IRONI PENEGAK HUKUM: Â TEDY MINAHASA "HARTA, TAHTA DAN WANITA"
(Mikael Ekel Sadsuitubun-Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng)
     Menurut Michel Foucault kekuasaan adalah sesuatu yang dilegitimasikan secara metafisik kepada negara yang akan memungkinkan negara dapat mewajibkan semua orang untuk mematuhinya. Namun menurut Foucault, kekuasaan juga adalah satu dimensi dari relasi. Di mana ada relasi, di sana ada kekuasaan.[1]Â
     Setelah sidang kasus pembunuhan berencana brigadir Josua Hutabarat dengan pelaku utama adalah Ferdi Sambo, seorang jenderal bintang dua. Kini, rakyat Indonesia kembali menyaksikan sidang kasus narkoba yang dilakukan juga oleh seorang jenderal bintang dua yaitu Tedi Minahasa. Ironis. Ironisnya ialah untuk memperoleh harta yang berlimpah ruah, ia menggunakan pangkatnya (kuasa), untuk memerintahkan bawahannya agar mengedar narkoba. Relasi kuasa melumpuhkan tegasnya hati nurani anggota POLRI yang ada di bawah kepak sayapnya. Â
Baca juga: Sumbangan Filsafat Bagi Kebudayaan - Berfilsafat Indonesia: Sebuah Pencarian dari "Dolo" Hingga Larwul Ngabal Dalam Suku Kei
     Melalui kekuasaan yang dimiliki oleh Tedi Minahasa, ia menggunakan kuasa itu untuk membangun relasi dalam bentuk suatu jaringan untuk mencapai kenginan pribadinya. Suka atau tidak suka, semua anggota yang berada dibwahnya harus menuruti perintah. Anggota yang secara struktural pangkatnya jauh di bawah, harus tunduk dan melaksanakan perintah kejahatan yang seharusnya mereka tindak tegas. Mereka paham dan mereka yang melanggar.
     Setelah memiliki banyak harta yang tidak sesuai dengan upah yang diperoleh secara halal, Tedi Minahasa belum puas! ia masih terus mengejar harta itu dengan melibatkan anggota polisi yang lain sebagai tamengnya jika terjadi sesuatu. Yaitu jika perdagangan narkoba itu ketahuan, maka akan menjadi pelaku adalah bawahannya, sehingga Tedi lolos dari jaringan relasi yang menguntungkannya secara pribadi. Konsepnya, Tedi untung bawahan buntung.
Baca juga: Filsafat Kebudayaan: Norma-norma dalam Kebudayaan Kei
      Harta, tahta dan wanita adalah suatu relasi yang tak terhindarkan namun memungkinkan untuk dihindari jika disadari bahwa itu berbahaya. Potensi hadirnya kejahatan. Dalam sidang, kita semua sudah mengetahui bahwa Tedi melibatkan seorang wanita sebagai informannya dalam membongkar pengedaran narkoba di Indonesia. Dia adalah Linda Pujiastuti alias CEPU. Ironisnya, Barang hasil sitaan itu disimpan dan dicarikan lawan atau pembeli. Artinya bahwa Tedi Minahasa adalah pelaku pengedar narkoba di Indonesia. Memang tuduhan tersebut terlalu cepat karena belum ada putusan persidangan. Dirasakan bahwa proyek kejahatan ini mulai dicurigai, maka Linda Cepu dan Dodi serta anggota polisi yang lain mulai dijebak agar penguasa lolos dan bawahan menjadi pelaku. Sehingga Tedi sang jenderal bintang dua itu lolos atau dapat menghindari  jeratan hukum.Â
     Memprihatinkan lagi bahwa Tedi meminta agar Dodi bergabung bersamanya dalam satu payung di persidangan, semua biaya Tedi Minahasa yang tanggung bahkan ia akan membayar ganti rugi terhadap tim kuasa hukum Dodi karena ia menggunakan tim kuasa hukum yang di atur oleh Tedi Minahasa. Sehingga mereka lolos dari hukuman berat sedangkan Linda, Arif dan anggota lainnya akan menjadi pelaku yang mungkin akan dihukum berat bahkan hukuman mati. Itulah sepenggal rekaman percakapan Tedi Minahasa dan istri Dodi via telepon.
     Harta membuat Tedi Minahasa tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah ia peroleh. Harta yang melimpah menggiring Tedi Minahasa menyempurnakan kurangnya satu tungku (harta, tahta dan wanita) kejahatan  yaitu wanita (Apakah wanita adalah sumber kejahatan? pada artikel berikutnya akan diuraikan secara filosofis).Â