Majunya teknologi informasi saat ini membawa kita kedunia praktis. Tak pernah dibayangkan, Â jika hanya dengan satu sentuhan dalam genggaman gawai, kita miliki dunia ini dengan tanpa jarak, meskipun terkesan imajineri.Â
Kebutuhan masyarakat yang berkembang muncul dari semua lini, mulai dari urusan rumah tangga, urusan politik, sosial, budaya, birokasi, pemerintahan dan lainnya melibatkan teknologi informasi.
Di bidang pencatatan perkawinan tak kalah menariknya, struktur  berbirokrasi pencatatan perkawinan dibuat sedemikian rupa dengan sejumlah regulasi dan persyaratan yang menyertainya sudah berjalan sekian puluh tahun, dimulai sebelum negara Indonesia merdeka sampai saat ini memasuki 74 tahun kemerdekaan, masih menyertakan lampiran-lampiran yang wajib dipenuhi calon pengantin.Â
Sebagai contoh, untuk mendaftarkan kehendak nikah ke kantor urusan agama (KUA) diperlukan persyaratan dan dokumen otentik yang harus dipenuhi oleh warga negara.Â
Dari KTP, KK, Akta Kelahiran, Ijazah pendidikan terakhir, Akta Cerai bagi yang bercerai di pengadilan, Surat Keterangan kematian bagi Janda Duda yang ditinggal mati, Akta Kematian, izin Atasan (komandan) bagi anggota TNI/ POLRI, hingga pasphoto.
Terdaftar sebagai warga negara, secara kependudukan pemerintah menerbitkan Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang ada Nomor induk Kependudukan (NIK) didalamnya.Â
Dulu, pernah terjadi, satu warga bisa memiliki KTP ganda. Hal ini dikarenakan tidak terpadunya data yang dimiliki oleh pemerintah pusat dan daerah, sehingga mudah dimanfaatkan untuk hal-hal yang bisa dikategorikan melanggar hukum.Â
Misal, menikah dengan data diri ganda dengan status perkawinan yang berbeda dari faktanya. Dengan KTP ganda kecenderungan menikah lebih dari satu kali itu, logis.
Integrasi Data Kependudukan
Pemerintah bertindak sistematis dan strategis. Mengingat pentingnya data kependudukan untuk melayani aneka kepentingan publik, maka langkah maju pemerintah perlu diapresiasi terutama sistem data kependudukan tunggal dan visi kedaulatan data, one data policy.Â
Tentu hal ini adalah pekerjaan rumah yang sangat menantang aparatur pemerintah khususnya Ditjendukcapil, Â Kementerian Dalam Negeri .Â