Ternyata Dotu-Dotu Minahasa dari dulu selalu mengawasi dengan cermat cuaca sehari-hari maupun setiap tahun dan juga kejadian di langit.
Tidak diragukan, orang tua dulu menghubungkan kejadian/perubahan di langit dengan ritus maupun pekerjaan mereka.
Menurut cerita peninggalan bahwa dunia ini berada ditengah-tengah “lumbung padi yang sangat besar (sangkor)”. Pada seputar bumi terdapat wujud/mahluk dari angkasa dengan nama “meie’et u tana” (pengikat/lingkaran bumi). Wujud dimaksud bukan manusia maupun ular, walaupun kelihatannya mirip kedua-duanya.
Lingkaran pengikat bumi tersebut membuntuti ujung yang lain – serupa seekor ular yang tak henti-hentinya mengejar ekornya. Ular rotan (sawa witin) surge ini selalu bergerak maju tanpa dapat menjangkau tujuannya. Warna mahluk yang penuh dengan rahasia adalah setengah kuning setengah hitam. Nama pengikat/lingkaran bumi ini suka disebut nie’etan (yang diberi memakai ikat) atau dengan kata lain yang diikat. Apakah yang dimaksud diikat disini?. Yang dimaksud adalah bintang-bintang. Pada lagu tua ada yang berjudul Nie’etan im bawo un bènè (diatas sana terikat padi). Disini pada dimaksud bintang-bintang.
Dalam istilah “bukan sehari-hari” tentang matahari suka makan nasi, pada saat ia kembali dari selatan menuju utara. Berarti musim hujan telah berlalu dan bintang-bintang terlihat pada malam hari seperti padi yang tersebar dalam kebun surge yang gelap. Mungkin dari sini kita di ingatkan tentang mitos asal-usul padi di dapat kan dari surga.
Bilamana padi telah dipetik, orang Minahasa merayakan pesta panen di pekarangannya, yang mana pesta ini dianggap penutup tahun. Karena ini pesta maka tua muda harus menari bersama-sama. Tarian ini selalu membentuk lingkaran yang tidak tertutup, selalu ada antara penyambung tangan. Mereka bergerak berputar terus-menerus. Ujung yang satu mengejar ujung yang lain, serupa wujud yang terlihat diatas sana.
Tarian ini yang disebut Maengket, dan kata ini walaupun terbentuk dari meie’et pasti berkaitan satu sama lain. Dengan sendirinya tarian ini tidak lain adalah bentuk pertunjukan dari zodiac yang berputar selamanya tanpa beristirahat mengejar dirinya sendiri.
1. Capricornus/Makara/Paileken en ta’un/ Ta’una weru Penunjuk tahun khusus disebut bintang tahun baru (Sirius). Sebagai symbol/lambang “kembang mulai mekar” pertanda permulaan tahun. Bintang ini timbul pada permulaan bulan Januari disebelah batas pandangan timur, bila matahari terbenam.
2. Aquarius/Kumba/Sim-sim Sejenis kumbang, sebutan ini juga dipakai untuk “tikus hutan”. Kata sim-sim adalah reduplikasi dari sim dengan arti mengerat. Nama bintang ini diperoleh karena bila matahari mulai terbit, tikus maupun kumbang mulai mengerogoti padi.
3. Pisces/Mina/Wèo Babi hutan/Bintang Barat. Dalam sajak bintang malam disebut “Ipengano ni wèo” artinya telah dimakan babi hutan. Awan yang saling susul secara tidak teratur diumpamakan babi hutan.
4. Aries/Beluku/(Wewuris/Ipemumuris) Bintang Ziarah; terbenam disebelah barat sesudah matahari terbit (Venus). Sebagai symbol (hièroglyphe-tulisan gambar Mesir kuno) adalah sepotong tabung, bertali untuk disandang, tempat saguèr/tuak se sudah disadap. Pada upacara posan/pelii tabung berisikan saguèr ditempatkan sedemikian rupa sehingga miring dari barat ke timur. Lagi pula hujan datang dari dari arah barat, telah tertelan bumi pada bulan April , seusainya musim hujan. Kata asal puris = muntahan (karena kurang sehat).
5. Taurus/Biduk/Lumbaken Menendang ke belakang (orion). Sebagai symbol kaki menendang bila matahari berada di bintang ini maka bibit yang di lading akan tertendang angin topan.
6. Gemini/Kejora/(Kateluan/Laker) Bintang timur (trio). Bintang ini timbul bersamaan dengan matahari pada tanggal 15 Januari hampir tidak kelihatan.
7. Cancer/Kartika/(Riyau/Riau) Bintang Tuhuh; sebagai symbol pohon berdaun. Pohon ini adalah pohon dewa yaitu wetes (Ficus Benyamin.L). Riyau berarti “gemerlapan/berkilau secara semerawut”. Bilaman bintang tujuh muncul dari sinar matahari, maka telah waktunya menanam pohon kelapa. Pohon ini harus ditanam kearah muncul dan terbenamnya matahari bila tidak maka tumbuhan ini akan merana. Alasannya, kuli pohon pada bagian timur selalu lebih tebal dari pada yang sebelah barat dan setiap penyimpangan selalu mengakibatkan matinya pohon tersebut.
8. Leo/Singa/(Kupit/kepit) Jepitan api. Bintang-bintang merupakan jepitan api. Lebih nyata lagi bentuk ini bila matahari berada ditengah mereka. Dalam posan/pelii matahari disebut api. Api ini dalam musim kemarau membuat ranting yang telah jatuh demikian kering sehingga dapat terbakar dengan sendirinya. Bila ini tidak terjadi maka akan digunakan bara api menggunakan jepitan untuk menyalahkannya.
9.Virgo/Mayang/(Ka èndoan/Lolouren) Bintang pagi; sebagai symbol krans bercahaya. Seperti diketahui diatas khatulistiwa mulai musim barat/hujan, setelah matahari melewatinya, yaitu bulan September.
10. Libra/Tohok/Pa’i pokol Bintang pari (bulat-pendek), dimaksud yang hidup di langit bukan yang di laut. Bintang ini berada di bagian utara.
11. Scorpio/Kemboleng Gorango bintang (hiu). Hiu ini sangat besar dan muncul di batas pemandangan seperti api atau cahaya di kedalaman, siapa yang tidak langsung melarikan diri dengan munculnya hiu ini, tidak ampun akan ditelannya. Bila pari (pa’I pokol maupun pa’I ipusan yaitu Libra dan Sagitarius) menghilang di arah barat mereka diikuti Hiu. Maka terjadilah unsur persaingan sengit, laut bergelombang setinggi gunung dan arus yang sangat deras, seakan-akan dunia bakal kiamat. Tidak mengherankan karena pari dauber hiu dan mengigit buntutnya hingga putus. Di Minahasa semua orang tahu bahwa musim barat, bulan nopember, dapat mengakibatkan yang dahsyat. Maka ini adalah penyebab setelah terjadi pertempuran yang sengit, laut masih berwarna merah dikarenakan darah ikan pari yang dengan susah payah karena luka-lukanya serta ekor yang telah bunting, tanpa istirahat berenang kesana-kemari. Ini menyebabkan hiu tetap mengejarnya. Dapat dilihat disini bahwa baying bintang-bintang yang menunjukan musim barat merupakan bentuk ikan.
12. Sagitarius/Danuh/Pa’I ipusan Bintang pari (berekor), seperti dapat dilihat disini ekor tampak sampai melalui “kemboleng”,-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H