Mohon tunggu...
Rafael Kasihraya Rahina
Rafael Kasihraya Rahina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar Sekolah Menengah Atas

Seorang Pelajar SMA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Buah Rejeki

25 Maret 2024   10:22 Diperbarui: 25 Maret 2024   10:52 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namun untungnya ada seorang Kakek Miskin yang langsung sigap menangkap Pak Beni yang hampir terjatuh. Dari peristiwa itu, Pak Beni menghela nafas dengan jantung yang masih berdetak kencang, dan ia sungguh amat beruntung karena kakek yang sedang duduk di pinggir trotoar ini sudah bersiap menjaga dari belakang setelah mengetahui bahwa akan ada kendaraan yang datang dengan laju yang sangat kencang dari arah sebelah kanan. Bagaikan ikan yang keluar dari air, nafasnya terengah-engah seakan tidak percaya akan apa yang barusan ia alami. Kakek Miskin itu berusaha menenangkan Pak Beni yang masih terlihat sangat syok sambil memberikan nasehat kepadanya,

“Bapak lain kali berhati-hati kalau mau menyeberang, jalanan di sini memang ramai, apalagi menjelang jam makan siang. Terkadang orang-orang suka terburu-buru kalau sudah lapar di siang bolong begini. Jadi, jangan lupa melihat kanan-kiri sebelum menyeberang,” kata Kakek Miskin itu dengan suara yang lembut. Dari nasihat itu, Pak Beni menjadi sadar dan tersentuh dengan ketulusan kakek miskin tersebut dalam menolong orang lain, sehingga ia pun menjadi iba dan ingin memberikan sebagian uang yang ia dapatkan kepada kakek miskin itu.

“Kakek, terima kasih sudah menolong saya. Kalau Kakek tidak menolong saya, mungkin saya akan jatuh dan terbentur, atau bahkan mati tertabrak. Sebagai ungkapan rasa terima kasih saya, saya ada sedikit rezeki untuk Kakek. Semoga dapat selalu menjadi berkat buat kakek”

“Tidak perlu repot-repot, saya memang berniat menolong. Saya tahu, Bapak sedang kelaparan dan kehausan siang hari ini. Lebih baik Bapak gunakan untuk membeli makanan di warung seberang sana, dan jangan lupa untuk selalu berhati-hati,” kata Kakek Miskin itu dengan tubuhnya yang kurus kering dan pakaian yang robek-robek.

Walaupun Pak Beni merasa tidak tega, ia lebih baik menuruti terhadap apa yang disuruh oleh kakek miskin itu daripada ia terus gagal membujuk dia dan ditolak terus-menerus. Karena Pak Beni sudah berusaha dan gagal, Pak Beni lalu berpamitan dengan kakek miskin itu dan menyeberangi jalan dengan penuh waspada seperti yang telah dinasehatkan oleh kakek miskin itu kepadanya, sehingga ia dapat sampai di warung itu dengan selamat.

“Permisi…saya mau pesan nasi rames 1 porsi”

Oh..iya…tunggu sebentar ya…saya buatkan dulu..”

“Siap…” sahut Pak Beni dengan penuh semangat.

Ibu Pedagang itu pun segera membuat nasi rames untuk Pak Beni yang sudah sangat lapar. Ada banyak varian lauk, apalagi nasi rames yang dipesan oleh Pak Beni ini merupakan makanan khas dan favorit bagi warga setempat, karena warung tersebut menyediakan makanan dengan lauk dan nasinya yang melimpah, serta harganya pun juga sangat terjamin dan relatif murah bagi kalangan warga desa. Setiap orang yang perutnya kosong di siang bolong ini sudah pasti akan selalu mampir ke warung tersebut.

“Silahkan….ini makanannya, hati-hati masih panas”

“Iya, Bu, terima kasih….” Jawab Pak Beni dengan ramah.

Pak Beni menyantap makanan itu dengan sangat lahap, sehingga ia lupa bahwa dirinya telah memesan hingga 2 porsi. Seusai menyantap makanan yang telah ia pesan, ia merasa senang dan bahagia, apalagi ia sampai tertidur pulas di warung hingga menjelang sore hari. Saat Ibu Pedagang itu ingin menutup warungnya karena sudah saatnya tutup, ia melihat Pak Beni yang masih tertidur dan berusaha membangunkannya,

“Permisi pak…bangun pak…ini sudah sore, Bapak mau saya antarkan pulang? Sebentar lagi sudah mau tutup,” tanyanya dengan lembut sambil membangunkan.

Tak lama Pak Beni pun langsung terbangun dengan mata lelah yang sedikit kemerah-merahan dan menjawab, “Ya Bu, boleh, badan saya juga entah kenapa semakin terasa pegal, bolehkah saya menumpang istirahat sebentar?” tanyanya balik dengan suara yang pelan.

Ketika Ibu Pedagang itu berusaha untuk membuatnya terus terbangun dan ingin menanyai pula tentang alamat rumahnya, tiba-tiba Pak Beni menjatuhkan kepalanya ke atas meja dan tertidur kembali. Untungnya, suami dari Ibu Pedagang itu pulang lebih cepat sehabis kerja, dan ternyata suaminya telah mengenali Pak Beni sejak lama.

“Bu, itu kenapa ya?” tanya Pak Sudim, suami dari Ibu Pedagang itu.

“Ini Pak, Bapak ini lagi kecapaian kayaknya, mending diantarkan pulang saja, kasihan bajunya juga sudah lusuh”

“Iya Bu, ini saya kebetulan pulang bawa mobil derek dari bengkel, soalnya bengkelnya lagi sepi hari ini. Bapak ini sepertinya tetangga kita di desa sebelah, setelah 2 km dari desa Batu,” Ucapnya dengan sedikit kenal.

Oh iya…itu bapaknya pernah ketemu saya di desa Jeruk waktu kumpul warga desa. Mendingan langsung dipulangkan saja, kasihan ibu dan anaknya sudah menunggu di rumah,” Ucap ibu pedagang itu.

Pak Beni akhirnya dipulangkan dengan menggunakan mobil derek dari bisnis bengkel Pak Sudim. Walaupun bengkelnya sedang sepi, setidaknya ia bisa bersilaturahmi bersama dengan tetangganya dari desa Jeruk. Dari desa Putih hingga desa Batu yang kurang lebih berjarak 3 km dari kantor kelurahan, belum lagi dari desa Batu menuju ke desa Jeruk yang sedikit dekat sekitar 2 km jaraknya. Dari jarak yang cukup jauh inilah yang membuat Pak Beni terbangun di tengah perjalanan.

Eh….aku ada dimana ini?” tanya Pak Beni dengan terkejut.

“Bapak lagi saya antarkan pulang ke rumah, tadi Bapak pingsan saat setelah makan di warung nasi rames milik isteri saya,” Jawabnya dengan santai.

Akhirnya Pak Beni dan Pak Sudim saling berkenalan dan mengingat bahwa mereka pernah bertemu sebelumnya, terutama saat rapat warga desa. Oleh karena banyak bercerita, mereka akhirnya sampai di rumah Pak Beni dan melihat Pak Budi yang masih berada dalam angkot.

Tin..tinwoi…Pak Budi…ini saya punya kenalan baru, namanya Pak Sudim. Nanti, Pak Sudim yang akan membantu, bapak, menambal ban yang bocor di bengkel,” sahut Pak Beni.

“Oh….ya…salam kenal…saya namanya Budi, temen lamanya Pak Beni. Nanti harga derek dan tambalnya berapa, Pak?” tanya Pak Budi.

“Tidak perlu membayar, Pak Beni sudah rela berjalan jauh untuk menemui saya. Bapak seharusnya berterima kasih kepada Pak Beni yang sudah berbaik hati untuk Bapak,” jawabnya dengan nasehat.

Dengan berlinang air mata, Pak Budi memeluk Pak Beni atas kebaikannya yang tidak hanya merelakan waktu dan tenaga, melainkan juga uang yang Pak Beni temukan di pinggir jalan. TAMAT..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun