Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia kerap disebut sebagai salah satu kekuatan ekonomi baru yang sedang naik daun. Berdasarkan data Purchasing Power Parity (PPP) atau paritas daya beli, produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2023 diperkirakan mencapai $4,4 triliun, melampaui Inggris ($3,9 triliun) dan Prancis ($3,8 triliun) (IMF, 2023). Pencapaian ini menempatkan Indonesia di posisi ke-7 ekonomi terbesar dunia berdasarkan PPP, menggeser dua negara Eropa tersebut.
Namun, apakah pencapaian ini mencerminkan kekuatan ekonomi yang sesungguhnya? Apa faktor pendorong di balik angka ini, dan bagaimana prospek Indonesia di masa depan? Artikel ini akan membahas lebih dalam tentang makna peringkat ekonomi berdasarkan PPP, keunggulan yang dimiliki Indonesia, serta tantangan yang harus dihadapi agar dapat mempertahankan momentum pertumbuhan.
PPP vs. Nominal: Memahami Konteks Perbandingan
Penting untuk memahami bahwa perbandingan ini menggunakan PPP, yang memperhitungkan perbedaan biaya hidup dan daya beli di setiap negara. Sementara itu, dalam ukuran nominal---yang mencerminkan nilai absolut PDB dalam dolar AS---Indonesia masih berada di peringkat ke-16 dengan PDB sekitar $1,4 triliun (2023), jauh di bawah Inggris ($3,1 triliun) dan Prancis ($2,7 triliun).
PPP memberikan gambaran lebih akurat tentang daya beli masyarakat di dalam negeri, tetapi tidak serta-merta menunjukkan dominasi ekonomi di pasar global. Meski demikian, pertumbuhan PPP Indonesia menunjukkan potensi besar dari konsumsi domestik dan daya saing ekonomi yang semakin meningkat.
Faktor Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
1. Demografi Muda dan Pasar Domestik yang Besar
Dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa, di mana 65% berusia di bawah 45 tahun, Indonesia memiliki salah satu tenaga kerja produktif terbesar di dunia. Konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50% dari PDB, didorong oleh pertumbuhan kelas menengah yang pesat.
Bonus demografi ini menjadi modal besar bagi pertumbuhan ekonomi, terutama jika diiringi dengan peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan tenaga kerja.
2. Transformasi Digital dan Ekonomi Kreatif