Mohon tunggu...
RAFAEL LARUNG
RAFAEL LARUNG Mohon Tunggu... Tutor - Peggiat SOSBUD

DUM SPIRO, SPERO

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Daya Saing Daerah Berkelanjutan, Konseptual Vs Kontestual

8 Januari 2022   10:02 Diperbarui: 8 Januari 2022   10:14 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konsep Pembangunan berkelanjutan sudah sering terdengar ditelinga kita dan selalu menjadi topik yang menarik untuk dikaji baik dari sisi teoritis dalam ranah penelitian ilmiah maupun dalam kerangka implementatif oleh pemerintah baik pada level nasional maupun lokal

Sejenak kita kembali ke tahun 1992 yang mengingatkan kita pada United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) atau Earth Summit 1992 dihadiri oleh para pembuat kebijakan, diplomat, ilmuwan, kalangan media massa dan perwakilan dari 179 negara sebagai bagian dari upaya besar-besaran untuk memperbaiki dampak dari kegiatan sosial ekonomi manusia terhadap lingkungan dan sebaliknya.

Pada saat itu dunia mulai menyadari kenyataan bahwa perlindungan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam harus diintegrasikan dengan masalah-masalah sosial seperti kemiskinan. Kesadaran ini memuncak pada pertemuan UNCED dan melahirkan konsep "Pembangunan Berkelanjutan" yang didefinisikan sebagai "pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Pada saat yang bersamaan dan di kota yang sama berlangsung juga pertemuan LSM se-dunia yang menghasilkan visi tentang masa depan lingkungan, pembangunan dan kondisi sosial ekonomi dunia.

United National Development Programme ( UNDP ) pernah menyerukan konsep ini pada beberapa dekade sebelumnya.dengan 17 butir kesepakatan pembangunan berkelanjutan yang akan menjadi tuntunan kebijakan dan pendanaan untuk 15 tahun ke depan, yang dimulai dengan pernyataan bersejarah untuk mengakhiri kemiskinan dii semua tempat secara permanen yang disepakati dalam sidang PBB tanggal 25 september 2015 di markas PBB di New York, Amerika Serikat.

Membedah paradima mengenai pembangunan berkelanjutan, Indonesia  pun semenjak pelaksanaan otonomi dan desentralisasi daerah kemudian mengelorakan semangat untuk mengejar ketertinggalan.

Setali tiga uang dengan hal diatas, Christophe Bahuet UNDP Country Director Indonesia,menyampaikan bahwa Indonesia telah mengalami pencapaian signifikan, antara lain ditandai dengan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia dari 0,528 pada tahun 1990 menjadi 0,689 pada tahun 2015.

Namun demikian, Indonesia masih menghadapi tantangan, antara lain kesenjangan terutama antara wilayah perdesaan dan perkotaan. Hari-hari belakangan ini, masyarakat kita sering dipertontonkan perdebatan  mengenai Undang-Undang Cipta kerja atau Undang-Undang "Sapu Jagat". Diskursus  mengenai UU Cipta kerja menghiasi berbagai media cetak maupun elektronik untuk membedah, menguliti dan mencari urgensitas dari UU  ini.

Secara garis besar, Undang-Undang Cipta Kerja digambarkan akan memberi kontribusi positif bagi kemudahan investasi bagi investor yang kemudian akan bermuara pada peningkatan perekonomian daerah.

Namun sejauh ini apakah daerah-daerah kita sudah siap untuk bersaing dalam kancah lokal, nasional ataupun internasional? Ini bergantung pada kesiapan seorang pemimpin untuk mengarahkan dan menahkodai daerahnya untuk terlibat aktif " menyambut bola" perubahan sesuai dengan karakteristik masing-masing daerah.

Semangat daya saing daerah berkelanjutan adalah sebuah upaya untuk memastikan daerah menjadi ujung tombak pembangunan Indonesia. Konsep ini menghendaki  setiap daerah untuk terpacu dan berkreatifitas  untuk menonjolkan komponen khas sekaligus potensi yang dimiliki agar  dapat menjadi daya tarik investasi sesuai dengan prioritas daerah dan nasional dari perspektif ekonomi, sosial dan lingkungan

Sejatinya dalam ketentuan UUD 1945  Pasal 33 ayat (4)  sangat jelas mengamanatkan arah perekenomian Indonesia yang harus berorientasi pada pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Dalam sebuah Webminar soft launching Daya Saing Daerah Berkelanjutan Award yang mengangkat tema "RUU Cipta Kerja: Momentum Agregasi Daya Saing Daerah" yang digelar Katadata bekerja sama dengan KPPOD dan Kinara Indonesia, Selasa (22/9), Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) saat itu Robert Na Endi Jaweng mengatakan bahwa sudah tidak jamannya lagi kalau bicara investasi hanya bicara bagaimana ekonomi tumbuh. Ada banyak hal lain yang harus menjadi pertimbangan penting,

Melihat perkembangan yang semakin berlari kencang, pemerintah tidak mau kehilangan arah dan momentum, maka pada Tahun 2018; PP No 24 Tahun 2018 Tentang Sistem Pelayanan Perizinan Terintegrasi Berbasis Elektronik ( Online Single Submission) agar memudahkan masyarakat dan investor untuk mengurus perizinan usahanya. Seriring dengan itu pada tahun berikutnya yaitu pada tahun 2019 dikeluarlah : RUU Daya Saing Daerah, APBN 2019 ( Sehat, Adil Dan Mandiri Untuk Mendorong Investasi Dan  Daya Saing Indonesia Melalui Pembangunan SDM)

Eksistensi Pembangunan Berkelanjutan

"Salah satu bentuk komitmen Indonesia dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan adalah dengan ditetapkannya Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Namun demikian, dalam upaya untuk pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan tersebut, kolaborasi antar stakeholder yang dibangun di atas landasan mutual trust, antara pemerintah, mitra pembangunan, filantropi, dunia usaha, akademisi serta masyarakat perlu semakin ditingkatkan.

Ada empat pilar penting dalam perjalanan menuju sebuah pembangunan menuju daya saing daerah  berkelanjutan yaitu Lingkungan lestari, sosial inklusif, ekonomi unggul dan tata kelola pemerintahan yang baik. Namun saat ini, gelora untuk aktif terlibat masih minim sebab banyak daerah masih terkonsentrasi pada pembenahan infrastruktur yang ada baik itu pembangunan aparatur daerah, sumber daya masyarakat maupun kesiapan infrastruktur jaringan internet untuk menyambut revolusi 4.0 yang menjunjung tinggi penggunaan teknologi untuk artificial intelegence, Internet of things (IoT) maupun kesiapan infrastruktur fisik lainnya  agar mampu menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan.yang tengah didengungkan saat ini.

Hal ini penting dilakukan agar generasi masa kini tidak memeras habis sumber-sumber daya yang dibutuhkan bagi generasi masa depan nantinya. Paradigma pembangunan yang dikedepankan adalah pemanusiaan manusia dan pemerataan kesempatan agar sejatinya pembangunan yang dicanangkan benar-benar dirasakan oleh masyarakat sedangkan ultimate goal otonomi daerah mengarah kepada kesejateraan dan kualitas hidup masyarakat

Kesempatan untuk membangun saat ini memang penuh dengan tantangan berat apalagi dengan mewabahnya covid19, pemerintah pusat kemudian memutar haluan dan memotong setiap protokoler pembangunan yang panjang menjadi tanggap dan sejalan dengan perubahan. Pilihan kebijakan yang alokatif, distributif dan empowering (Peningkatan kapasitas dan keberdayaan individual dan institusional), stabilitas dan enabling(Peningkatan representasi suara dan aspirasi Perlindungan hak, rasa aman, martabat)

Paradigma  berkelanjutan sejatinya merupakan suatu pola pikir baru yang menyeimbangkan pembangunan ekonomi,pelestarian lingkungan atau keseimbangan ekologi dan perhatian pada aspek sosial. Daya saing Indonesia masih rendah baik level nasional maupun daerah. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya peringkat  Indonesia dalam beberapa indeks internasional yaitu GCI (2019), EoDB (2020). Selain itu indeks ACI (2017 ) juga menunjukan masih terdapat disparitas kemampuan bersaing yang besar antara daerah di Indonesia

Daya saing juga belum dibangun diatas pilar pembangunan berkelanjutan. Indeks EPI (2018) menyebutkan rendahnya  peringkat Indonesia ( peringkat ke-133 dari 180 negara) disebabkan oleh penurunan beberapa kategori lingkungan seperti sumber daya air dan kawasan hutan.

Selain itu juga ada beberapa indikator yang perlu diperhatikan dalam rangka mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan diantaranya; pertama, Lingkungan lestari meliputi aspek kualitas lingkungan hidup, Pengelolaan SDA Lingkungan, Resiliensi lingkungan

Risk Based Approach memberikan  simplifikasi perizinan berusaha, namun mekanisme perhitungan risiko harus akuntabel sehingga berdampak negatif terhadap lingkungan, adapun lokus kewenangannya bertentangan dengan semangat otonomi daerah, berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi keberlanjutan lingkungan.

            Kajian AMDAL bisa dilihat bahwa adanya penyempitan partisipasi publik dan belum ada kriteria yang jelas terkait pelibatan publik). Kedua; Sosial inklusif meliputi keunggulan SDM, Ketenagakerjaan, Kondisivitas keamanan, Ketersediaan dan kualitas infrastruktur dasar (Ketenagakerjaan: sejumlah pengaturan menghambat penciptaan lapangan kerja dan mengganggu  daya saing perusahaan/daerah, Kesehatan : penarikan kewenangan perizinan fasilitas kesehatan ke pusat berpotensi mengganggu ketersediaan layanan kesehatan di daerah, Pendidikan :  berpotensi mengganggu ketersediaan fasilitas pendidikan di daerah)

Ketiga;Ekonomi unggul meliputi Potensi ekonomi, Struktur ekonomi, kemampuan keuangan daerah, Ekosistem investasi, Ketersediaan infrastruktur ekonomi (Risk Based Approach: memudahkan perizinan, meningkatkan investasi, meningkatkan perekonomian daerah,  Lokus kewenangan: menyempitkan ruang daerah dalam merencanakan dan menjalankan serta mengawasi pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan  daerah, Potensi/Prioritas Daerah : berpotensi mengganggu keotonomian daerah dalam mengelola  potensi ekonomi daerah).

Keempat adalah Tata kelola baik meliputi Perencanaan, Penganggaran, Kelembagaan dan pelayanan publik, Regulasi (Kelembagaan : ketidakpastian kewenangan bagi daerah (OPD ) dalam mengatur dan mengurus urusan/pelayanan perizinan, Pelayanan Publik :  RBA memberi kemudahan, Namun keterbatasan SDM  dan infrastruktur berpotensi mengganggu pelayanan publik, Kebijakan ;  Penarikan kewenangan ke pusat membuat daerah kehilangan fondasi dalam mengatur dan mengurus urusan yang menjadi kewenangannya termasuk dalam menerbitkan kebijakan/regulasi yang ramah lingkungan)

Indikator-indikator tersebut menegaskan bahwa peningkatan daya saing daerah menuju pembangunan berkelanjutan sangat bergantung dari keseriusan dari daerah itu sendiri. Kepemimpinan yang transformasional dibutuhkan untuk daerah bukan pemimpin yang bertipe transaksional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun