Banyak orang merasa hidup itu tidak adil. Namun, apakah hal itu benar? Apakah definisi dari keadilan dalam hidup hanya soal kekayaan, bentuk fisik, dan kepopuleran semata? Hidup sendiri adalah suatu tujuan, motivasi, dan harapan yang dimiliki seseorang untuk hari ini, esok, dan yang akan datang. Dalam hidup pastinya seseorang memiliki arti dan tujuannya masing-masing. Bahkan ketidakberhasilan seseorang dimata orang lain, bukan berarti kegagalan bagi dirinya. Maka hidup merupakan suatu relativitas dan sulit untuk dinilai. Namun, hidup dapat diatur oleh diri mereka masing-masing. Seperti mau jadi apa, dan bakal ke mana untuk arah hidupnya. Dari hal tersebutlah kita dapat menilai ada di mana diri kita dan posisi kita seharusnya.
 Hidup juga tidak luput dari yang namanya kebebasan. Kebebasan berekspresi, kebebasan mengungkapkan suatu hal, dan berbagai kebebasan lainnya. Namun, bagaimana bila kebebasan itu digunakan benar-benar "bebas"? Bebas dalam artian tidak memiliki suatu tujuan atau suatu motivasi atas suatu hidup yang sedang dijalankan. Menganggap bahwa segala hal yang dijalani ya begitu aja. Kita setiap harinya melewati hari senin, selasa, rabu, kamis, jumat, sabtu, dan minggu. Namun, apakah dalam tiap harinya kita dapat menyadari apa yang berbeda dari diri kita? Atau ya hanya menjalani hari-hari lain seperti biasa? Hal-hal yang baru saja saya bahas adalah mengenai stoikisme dan nihilism. Di mana stoikism mengajarkan kepada saya secara simpel bahwa ada dua hal yang selalu terjadi dalam kehidupan sosial kita, yaitu dikotomi kendali. Dikotomi kendali memiliki maksud yaitu sesuatu yang bisa dikendalikan dan sesuatu yang tidak bisa dikendalikan. Nah, sesuatu yang bisa dikendalikan adalah pikiran dan tindakan dari diri kita sendiri. Sedangkan, sesuatu yang tidak bisa kendalikan adalah pikiran dan tindakan diri orang lain terhadap diri kita. Lalu, nihilism sendiri adalah suatu paham bahwa tidak adanya nilai, makna, dan tatanan yang melekat pada kehidupan dari diri kita sendiri. Bagaimana maksudnya? contoh simpelnya adalah ketika diri kita mulai tidak percaya sama apapun, semua hal mulai tidak bermakna, dan tidak terikat dengan dogma apapun. Sehingga membuat pribadi tersebut menjalani hidup sebatas jalan saja, tanpa suatu arti.
 Faktanya yang terjadi di zaman ini, banyak orang yang sangat ingin untuk diakui oleh orang lain. Dengan semakin tingginya ego dari tiap pribadi bila diakui oleh orang lain, maka banyak orang yang mengejar agar bisa "diakui". Keinginan tersebut membuat suatu pribadi akan selalu membandingkan dirinya dengan orang lain yang lebih baik dari dirinya dan hal ini tidak akan berhenti. Sampai kapan? mungkin ketika pribadi tersebut sudah sampai di titik kepuasaan akan suatu pencapaian, dan hal ini bagus. Mengapa saya bilang bagus? Itu artinya pribadi tersebut sudah menemukan batasan dari dirinya dan tidak selalu memaksa dirinya untuk lebih. Nah, apakah "push your limit" merupakan hal yang buruk bagi hidup kita? Tentu saja tidak, asalkan kita mengenal batasan kita yang sudah benar-benar tidak bisa ditembus lagi. Bila pribadi orang tersebut belum menemukan batasan, artinya selama ini ia masih hidup dengan batasan orang lain. Dimana hal itu artinya ia belum menghidupi dirinya sendiri. Nah, bagaimana dengan nihilism? Nihilism muncul dari tidak adanya keterikatan dari pribadi akan suatu hal. Misalnya saya sendiri, setiap hari saya menjalani hari ya begitu-begitu saja. Bangun, mandi, berangkat sekolah, makan, pulang, mengerjakan tugas, tidur dan hal tersebut berulang setiap harinya. Dari hari-hari tersebut saya tidak mendapatkan apa-apa, karena saya hanya menjalaninya ya sebatas jalan saja. Dimana seharusnya dalam tiap harinya saya dapat melihat dan menilai positif dan negatif, namun karena saya tidak memiliki tujuan dalam hidup, saya jadi tidak mendapatkan apa-apa. Nah, apakah hal itu baik? Di satu sisi hal itu baik bagi diri pribadi kita. Mengapa? Adanya nihilism membuat kita tidak terlalu memikirkan dan mementingkan pandangan ataupun tanggapan orang lain terhadap diri kita. Kita Pun tidak perlu sulit-sulit untuk sampai pada titik tertinggi dalam hidup kita, karena sampai kapanpun dan dimanapun diri kita, kita sudah berada di tahap cukup dan mensyukuri. Namun, disisi lain, dengan tidak ada tujuan dalam hidup kita, bisa saja kita menjadi tidak bermanfaat dan malah membawa dampak buruk bagi orang lain. Belum lagi terkadang dalam hidup kita, kita sering menyebutkan bahwa hidup mengalir saja karena sudah ada yang mengatur. Namun, bagaimana bila alirannya memberikan dampak dan efek buruk terhadap diri kita? Apakah kita akan tetap mengikutinya?
 Setiap orang pastinya sudah memiliki parameter pada dirinya sendiri. Parameter tersebut difungsikan untuk mengukur sampai dimana kita hidup. Apakah hidup kita masih tergantung dengan orang lain, dalam artian ingin lebih hebat dari orang lain? Atau sudah mencapai di titik kita merasa cukup atau rasa syukur. Semuanya kembali lagi ke diri kita sendiri, dan hanya diri kitalah yang dapat menilai pribadi kita, karena kembali lagi ke stoikism bahwa yang bisa kita atur atau kendalikan hanya pikiran dan tindakan kita.
Â
"kita sering merasakan penderitaan lebih dalam imajinasi daripada dalam kenyataan."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H