Manusia suka menghitung masalah mereka, tetapi ia tidak menghitung kegembiraannya. Jika manusia menghitungnya seperti seharusnya, ia akan melihat bahwa setiap hal memiliki kegembiraan yang cukup yang telah tersedia di dalamnya.
~Fyodor Dostoevsky
Keberagaman. Indonesia memiliki keberagaman yang begitu indah dan istimewa. Keberagaman inilah yang menyentuh setiap hati warga negara Indonesia dan membentuk sebuah persepsi dan ideologi kesatuan yang begitu mengesankan. Perbedaan dan keberagaman yang kita alami dan temukan setiap harinya semuanya begitu indah dan banyak. Bersyukurlah karena keberagaman yang kita miliki ini.
Siang hari, beberapa siswa SMA Kanisius turun dari bis. Sepatu mereka menginjak jalanan tanah merah yang berdebu. Mereka tampak semangat dan mata mereka bergemilang di bawah terik matahari. Sampailah mereka di Pondok Pesantren Al-Falah di Pandeglang, Banten.
Pondok Pesantren Al-Falah merupakan pesantren terpadu yang didirikan pada tahun 1989. Pesantren ini berawal sebagai sebuah pesantren salafi, tetapi setelah beberapa waktu, SMK didirikan sehingga bentuk pesantren diubah dengan adanya edukasi formal. Bahkan, pada tahun ini sebuah SMP juga dibangun dekat Pesantren Al-Falah.
Siswa Kanisius kelas 12 yang sampai di Pondok Pesantren Al-Falah dengan segera disambut oleh kiai yang merupakan pemimpin pesantren tersebut. Ia bersama beberapa guru dan seorang ustaz. Dengan cepat, para siswa Kanisius dibawa ke sebuah gedung yang teduh. Tak ada AC, tempat duduk, hanya sebuah tikar untuk duduk mengikuti sambutan dari kiai. Lingkungan ini sangat berbeda dengan apa yang biasanya dirasakan oleh para siswa Kanisius di Kanisius.
Dalam sambutan dari kiai, para siswa Kanisius mendapatkan konteks Pondok Pesantren Al-Falah ini. Ternyata, pesantren ini sangat kekurangan dana. Sesungguhnya, mereka jika memiliki dana ingin menyediakan fasilitas yang baik untuk para santri. Namun, karena belum cukup dana yang dimiliki, inilah realita pesantren mereka. Kesenjangan di daerah yang begitu dekat dengan Jakarta sangat memprihatinkan.
Pak Kiai kemudian menjelaskan bagaimana skema kegiatan atau jadwal sehari-hari mereka di pesantren. Keseharian mereka dipenuhi oleh berbagai kegiatan. Para santri diajak untuk mengaji, mengikuti Maulid Diba, Istigasah, dan tentu saja mengikuti kegiatan pembelajaran di SMP/SMK pada pagi hingga siang hari. Pada ekskursi para siswa Kanisius kali ini, mereka diajak untuk ikut mengikuti kegiatan para santri, sambil berbaur dalam lingkungan yang begitu berbeda, seperti di pesantren ini.
Dalam perjalanan yang dialami oleh para siswa Kanisius di Pondok Pesantren Al-Falah Pandeglang, terdapat satu nilai yang menonjol di tengah direalisasikannya keberagaman di antara siswa kanisius dan santri yang berasal dari pesantren ini. Nilai tersebut adalah toleransi. Toleransi merupakan sifat saling menghargai dan saling menghormati antara dua atau lebih pendirian yang bisa berupa pendapat, pandangan, kepercayaan, agama, kebiasaan, dan lainnya.
Toleransi yang ditunjukkan oleh siswa Kanisius dan santri dari pesantren ini cukup unik. Berasal dari latar belakang yang berbeda, mereka mampu untuk berteman, bercanda, dan bersahabat. Keberagaman hanyalah sesuatu yang semakin menarik relasi yang mereka miliki. Inilah yang membuat adanya kehangatan dalam lingkungan yang baru bagi para siswa kanisius yang datang ke Pondok Pesantren Al-Falah ini.
Dalam lingkungan yang baru ini, toleransi dapat muncul karena sesungguhnya kita semua ini adalah sama di mata Tuhan. Kita adalah manusia biasa, yang walaupun berbeda latar belakang, sejatinya tetap meyakini satu Tuhan yang sama. Cara yang berbeda untuk memuja Tuhan, bukan berarti kita memiliki Tuhan yang berbeda. Tuhan yang Maha Esa, merupakan kepercayaan yang sama-sama dimiliki oleh agama-agama di Indonesia. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita saling hidup berdampingan dan saling menghormati.
Mengalami sendiri perbedaan dengan hidup bersama-sama dalam satu atap selama beberapa hari, membuka mata kami semua. Berita-berita miring yang memojokkan agama tertentu, ternyata tidak terbukti dengan melihat langsung kehidupan sehari-hari. Sungguh, keterbukaan Pesantren untuk menerima murid SMA Kanisius, menunjukkan bahwa menerima siswa-siswa dari latar belakang agama lain, sama sekali tidak mengurangi iman Islam. Sebaliknya, murid-murid SMA Kanisius juga dapat mengalami sendiri, indahnya hidup berdampingan dengan para santri. Tidak ada usaha menunjukkan agama satu lebih baik daripada agama lain.
Rasa saling menghormati, saling menghargai dan mengerti perbedaan akan menjadi bibit untuk menjaga persatuan bangsa. Apabila di kemudian hari, para remaja ini dihadapkan pada peristiwa yang berusaha mendiskriminasi suatu agama tertentu, semoga mereka mengingat pengalaman hari ini, yang sudah mereka rasakan sendiri, bahwa hidup bersama berdampingan dan saling menghormati itu mungkin dan indah.
Seperti Paus Fransiskus yang memuji semboyan bangsa kita, Bhinneka Tunggal Ika dalam pidatonya, "Semboyan ini mengungkapkan realitas beraneka sisi dari berbagai orang yang disatukan teguh dalam satu bangsa". Paus mengungkapkan bahwa perbedaan-perbedaan yang ada bagaikan unsur-unsur keramik dalam pembentukan mozaik besar yang autentik dan berharga.
Begitulah. Kita harus berpengertian satu sama lain. Menghormati sesama hanyalah awal dari persatuan di era yang baru ini. Mari mewujudkan toleransi, mulai dari sesama kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H