Mohon tunggu...
Rahmat Fathan
Rahmat Fathan Mohon Tunggu... Relawan - Ada yang tiada.

Membaca mulai dari alif, menghitung mulai dari satu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memopulerkan Bahasa Indonesia yang Tergeser Bahasa Asing

8 April 2016   16:37 Diperbarui: 4 April 2017   17:48 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ilustrasi - kamus besar bahasa Indonesia (Kompas)"][/caption]Tanpa disadari, bahasa asing kini lebih populer ketimbang bahasa Indonesia. Globalisasi telah menempatkan bahasa Inggris dalam posisi yang strategis di kehidupan masyarakat.

Pergeseran bahasa itu memang lumrah, karena masyarakat sendiri yang melupakan bahasa ibu pertiwi. Sebagai contoh, kata online yang dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) artinya adalah 'daring (dalam jaringan), terhubung, tersambung'. Begitu pun dengan kata offline yang dalam KBBI artinya adalah 'luring (luar jaringan), tidak terhubung, terputus'.

Contoh kata lainnya adalah kata selfie. Jika anda selalu menggunakan kata ini, cobalah mulai sekarang mengatakan swafoto. Mungkin kebanyakan masyarakat kita justru lebih asing mendengar kata swafoto ketimbang selfie. Tapi pada kenyataannya, bahasa Indonesia resmi untuk selfie adalah swafoto.

Masih banyak kata lain untuk menggantikan kata asing, seperti surel untuk menggantikan kata email, tagar untuk hashtag, peramban untuk browser, ranah untuk menggantikan kata domain, hotspot yang bisa digantikan dengan area bersinyal, atau peranggitan untuk menggantikan tethering.

Kepala Pusat Pembinaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud, Gufran Ali Ibrahim mengatakan, masyarakat kita sudah terbiasa memosisikan bahasa Inggris di atas bahasa Indonesia. Padahal, menurut Gufran, kita bisa mulai dari hal kecil seperti menggunakan kata swafoto. Dikutip dari Republika.co.id (29/12/2015)

Memopulerkan bahasa Indonesia di tengah-tengah masyarakat globalisasi yang telah terbiasa dengan kata asing bukanlah hal mudah. Sosialisasi kepada masyarakat harus dilakukan, mulai dari kalangan pelajar yang berada di lingkungan pendidikan, mahasiswa, hingga kaum intelek lainnya yang terbiasa mengakses dunia maya. Pemerintah dan pers juga harus berperan dalam upaya memopulerkan bahasa Indonesia yang dikit demi sedikit tergeser bahasa asing.

Bahasa daerah juga tergeser
Bukan hal yang mengherankan jika bahasa asing lebih populer di tengah-tengah masyarakat globalisasi. Di kehidupan yang serbacanggih sehingga umat manusia kini dimudahkan dengan kehadiran teknologi komputer dan lain sebagainya yang terus-menerus berkembang dan menciptakan istilah-istilah baru yang sebelumnya tidak pernah dikenal sering kali menyisakan kesulitan sendiri bagi para ahli bahasa.

Penerjemah harus berusaha sesetia mungkin dengan makna aslinya dengan tidak membuat padanan istilah yang tidak akan dipakai oleh pengguna-pengguna yang telah terbiasa dengan istilah dalam bahasa lain. Sebagai contoh, dalam hal ini adalah istilah laptop yang merupakan singkatan dari laptop computer tidak bisa diterjemahkan langsung menjadi ‘pangkuan’ ataupun ‘di atas pangkuan’.

Akhir 2008 yang lalu, Pusat Bahasa mengeluarkan edisi keempat Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan jumlah lema atau entri yang lebih banyak menjadi 90.000 dari edisi ketiga yang berjumlah 78.000. Dalam buku yang mengubah nama menambahkan kata-kata “Pusat Bahasa” ditambah di belakangnya sehingga bernama Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat itu ada hal yang menarik di mana dicantumkan juga kata dan ungkapan daerah serta kata dan ungkapan asing.

Mirisnya, jumlah kata dan ungkapan asing jauh lebih banyak jumlahnya daripada daerah, yang sebagian besar dari Jawa. KBBI juga memuat aksara daerah di Indonesia dan asing. Aksara daerah meliputi Jawa, Bali, Sunda Kuno, Bugis/Lontara, Rejang, Lampung, Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, Mandailing, Kerinci dan Jawi (Arab Melayu). Aksara Asing meliputi Ibrani, Yunani, Dewanagari, Arab, Sirilik, Katakana, dan Hiragana.

Hal ini menjelaskan bagaimana banyak sekali bahasa asing telah masuk dan menempati posisi yang tidak sembarangan di tengah-tengah masyarakat. Posisi ini pun yang mengeser bahasa daerah di kalangan masyarakat sehingga pada kenyataannya jumlah kata asing jauh lebih banyak dimuat di KBBI ketimbang kata dan ungkapan daerah.

Peranan media massa 
Tampaknya, banyak pelaku media yang kurang menyadari bahwa penggunaan bahasa asing dalam sebuah pemberitaan dapat mengancam bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa. Pembaca akan beranggapan bahwa kata asing yang mereka jumpai dalam suatu pemberitaan di media massa merupakan hal awam dan lumrah sehingga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Media massa punya peranan penting dalam upaya memopulerkan bahasa Indonesia. Sebagaimana fungsi pers sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pada Pasal 3 antara lain disebutkan pers nasional berfungsi sebagai media informasi, pendidikan atau edukasi, hiburan atau rekreasi, kontrol sosial atau koreksi dan juga sebagai mediasi.

Jika pers ikut memberdayakan bahasa Indonesia ataupun bahasa daerah dalam pemberitaan yang dimuatnya ketimbang menggunakan bahasa asing, kata yang masih asing dalam telinga masyarakat tentu akan terangkat kembali dan menjadi populer di kalangan masyarakat.

Tak dipungkiri kini bahasa asing telah menggerus kebudayaan masyarakat kita dalam berbahasa dan bertengger di posisi yang strategis di tengah-tengah masyarakat. Pada akhirnya, semua elemen masyarakat harus berperan dalam upaya memopulerkan bahasa Indonesia sebagai tuan di rumah sendiri serta pengukuhan jati diri dan eksistensi bangsa Indonesia dalam masyarakat dunia yang telah memasuki era globalisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun