(Mikael Ekel Sadsuitubun-Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng Manado)
      Artikel ini merupakn bentuk ringkasan bab IV dari Ensiklik Laudato Si. Bagian ini memperlihatkan bahwa sesungguhnya permasalahan ekologi tidak hanya berhubungan dengan lingkungan. Krisis yang terjadi dewasa ini memiliki dimensi manusiawi dan dimensi sosial. Dengan kata lain manusia permasalahan ekologis sekarang ini erat kaitannya dengan diri manusia sendiri. Dengan memperhatikan dimensi-dimensi tersebut maka tercapailah ekologi yang integral.
1. Ekologi Lingkungan, Eknomi dan Sosial
     Kata lingkungan tak dapat dipisahkan dari ekologi. Lingkungan bukan merupakan bagian terpisah sebab dengan demikian alam dapat dimengerti tidak secara terpisah. Ekologi sendiri dikatakan erat kaitannya karena dalam ekologi dapat ditemui organisme-organisme yang tinggal dan tentunya merupakan makhluk hidup. Dalam kaitannya dengan ini maka tak dapat disangkal bahwa manusia dunia bukan merupakan suatu kehidupan sendiri melainkan berhubungan dengan makhluk yang tinggal di dalamnya, salah satunya manusia. Untuk itu, kegiatan manusia seperti kegiatan ekonomi dan sosial termasuk di dalamnya. Itu sebabnya, "ketika kita berbicara tentang 'penggunaan yang berkelanjutan', kita selalu harus mempertimbangkan juga kemampuan regeneratif setiap ekosistem dalam berbagai bidang dan aspeknya." [1] Maka dalam pengelolaan lingkungan aspek-aspek ini tak dapat diabaikan dan sering disoroti, sehingga dalam pengambilan keputusan ekologis sering terjadi bahwa aspek-aspek ini dipertimbangkan. Demikianlah terdapat ekologi ekonomi
2. Ekologi Budaya
      Ekologi tidak hanya berhubungan dengan warisan alam tetapi juga ekologi berarti melestarikan kekayaan budaya umat manusia dalam arti luas. Budaya dalam artian ini bukan hanya dilihat dalam konteks sejarah melainkan hubungan antara manusia dan lingkungan. Dengan hubungan tersebut maka dapat dilihat apakah kebudayaan mampu membentuk lingkungan yang baik dan layak dihuni oleh manusia sendiri. Jangan-jangan suatu kebudayaan yang salah membentuk identitas sosial yang kurang baik dalam masyarakat sehingga, "hilangnya satu budaya dapat sama serius atau lebih serius daripada hilangnya spesies tanaman atau binatang."[2]
 3. Ekologi Hidup Sehari-hari
      Cara hidup seseorang akan mempengaruhi lingkungan di sekitarnya. Maka lingkungan sebenarnya hendak menampilkan identitas hidup seseorang. Berbagai krisis yang terjadi di dalam lingkungan hendak dipandang dari hidup manusia sehari-hari. Perilaku manusia dikatakan dapat mempengaruhi ruang. Dalam hal ini paus menekankan bahwa yang perlu dipelihara ialah ruang publik. Pemeliharaan ruang publik ini tidak cukup hanya dengan meningkatkan keindahan desain melainkan harus berupa pelestarian pula. Lain hal pula bahwa ekologi menyiratkan suatu kehidupan sosial dan hukum moral. Maka sesungguhnya ekologi juga mengartikan suatu penghargaan terhadap manusia. Manusia perlu dihormati sebagai manusia sejati, misalnya dengan belajar menerima dan menjaga tubuh sendiri.
 4. Prinsip Kesejahteraan Umum
     "Ekologi manusia tidak terlepas dari gagasan kesejahteraan umum, prinsip yang memainkan peran sentral dan pemersatu dalam etika sosial".[3] Kesejahteraan umum mengandaikan adanya kesamaan atas hak-hak dasar setiap manusia. Dengan demikian dapat terciptalah suatu stabilitas sosial. Dalam artian ini maka hak-hak seorang manusia perlu dihargai terutama bagi mereka yang miskin. Solidaritas kepada orang miskin ini perlu senantiasa dijunjung dengan begitu banyaknya ketimpangan yang terjadi. Inilah bentuk perwujudan atas kesejahteraan umum secara efektif.
5. Keadilan Antargenerasi
      Konsep kesejahteraan umum berkaitan pula dengan keadilan antargenerasi. Lingkungan di mana kita tinggal sekarang pada waktunya akan diwariskan pada generasi yang berikut, sehingga manusia memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merawatnya, agar nantinya generasi selanjutnya dapat menikmati lingkungan yang baik pula. Nyatanya, pemberdayaan lingkungan untuk generasi selanjutnya terhalang oleh sikap konsumerisme instan dan berlebihan atau pula sikap individualis. Dunia diperhadapkan dengan tantangan mengenai kepribadian manusia. Oleh karena itu, manusia harus disadarkan mengenai tanggung jawab mereka. Selain itu, "jangan kitahanya memikirkan kaum miskin masa depan, mari kita ingat kaum miskin sekarang ini".[4] Oleh karena itu, selain solidaritas antargenerasi diperlukan pula solidaritas intra-generasi.
 Daftar Pustaka
Paus Fransiskus, Ensiklik Laudato Si, terj. Martin Harun OFM. Jakarta: Penerbit Obor, 2015.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI