Review Buku Hukum Waris Perdata Karangan Maman Suparman, S.H., M.H., C.N.
Rafael Ilham Prayogo ,222121198
Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, Indonesia
Abstrak:
Buku ini membicarakan Hukum Waris Perdata Karangan Maman Suparman" adalah buku yang mencakup tentang hukum waris perdata. Buku ini mengulas tentang peraturan yang berlaku dalam hal warisan perdata, serta cara pengelolaan dan pengawasan warisan perdata. Isi utama buku ini mencakup berbagai aspek, seperti: Hukum waris perdata: tentang peraturan yang berlaku dalam hal warisan perdata, termasuk tentang perkara yang harus diperhatikan dalam melakukan warisan perdata. Pengelolaan dan pengawasan warisan perdata: mencakup tentang cara pengelolaan dan pengawasan warisan perdata, termasuk tentang tugas-tugas yang harus dilakukan oleh para pengelola dan pengawas warisan perdata. Perkara-perkara yang harus diperhatikan: mencakup tentang berbagai perkara yang harus diperhatikan dalam melakukan warisan perdata, seperti perkara-perkara yang harus diperhatikan dalam melakukan perhitungan warisan perdata dan cara pengawasan warisan perdata. Selain itu, buku ini juga mencakup tentang konflik yang mungkin terjadi dalam hal warisan perdata, serta cara pengelolaan dan pengawasan warisan perdata yang efektif.
Kata kunci: Hukum Waris Perdata, Pewaris , kewarisan, Wasiat .
Pendahuluan
Dalam sistem pewarisan BW terdapat empat golongan ahli waris, yaitu ahli waris golongan I, II , III dan golongan IV. Adapun yang menjadi tanggung jawab ahli waris terhadap pewaris, yaitu adanya hak berpikir, menerima warisan tanpa syarat (secara penuh), menerima warisan dengan syarat atau pencatatan (beneficiare aanvarding), dan menolak warisan atau harta peninggalan (verwerping).
Dalam pembagian warisan biasa terjadi adanya inbreng, yaitu memperhitungkan apa yang telah diterima oleh seorang ahli waris dari penghibahannya dan dihitung seakan-akan merupakan persekot (uang muka ) atas bagian harta warisan. Di samping itu bisa inkorting (pemotongan), hal ini dilakukan apabila bagian mutlak si ahli waris tersinggung dan kejadian ini bertentangan dangan kemauan di ahli waris, namun undang-undang memberikan bagian mutlak. Dalam Sistematika hukum kewarisan diuraikan mengenai golongan ahli waris, pewarisan untuk anak di luar kawin aktif, pewarisan untuk anak luar kawin, pewarisan berdasarkan wasiat, legieteme portie, inkorting dan inbreng.
Buku ini memberikan gambaran secara mendetail tentang pengertian dan cara pembagian warisan menurut hukum perdata (KUH perdata). Hal ini di harapkan dapat menularkan kedalaman pemahaman hukum waris perdata bagi kalangan mahasiswa dan pihak-pihak yang berminat mempelajari hukum kewarisan perdata.
Hasil dan Pembahasan
BAB 1 PENDAHULUAN
  Dalam bab 1, terdapat 4 poin dari penjelasan 1. System kewarisan 2. Pengertian hukum waris 3. Landasan hukum waris 4. Unsur-unsur terjadinya pewarisan menjelaskan tentang dari system kewarisan Sistem kewarisan menurut buku hukum Waris Perdata karangan Maman Suparman merupakan sistem hukum yang mengatur mengenai kekayaan karena ia merupakan kumpulan peraturan yang berlaku di Indonesia Sistem hukum kewarisan Islam merupakan nilai-nilai agama Islam yang telah diyakini oleh umatnya dan kemudian dijadikan sistem kehidupan untuk mengatur hubungan sesama manusia Sistem hukum warisan Islam sebagai bagian dari sistem syari'at merupakan dalam aspek sistem hukum mu'amalah atau juga dalam lingkungan hukum perdata.
Pengertian hukum waris yaitu bagian dari hukum kekeluargaan yang sangat erat kaitannya denganm ruang lingkup kehidupan manusia sebab setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Walau cukup banya pengertian hukum waris yang dikemukan oleh para ahli hukum waris namun pada pokoknya mereka berpendapat sama yaitu hukum waris adalah peraturan hukum yang mengatur perpindahan harta kekayaan dan pewaris kepada para ahli waris.
Hukum kewarisan yang diatur dalam KUH Perdata diberlakukan bagi orang- orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang-orang Eropa tersebut. Hal ini berdasarkan Staatsblad 1917 Nomor 12 tentang Penundukan Diri terhadap Hukum Eropa. Dengan demikian bagi orang-orang Indonesia dimungkinkan pula menggunakan hukum kewarisan yang tertuang dalam KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek).
 Dalam Pasal 528 KUH Perdata tentang hak mewaris ditentukan dengan hak kebendaan, sedangkan ketentuan Pasal 854 KUH Perdata bahwa hak waris sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan. Oleh karena itu, ketentuan ini ditempatkan dalam buku ke-2 KUH Perdata (tentang benda). kelmun demikian, penempatan hukum kewarisan dalam buku ke-2 KUH Per- data menimbulkan pro kontra di kalangan ahli hukum, karena dalam kewarisan tidak hanya mencakup hukum benda saja, tetapi juga menyangkut aspek hukum. Ada tiga syarat terjadinya pewarisan yaitu,
Ada orang yang meninggal dunia(pewaris)
Ada orang yang masih ,sebagai ahli waris yang akan memperoleh warisan pada saat pewaris meninggal dunia(ahli waris)
Ada sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris (harta pewaris).
BAB 2 PEWARIS DAN DASAR HUKUM MAWARIS
   Dalam bab 2 pertama dijelaskan tentang dasar hukum mewaris dasar hukum ahli waris dapat mewarisi sejumlah harta pewaris menurut system hukum waris BW melalui du acara berikut,
Menurut ketentuan undang-undang (ab instestato atau wettelijk erfrecht)
Ditunjuk dalam surat wasiat (testamentair erfrecht)
Bisa dijelaskan menurut undang-undang (ab instestato atau wettelijk erfrecht) yaitu ahli waris yang mendapatkan bagian warisan karena hubungan kekeluargaan yang berdasarkan pada keturunan.
Terdapat golongan ahli waris yang dikelompokan menjadi 4 golongan,
Ahli waris golongan I: Orang tua, saudara laki-laki, dan saudara perempuan, termasuk keturunan dari saudara-saudara tersebut sebagai pengganti
Ahli waris golongan II: Saudara laki-laki dan saudara perempuan yang tidak termasuk golongan I, yang berhak menerima harta peninggalan pewaris jika tidak ada ahli waris golongan I yang tersedia
Ahli waris golongan III: Istri, suami, dan anak yang tidak termasuk golongan I dan II, yang berhak menerima harta peninggalan pewaris jika tidak ada ahli waris golongan I dan II yang tersedia
Ahli waris golongan IV: Orang yang tidak termasuk golongan I, II, atau III, yang berhak menerima harta peninggalan pewaris jika tidak ada ahli waris golongan I, II, atau III yang tersedia
Golongan ini berisi orang yang berhak menerima harta peninggalan pewaris. Ahli waris golongan I termasuk orang tua, saudara laki-laki, dan saudara perempuan, termasuk keturunan dari saudara-saudara tersebut sebagai pengganti.
Disebutkan juga di buku tentang Penggantian tempat ( plaatsvervulling ) Ketentuan dalam KUH Perdata yang mengatur penggantian tempat (plaats vervulling), yaitu Pasal 841 dan Pasal 848 KUH Perdata yang menyebutkan tentang perwakilan (vertegen woordigen), maksudnya keluarga sedarah yang jauh tidak "mewakili. Dalam hal ini yang meninggal dunia lebih dahulu juga tidak bertindak atas namanya, tetapi hanya menggantikan tempatnya yang menjadi lowong karena kematian. Dalam Pasal 841 KUH Perdata menyebutkan tentang penggantian hak dari yang meninggal dunia. Jadi, penggantian tempat itu memperoleh hak orang yang digantikannya dan akan memperoleh hak (dan juga kewajibannya) dari orang yang digantikannya. Jika sekiranya ia tidak meninggal sebelum pewaris meninggal dunia, maka Pasal 841 KUH Perdata menggambarkan bahwa penggantian tempat sebagai sesuatu pemberian (recht gevende).
Terdapat ahli waris yang tidak dapat mewarisi atau dianggap tidak patut dalam menjadi ahli waris karena dikecualikan dari pewarisan yaitu;
Mereka yang dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencola membunuh si yang meninggal.
Mereka yang dengan putusan hakim dipersalahkan karena memfitnah yang meninggal dengan mengajukan pengaduan telah melakukan kejahatan dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat.
Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya.
Mereka yang telah menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal.
BAB 3 TANGGUNG JAWAB AHLI WARIS TERHADAP PEWARIS
   Dalam bab 3 di jelaskan hak berfikir yang bermaksud sebagaimana pewaris menerima warisan terhadap penerimaan warisan tersebut dan melakukan sikap seperti Pasal 1023 KUH Perdata. Pasal ini pada intinya menyatakan bahwa ahli waris berhak untuk meminta agar warisan pewaris didaftar dulu, kemudian nanti sesudah ia melihat keadaan warisan baru menentukan sikapnya. Menurut pasal ini, terhadap warisan yang terbuka ahli waris yang bersangkutan mem- punyai kesempatan untuk berpikir dan kemudian memberikan sikap. Sikap itu dapat dilihat seperti berikut ini.
Menerima secara murni.
Menerima dengan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan (met voorecht van boedel beschrijving atau dikatakan mene- rima secara beneficiair)
Dalam Pasal 1024 KUH Perdata telah ditentukan bahwa pernyataan untuk berpikir berlaku sampai empat bulan. Dalam hal ini orang harus melakukan pendaftaran dan menentukan sikap, namun jika di dalam waktu itu ahli waris digugat, maka pengadilan dapat memperpanjang waktu tersebut atas alasan yang mendesak.
Menerima warisan tanpa syarat (secara penuh) berdasarkan pasal KUH perdata bahwa menerima warisan secara penuh bias terjadi;
Secara tegas dengan membuat surat resmi (autentik) atau surat dibawah tangan atau
Secara diam-diam , yaitu bilamana ahli waris melaksanakan perbuatan yang dapat disimpulkan tujuannya untuk memperoleh harta warisan tanpa syarat
Menerima warisan dengan syarat atau pencatatan (BENEFICIAIRE AANVAARDING) Pengertian menerima dengan syarat atau pencatatan adalah apabila dalam pencatatan harta warisan itu lebih banyak pasiva daripada aktiva, maka ia tidak dapat dipertanggungjawabkan. Jadi, ahli waris hanya dapat diminta tanggung jawab atas utang si pewaris yang terbatas pada jumlah bagian harta warisan yang ja diterima,
Menolak warisan atau harta peninggalan (VERWEPPING) Sistem yang berlaku dalam KUH Perdata adalah ahli waris diperbolehkan untuk menolak harta warisan yang menjadi bagiannya. Penolakan harta warisan baru dapat terjadi bila terdapat harta warisan yang terbuka atau terluang. Berdasarkan Pasal 1057 KUH Perdata bahwa penolakan suatu harta warisan harus dilakukan secara tegas dan diajukan kepada Panitera Pengadilan Negeri. Akibat dari penolakan warisan adalah ahli waris yang bersangkutan dianggap tidak pernah ada atau tidak pernah menjadi ahli waris. Penolakan warisan ini berlaku surut sampai dengan saat meninggalnya pewaris atau orang yang meninggalkan warisan tersebut (Pasal 1058 KUH Perdata). Adapun bagian ahli yang menolak itu akan diberikan kepada ahli waris lainnya yang berhak.
BAB 4 LEGITIEME PORTIE
    Pada Bab 4 penulis menyampaikan lima point pembahasan mengenai Hukum waris perdata yaitu, pengertian legitieme portie, besarnya legitieme portie, cara untuk memenuhi legitieme portie, contoh perhitungan legitieme portie, cara menutup legitieme portie pembahasan pertama Legitieme portie (bagian mutlak) adalah suatu bagian dari harta peninggalan atau warisan yang harus diberikan kepada para ahli waris dalam garis lurus (baik garis lurus ke bawah maupun ke atas), dan terhadap bagian mana si pewaris dilarang menetapkan sesuatu baik yang berupa pemberian (hibah) maupun yang berupa hibah wasiat (Pasal 913 KUH Perdata), 130
Legitieme portie menurut Idris Ramulyo adalah:
"Suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan atau dengan kata lain bahwa legitieme portie adalah suatu bagian dari harta peninggalan yang harus (wajib) diberikan kepada para ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap bagian mana si pewaris tidak diperbolehkan menetapkan sesuatu baik selaku pemberian antara yang masih hidup atau selaku wasiat",
Besarnya legitieme portie lebih jelasnya isi Pasal 914 KUH Perdata dapat dilihat pada uraian berikut.
1. Jika hanya ada seorang anak sah, maka jumlah legitieme portie adalah 1/2 dari bagian yang sebenarnya yang akan diperoleh sebagai ahli waris menurut undang-undang.
Jika ada dua orang anak sah, maka jumlah legitieme portie adalah 2/3 dari bagian yang sebenarnya akan diperoleh sebagai ahli waris menurut undang-undang.
Jika ada tiga orang anak sah atau lebih, maka jumlah legitieme portie adalah 3/4 dari bagian yang sebenarnya akan diperoleh ahli waris menurut un- dang-undang.
Jika si anak sebagai ahli waris menurut undang-undang meninggal dunia lebih dahulu, maka hak legitieme portie beralih kepada sekalian anak- anaknya bersama-sama sebagai penggantian.
Berikut cara memenuhi legitieme portie
Ditutupi dari sisa harta warisan setelah dikurangi dengan jumlah pelak- sanaan wasiat.
Apabila dari pemenuhan hak mutlak belum terpenuhi, maka diambil dari wasiat dengan tidak memperhatikan kapan wasiat itu dibuat, dan masing-masing wasiat dipotong atau diambil menurut perbandingan besarnya wasiat itu.
Apabila dari wasiat itu juga tidak dapat memenuhi hak mutlak, maka diambil dari hibah yang tanggal pemberiannya paling dekat dengan tanggal kematian dari orang yang meninggalkan warisan.
Legitieme portie hanya diperhitungkan apabila terdapat hibah atau wasiat atau keduanya dan adanya tuntutan dari ahli waris yang mempunyai hak tersebut.
Perhitungan legitieme portie Bagian mutlak bagi para ahli waris dalam garis lurus ke bawah atau ahli waris dalam golongan 1 (pertama). Para ahli waris dalam golongan I tidak berhak atas "bagian mutlak", yang berhak hanya mereka yang termasuk dalam garis lurus ke bawah, sehingga suami atau istri tidak berhak atas bagian mutlak.
Pasal 914 ayat (1) KUH Perdata, menetapkan:
"Dalam garis lurus ke bawah, apabila si pewaris hanya meninggalkan anak yang sah satu-satunya, maka bagian mutlak anak itu berjumlah setengah dari harta peninggalan yang oleh si anak itu dalam sedianya harus mene- rimanya"
Cara menutup legitieme portie menutup "bagian mutlak" adalah dengan mengambil dari sisa harta pe ninggalan setelah dilaksanakan wasiat. Apabila jumlah sisa harta peninggalan belum mencukupi, maka pemberian dengan wasiat dikurangi. Dalam hal ini semua pemberian dengan wasiat dikurangi bersama-sama menurut perimbangan besarnya bagian yang termuat dalam wasiat itu dan tidak memandang kapan wasiat itu dibuatnya (Pasal 920 KUH Perdata).
Apabila pemotongan dari wasiat itu belum mencukupi untuk menutup "bagian mutlak", maka dilakukan sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 926 KUH Perdata. Hal ini termuat dalam Pasal 926 KUH Perdata adalah pengu- rangan atau pemotongan dari hibah pada waktu si pewaris masih hidup dan pemberian hibah dalam perjanjian kawin. Pelaksanaan pengurangan ini dilakukan menurut urutan dari tanggal yang paling dekat dengan tanggal meninggalnya si pewaris
BAB 5 WASIAT (TEASTAMENT) DAN HIBAH WASIAT (LEGAAT)
   Pada Bab 5, penulis menyampaikan 12 poin Pengertian Wasiat (Testament) Jenis dan Bentuk Wasiat, Syarat-Syarat Wasiat, Isi Surat Wasiat, Syarat-Syarat Saksi dalam Wasiat, Larangan Wasiat Bersifat Umum, Larangan Wasiat Bersifat Khusus, Pencabutan dan Gugurnya Wasiat, Hibah (Schenking) ,Kodisil (Codisil), Hibah Wasiat (Legaat), Pelaksana Wasiat dan Pengurus Harta Warisan.
Pengertian Wasiat (testament), yaitu pernyataan seseorang mengenai apa yang dikehen- daki setelah meninggal dunia. Pada asasnya suatu pernyataan kemauan adalah datang dari satu pihak saja (eenzigdig) dan setiap waktu dapat ditarik kembali oleh yang membuatnya. Penarikan kembali itu (herrolpen) boleh secara tegas (uitdrukkelijk) atau secara diam-diam (stilzwijgend). Wasiat menurut Pasal 875 KUH Perdata adalah suatu akta yang berisi pernyataan seseorang tentang apa yang akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan olehnya dapat ditarik kembali.
Jenis dan bentuk wasiat , jenis ada 2 macam yaitu
Wasiat yang berisi erfstelling atau pengangkatan waris.
Wasiat yang berisi hibah (hibah wasiat) atau legaat.
Dan bentuk
Wasiat yang harus ditulis sendiri (olograpic testament)
Wasiat umum (openbaar testament)
Wasiat rahasia atau testament tertutup (geheim)
Pembuatan testament di luar negeri
Pembuatan testament dalam keadaan luar biasa
Syarat-syarat wasiat, ada 2 formil dan materil
Syarat-Syarat Formil
Syarat yang berkenaan dengan subjek diatur dalam pasal-pasal di bawah ini.
Pasal 895 KUH Perdata menentukan, bahwa pembuat wasiat harus sehat akal budinya (tidak terganggu ingatannya atau gila).
Tidak berada di bawah pengampuan, kecuali orang dalam keadaan pailit. Dalam hal ini yang berada di bawah pengampuan tidak dapat membuat wasiat.
Pasal 897 KUH Perdata, menentukan batas umur minimum bagi orang yang akan membuat wasiat, yaitu sudah berumur 18 tahun, berbeda dengan batas umur dewasa, yaitu 21 tahun.
Pasal 930 KUH Perdata mengatur larangan membuat wasiat oleh dua orang yang saling menguntungkan atau untuk kepentingan pihak ketiga.
Syarat-Syarat materil
syarat-syarat materil diatur dalam pasal-pasal di bawah ini. Pasal 879 KUH Perdata Mengatur tentang fidei commis, yaitu pengangkatan waris atau pemberian hibah dengan lompat tangan, hal ini dilarang (fidei commis atau disebut juga dengan wasiat bersyarat.
Isi surat wasiat memenuhi 3 misalnya,
Surat wasiat berisi perintah atau kewajiban untuk melakukan sesuatu atau larangan melakukan tindakan tertentu.
Surat wasiat berisi pencabutan testament yang terdahulu
Surat wasiat pengangkatan seorang atau wali pelaksana wasiat.
Syarat-syarat saksi dalam wasiat
Untuk menjadi saksi di dalam pembuatan suatu wasiat, harus dipenuhi syarat- syarat yang telah ditetapkan. Menurut Pasal 944 KUH Perdata, syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:
Dalam ayat (1) saksi harus memenuhi ketentuan berikut.
a. Saksi telah berumur 21 tahun atau sudah kawin.
b. Saksi harus mengerti bahasa Indonesia atau bahasa yang dipergunakan dalam testament.
Larangan wasiat bersifat umum ,fidei commis
Jadi, dalam fidei commis terdapat tiga hal pokok, yaitu: pertama, pihak pewaris atau testateur atau disebut juga insteller; kedua, orang yang pertama-tama ditunjuk sebagai ahli waris atau legataris, dengan tugas atau kewajiban menyimpan barang tersebut dan menyampaikan kepada pihak ketiga, dinamakan bezwaarde atau pemikul beban; ketiga, orang yang akan menerima harta dari pewaris melalui bezwaarde atau pemikul beban yang disebut verwachter (penunggu).
Larangan wasiat bersifat khusus
Suami istri yang menikah tanpa izin
Istri pada perkawinan kedua
Ketetapan hibah wasiat yang jumlahnya melebihi hak testateur dalam harta kwarisan
Para wali
Para guru imam atau pendeta
Para notaris dan saksi
Anak luar kawin
Pencabutan dan gugurnya wasiat
Pencabutan wasiat: Pada KUH Perdata, pencabutan wasiat dibahas dalam Pasal 999-1001. Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara tegas, yaitu dengan peraturan perundang-undangan yang mengikuti kaidah hukum dan teori ilmu hukum. Pencabutan wasiat dapat diakibatkan oleh berbagai alasan, seperti kekurangan pemilik atas wasiat, kekurangan kuasa atas wasiat, atau kekurangan syarat yang diperlukan untuk wasiat yang telah dibuat.
Gugurnya wasiat: Gugurnya wasiat dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti pengasingan, pemberian wasiat tanpa persetujuan dari yang akan diberi atau yang akan menerima wasiat, atau karena wasiat tidak memenuhi syarat-syarat yang diperlukan.
Hibah (SCENKING) Â Hibah Menurut Eman Suparman;
Hibah adalah pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lai yang dilakukan ketika masih hidup dan pelaksanaan pembagiannya biasanya dilakukan pada waktu penghibah masih hidup. Biasanya pemberian tersebu tidak akan pernah dicela oleh sanak keluarga yang tidak menerima pemberian itu. Oleh karena itu, pada dasarnya seseorang pemilik harta kekayaan berha dan leluasa untuk memberikan harta bendanya kepada siapapun.
Kodisil Selain testament, undang-undang juga mengenal "kodisil". Kodisil adalah akta di bawah tangan (bukan akta notaris), di mana orang akan meninggalkan warisan itu menetapkan hal-hal yang tidak termasuk dalam pemberian atau pembagian warisan itu sendiri.
Hibah Wasiat atau Legaat
Hibah wasiat atau legaat adalah seorang yang meninggalkan warisan dalam testament dengan menunjuk seorang yang tertentu untuk mewarisi sejumlah barang yang tertentu. Misalnya rumah, mobil, atau juga semua barang bergerak milik orang yang meninggalkan warisan, atau hak memetik hasil atau segala harta atau peninggalan (Pasal 957 KUH Perdata).
PELAKSANA WASIAT DAN PENGURUS HARTA WARISAN
1. Orang yang Berhak sebagai Pelaksana Wasiat Pelaksana wasiat atau executeur testamentair adalah seorang atau beberapa orang yang ditunjuk oleh orang yang akan meninggalkan warisan, yang ditugas kan mengawasi bahwa surat wasiat itu sungguh-sungguh dilaksanakan menurut kehendak si meninggal. 227