Mohon tunggu...
Ekel Sadsuitubun
Ekel Sadsuitubun Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng Manado dan Politeknik Negeri Ambon

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kemampuan Mengasihi Diri Sendiri sebagai Jalan Mengasihi Sesama

8 Juli 2023   17:57 Diperbarui: 8 Juli 2023   18:11 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KEMAMPUAN MENGASIHI DIRI SENDIRI SEBAGAI JALAN MENGASIHI SESAMA

                                               (Mikael Ekel Sadsuitubun)

Abstract

      The ability to love presupposes the attainment of a personality maturity. Only people who have enough self-confidence can love others. Humans should develop from being egocentric to altrocentric. When people have enough love for themselves, there is a natural self-acceptance. Then, that person will not be selfish. The person may even be altruistic. Love for oneself becomes a solid stepping stone so that one can love one's neighbor. The same conditions are also needed so that people can love God with all their hearts.

        Sometimes the failure to be altrocentric is due to the influence of anthropocentrism at the level of practical relativism. Practical relativism is a dangerous culture. Cultural relativism is actually the same disease, which also encourages people to exploit others. This is the current problem why people don't grow in love.

Keywords: Love, Self, Fellow human beings, Anthropocentrism.

Pendahuluan

           Kasih kepada sesama perlu ditempatkan dalam rangka kasih kepada Allah. Orang yang mengasihi Allah tentu juga perlu mengasihi segala ciptaan Allah, termasuk manusia. Perintah Tuhan Yesus kepada kita untuk mengasihi sesama mengandung dua unsur yaitu kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri. Kasih kita kepada sesama harus sama seperti kasih kita kepada diri sendiri. Untuk mengasihi sesama kita juga perlu memiliki kasih kepada diri sendiri pula. Artinya seseorang mampu mengasihi sesamanya dan ciptaan Tuhan pada umumnya karena ia telah selesai dengan dirinya, ia telah matang dan bijaksana atau telah berproses dengan dirinya menjadi dewasa secara mental. Oleh karena itu maka artikel ini akan mengikuti alur pemikiran sebagai berikut: pertama membahas tentang Mengasihi Diri Sendiri. Kedua membahas tentang pentingnya menghargai diri sendiri dan ketiga membahas tentang mengasihi sesama ciptaan. Metode Penulisan Dalam penulisan artkel ini akan menggunakan metode kualitatif. Penulis menggunakan buku-buku dan artikel-artikel, untuk mendalami tentang pemahaman-pemahaman mengenai latar belakang kasih dan atroposentrisme zaman modern. Sehingga penulis memiliki pemahaman untuk menulis dan medalami tema artikel ini.

PEMBAHASAN 

1. Mengasihi Diri Sendiri

         Kemampuan untuk mengasihi mengandaikan tercapainya suatu kematangan kepribadian. Hanya orang yang sudah cukup memiliki kepercayaan dirilah yang dapat mengasihi sesama. Manusia rupanya menempuh proses perkembangan dari tahap egosentris ke arah sikap altruis. Seorang bayi atau anak kecil belum mampu memperhatikann orang lain. Perhatian mereka masih terpusat pada diri sendiri. Kalau seseorang usdah dewasa, ia akan mampu memperhatikan orang lain. Ia bahkan mampu untuk tidak selalu mengingat kepentingan diri sendiri. Sifat orang dewasa yang sudah mampu keluar dari dirinya disebut sebagai sifat altruis. Manusia harus berkembang dari tahap egosentris menuju tahap altruis. Namun, perkembangan tersebut tidak selalu berhasil sehingga ada penyimpangan yang disebut sebagai sifat egoistis. Sifat egoistis ialah gejala tidak sehat yang muncul akibat perkembangan perkembangan yang salah. Manusia seharusnya berkembang dari sifat egosentris ke arah altrosentris. Sehubungan dengan sifat egoistis, ada kesan keliru bahwa orang yang egoistis adalah orang yang terlalu mencintai dirinya sendiri. Namun para psikolog cenderung berpendapat bahwa orang yang egoistis adalah orang yang tidak cukup mencintai dirinya sendiri. Kalau orang memiliki cinta yang cukup untuk dirinya, ada penerimaan diri yang wajar. Maka, orang itu tidak akan menjadi egoistis. Orang itu bahkan bisa menjadi altruistis. Cinta akan diri sendiri menjadi batu pijakanyang kokoh supaya ia bisa mencintai sesamanya. Syarat yang sama diperlukan pula agar orang dapat mengasihi Allah dengan segenap hati. Namun ironisnya, agar manusia dapat mengasihi diri sendiri dengan cukup, ia perlu mendapatkan cinta yang cukup dari orang lain. Jadi disini ada lingkaran sebab akibat. Setelah memahami apa yang dimaksudkan dengan mengasihi diri sendiri, maka pada bagian berikut akan diuraikan tentang pentingnya menghargai diri sendiri agar mampu mengasihi sesama ciptaan Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun