Bebas berpendapat adalah kebebasan dalam berbicara dan berpendapat tanpat ada batasannya. Dalam Indonesia, kebebasan berepedendapat di katakan dalam UUD 45 Pasal 28E ayat 3 yaitu "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat."Pendapat tidak hanya disampaikan secara lisan seperti pidato namun juga dapat lewat tulisan dan lain-lain. Mengemukakan pendapat sebenarnya adalah hak dari segala warga negara. Kenyataanya, beberapa kasus di Indonesia terjadi karena pendapat-pendapat di masyarakat tidak di terima oleh kelompok. apakah sebenarnya di Indonesia benar-benar bebas dalam berpendapat?
Dalam UU No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 3 ayat 2 berbunyi "Setiap orang berhak untuk mempuyai,mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalu media cetak maupun media elektronik dengan memperhatikan nilai nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.
"Berarti di Indonesia sebenarnya semua warga negaranya mempunyai kebebasan untuk berpendapat di muka umum tanpa takut karena sudah dijamin undang-undang. Namun dalam UU no.9 tahun 1998 Pasal 4 dikatakan bahwa penyampaian pendapat harus mewujudkan kebebasan bertanggung jawab. Kebebasan yang dimaksud adalah dengan memperhatikan norma yang berlaku.
Kasus yang sedang hangat adalah kontroversi dimana komika Joshua Suherman dan Ge Pamungkas dianggap sebagai penista agama akibat dari standup comedy.Namun sebenarnya yang dilakuakan kedua orang ini sebagai komika hanyalah sebagai kritik sosial dengan yang ada di masyarakat. Yang mereka lakukan adalah berpendapat lewat standup comedy, namun mereka malah menjadi sasaran kelompok-kelompok yang tidak setuju dengan pendapatnya. Kasus ini terjadi di awal 2018, namun apa yang terjadi jika kasus-kasus ini ada pada abad 20an di Indonesia?
Warkop DKI pada tahun 70an, waktu mereka masih berkarya lewat radio, mereka pernah menyidir lewat percakapan orang Jawa dan Betawi. "Orang Jawa kalo lebih dari tiga? Transmigrasi! Orang jawa tiap tahun cuma menyusahkan pemerintah saja." Dari dialog itulah sebenarnya dapat dikatakan bahwa pada waktu itu Warkop DKI melakukan rasisme dengan orang jawa. Namun anehnya masyarakat Indonesia pada waktu itu menerima saja dan menerima lelucon dari Warkop DKI.Â
Jika pada zaman itu ada UU Hukum Pidana Pasal 156 yang mengatur kebencian, permusuhan, atau penghinaan terhadap suatu golongan, maka Warkop DKI melanggar UU itu. Mereka sudah melanggar UU itu karena mereka melakukan penghinaan terhadap golongan Jawa. Berbeda dengan Ge Pamungkas dan Joshua Suherman yang malah dijerat dengan menista agama.
Di Amerika Serikat sendiri, kebebasan berpendat adalah amandemen nomer satu disana. Maka disana kebebasan berpendapat benar-benar dijunjung tinggi. Buktinya, presiden AS dapat mudah dicela sebagai bagian dari kritik sosial, atau bahkan hanya membuat becanda presiden tanpa presiden menjerat para warga negara yang pendapatnya mencela dan merendahkan seorang presiden AS.Â
Sangat jelas sekali bahwa di AS sendiri sangat bebas, namun di Indonesia kebebasan berpendat harus dilakukan dengan tanggung jawab sesuai norma yang berlaku. Jika di Amerika Serikat sangat bebas tanpa batasan, lantas norma yang berlaku di Indonesia sangat banyak untuk menjadi batasan bebas pendapat. Ini membuat kebebasan berpendapat di Indonesia menjadi ambigu atau sulit dipahami karena memiliki banyak arti.
Jika begini maka kebebasan berpendapat di Indonesia masih dipertanyakan. Karena pada saat warga negara mengeluarkan pendapat, mereka akan khawatir bahwa pendapatnya dicap menista dan karena pendapatnya sendiri ia dijatuhkan dengan hukum dan norma yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H