Sewaktu surat keputusan hukuman mati disodorkan, Bote dengan tenang menanda-tangani berita acara keputusan hukuman mati tersebut. Bote tidak mengajukan grasi ataupun keringanan hukuman, tapi Bote rela mati demi sebuah kemerdekaan.
Tanpa sepengetahuan Bote, ayahnya mencoba mengajukan grasi. Barisan Pemuda, Para Pejuang, dan Laskar Wanita Sulawesi Selatan meminta Belanda untuk meringankan hukuman. Bahkan Kongres Wanita yang ketika itu sedang berlangsung di Jogyakarta juga mendesak Belanda agar membatalkan hukuman mati bagi Bote. Namun Belanda tetap pada putusannya, yakni Robert Wolter Mongisidi harus dihukum mati.
Dari dalam penjara, Bote sempat menulis surat kepada Saudara-saudaranya dan para sahabatnya. Surat Bote berbunyi : “Kalau saya mati, janganlah ditangisi. Saya ikhlas menjadi tumbal untuk membela negara dan menegakkan kemerdekaan. Sudah sewajarnya seorang pejuang gugur dimedan perang. Selain itu janganlah kita membenci Belanda karena orangnya, tetapi karena watak dan nafsu angkara murkanya yang ingin menjajah bangsa lain”.
Permintaan terakhir Bote sebelum eksekusi dilakukan, adalah : Ditembak setelah meneriakan pekik perjuangan “MERDEKA!” dan Bote menolak untuk ditutup matanya.
Bote kemudian menyalami satu persatu regu tembak Belanda sambil berkata : “Laksanakanlah tugas tuan-tuan dengan baik, tembak saya dengan tepat”.
Dengan Kitab Injil ditangan kirinya serta tangan kanannya dikepal bulat dan sambil meneriakan pekik perjuangan “MERDEKA”, tiba-tiba serentetan suara letusan senjata terdengar. Waktu itu tanggal 5 September 1949, Robert Wolter Mongisidi terkapar rebah kebumi tanah air tercinta INDONESIA, Bote gugur sebagai kusuma bangsa.
Ketika jenazah Bote diserahkan kepada keluarganya, ditemukan secarik kertas yang ada tulisan tangan Bote sendiri. Secarik kertas tersebut terselip didalam Kitab Injil yang dipegangnya. Tulisan tangan Bote dalam secarik kertas itu, berbunyi : “SETIA HINGGA AKHIR DIDALAM KEYAKINAN”.
Seorang serdadu KNIL Belanda, yakni Sersan Mayor Belanda, yang biasa mengurus jenazah orang-orang yang ditembak mati, berkata : “Sudah berkali-kali saya menyaksikan orang-orang hendak ditembak mati, termasuk orang Jepang sekalipun, namun baru sekali ini saya melihat seorang pemuda yang begitu tegar menghadapi peluru”.
Robert Wolter Mongisidi atau Bote, gugur sebagai pahlawan bangsa pada usia yang masih sangat muda, yakni berumur 24 tahun,-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H