadi isu penting. Dalam birokrasi kita, output dari perjalanan  meja ke meja inilah yang dirasa cukup penting, hingga hasil akhir berupa produk otentik yang tervalidasi dengan baik sebagai produk birokrasi instansi. di KUA ada Akta Nikah dan Kutipan Akta Nikah (NA), di pengadilan agama ada Akta Cerai dan penetapan/putusan.

Sebut saja Akta Cerai, atau yang biasa disingkat oleh rekan pengadilan agama sebagai AC. Untuk memastikan status perkawinaan seseorang, selain lembaran fotokopi KTP dan KK, penghulu perlu memastikan jika seorang janda atau duda tentu ada AC yang dibawa ke KUA. Karena berwenang memeriksa status perkawinan seseorang, maka penghulu pun lantas akan menanyakan, adakah AC yang dilampirkan. 

Nah, khusus untuk AC yang diterbitkan oleh pengadilan agama, standar AC, bahan material AC, ukuran AC dan bagaimana cara memastikan AC yang mana yang Palsu dan AC mana yang asli orisinil terbitan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) perlu tahapan sosialisasi lebih lanjut. Penghulu, idealnya sudah mengantongi ciri-ciri AC yang asli agar tidak mudah dikelabui oleh calon pengantin. 

Suatu kali pernah terjadi, saat pemeriksaan rutin oleh seksi Bimas Islam kantor Kemenag Kabupaten, pemeriksa mencurigai lembaran AC yang dibendul bersama berkas calon pengantin itu adalah palsu, karena tidak sesai dengan AC yang pernah diterbitkan kantor PA sebelumnya. Setelah dikonfirmasi oleh KUA terperiksa, ternyata AC nya asli, karena ada perubahan. Sementara Penghulu KUA pun menjadi tidak nyaman, pasalnya menghadapi rencana pernikahaan masyarakat yang ternyata produknya didapat langsung dari PA setempat. 

Antisipasi Palsunya Akta Cerai, adakah Solusi?

Lalu, bagaimana cara mengantisipasi beredarnya AC palsu? Seorang penghulu dari kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, mencari akal. Dia mencoba mengantisipasi AC palsu dengan standar yang dibuatnya sendiri, yang disingkat menjadi 2 M 1 D. Pertama, mengukur AC menggunakan standar kertas berukuran 21,5X32,5 cm; kedua, Meraba, merasakan tekstur kertas yang agak kasar, berbeda dengan kertas HVS , meraba nomor register yang timbul, dan meraba tanda tangan panitera yang ada pada AC, terakhir dilihat, seluruh fisik AC adakah suatu kejanggalan; terutama apakah AC hasil scan printer yang bisa dilihat secara langsung. 

Tapi, sayangnya antisipasi penghulu ini segera dipatahkan oleh pihak PA, karena tidak demikian standar AC yang asli terbitan MA. Simpulan dari pengalaman ini, terungkap bahwa AC perlu disosialiasikan kepada KUA seluruh Indonesia secara massif, agar tidak mudah untuk dipalsukan apalagi ditiru terutama kepada penghulu yang akan memeriksa berkas catin. Harus lebih tahu dan teliti. 

Pengalaman penghulu yang memeriksa status calon pengantin yang dicurigai palsu AC nya, yang diinfokan via WAG Pemberdayaan KUA Kalimantan Selatan medio Januari 2020 lalu, mengingatkan kita semua betapa pentingnya data catin yang valid. Agar pelaksanaan rencana kehendak nikah dapat dipertanggung jawabkan secara administratif sesuai Undang-Undang Perkawinan,  peraturan pemerintah dan peraturan menteri agama. 

Pelaporan masyarakat yang bercerai di pengadilan agama yang telah berkekuatan hukum tetap (BHT) dari pengalaman lapangan, sudah dilaporkan secara kontinyu, rutin secara manual ke KUA. Sesampainya di KUA, laporan perceraian masyarakat tadi, disalin secara manual pula. untuk mengeceknya memerlukan waktu yang lama, meneliti satu persatu namanya, karena KUA belum alih media.

Tidak terkoneksinya simkah web dengan SIPP Mahkamah Agung, masalah yang lain.  Jika sudah dapat diakses oleh pihak stake holder  untuk mengecek keaslian produk AC yang masuk ke KUA, maka pengecekan tidak dilakukan secara antar lembaga. Jika terjadi atau dicurigai palsu, maka KUA meminta informasi ke PA yang mengeluarkan AC, terlepas pengadilan setempat atau pengadilan diseluruh indonesia. 

Oleh karena itu, jika penghulu dapat mengakses AC yang diterbitkan PA setempat, memudahkan penghulu untuk menetapkan proses bisnis selanjutnya. Apakah menerima rencana kehendak nikah catain atau menolak dengan alasan yang pasti. Bahkan, jika dicurigai adanya sindikat pemalsuan AC, maka pihak berwajib pun dapat menegakkan hukum, dengan memidanakan catin yang memalsukan status perkawinannya. 

Solusi lain yang bisa dilaksanakan adalah memberi kode atau barcode, AC yang diterbitkan PA. ketika kode batang AC dipindai oleh penghulu, data AC tersebut langsung terhubung ke portal SIPP yang menjadi andalan MA. ini langkah yang paling mudah, pemeriksaan akan efisiensi. sekali lagi, keamanan AC perlu diberi sentuhan teknologi. Akan tetapi sampai saat artikel ini diluncurkan, operator simkah web dan atau penghulu tidak dapat mengecek kebenaran AC yang disodorkan catin duda atau janda, karena fitur CEK yang ada pada simkah web tidak jalan. 

Ada solusi lain yang lebih menjanjkan sebenarnya, yakni pemanfaatan data adminduk kemendagri oleh pengadilan agama diseluruh NKRI. Dengan integrasi sistem dinternal pengadilan, setiap pasangan yang sudah bercerai di pengadilan, status pernikahannya juga ikut berubah menjadi janda/duda setelah berkekuatan hukum tetap, tapi belum terjadi sampai saat ini. Single identity number (SIN) yang digalakkan dirjen dukcapil sudah saatnya disambut baik  lembaga yudikatif. Agar masyarakat tidak dibebani dengan mengantri untuk perubahan status perkawinan. Begitu juga dengan KUA, sesudah akad nikah pasangan langsung mendapat Buku Nikah, KTP dan KK yang sudah berubah status perkawinannya. Demikian semogaa menjadi perhatian para pejabat yang berkompeten untuk inovasi pelayanan terhadap publik. rfd

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun