Mohon tunggu...
Rafa Aqilah
Rafa Aqilah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Hobi menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Harapan di Keranjang Sayur

12 November 2024   08:26 Diperbarui: 12 November 2024   08:51 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Sejuknya embun masih terasa, kabut tipis menyelimuti jalanan setapak, rerumputan dan dedaunan tampak berkilauan dihiasi butiran embun yang melekat. Suara gemericik air dari sungai kecil di dekat ladang mengalun pelan, melengkapi suasana yang hening dan tenang. Dari kejauhan, terdengar suara burung berkicau, seolah membangunkan matahari dari tidurnya. 

Setiap kali aku terbangun, aku selalu menatap keluarga kecilku yang hangat, yang kini hanya ada aku dan ibu. Ibu yang sibuk dengan bahan makanan dan menyiapkan sarapan di dapur, membuat ku merasakan kasih sayang yang mendalam. Keluarga ku bukan lah keluarga yang memiliki anggota keluarga yang lengkap seperti teman teman ku, tapi mempunyai keluarga yang sayang kepadaku adalah anugerah terbesar dalam hidupku.  

     Berjalan perlahan melewati jalan setapak yang aku lalui setiap hari. Mengawali hari dengan semangat yang baru untuk meraih mimpi. Di sepanjang jalan yang terasa sunyi, aku merenungkan harapan-harapan yang ingin kuwujudkan di masa depan nanti. Alex merupakan seorang putra dari ibu santi, yang sedang menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas, yang duduk di bangku kelas 12 yang penuh memberikan pelajaran berharga. 

     Sesampai nya di sekolah, semangat Alex sangat terasa bergejolak. Matahari bersinar cerah, dan udara segar menyambutnya saat ia melangkah masuk ke halaman sekolah. Alex merasa penuh energi, karena hari ini adalah hari yang sudah dinantikannya yaitu belajar matematika. Matematika selalu menjadi pelajaran yang paling disukainya, dan ia merasa antusias setiap kali waktunya tiba. 

Pena yang ia bawa dari rumah menghiasi lembaran yang penuh dengan angka. Bel istirahat pun berbunyi keras membuat suasana kelas menjadi ramai. alex pun mencari ketenangan di taman luar kelas sembari memikirkan olimpiade matematika yang ditawarkan oleh guru di depan kelas tadi. Alex ingin menantang dirinya dengan mengikuti lomba olimpiade matematika. Namun, biaya untuk mengikuti lomba tersebut cukup mahal, padahal alex sangat ingin sekali mengikuti lomba. 

     Matahari sore memancarkan cahaya jingga saat sekolah usai. Alex berjalan perlahan menuju rumah, ditemani bayangan pohon-pohon yang memanjang di sepanjang jalan. Langkah demi langkah, Alex terus memikirkan tentang lomba olimpiade matematika yang ingin diikutinya. Ia bertanya-tanya dalam hati, apakah ibunya akan mengizinkannya, mengingat biaya yang cukup mahal. 

Sesampainya di rumah, ia melihat ibunya sedang duduk di teras, tampak lelah namun tetap tersenyum menyambut kedatangannya. Dengan rasa yang cukup takut dan berani Alex pun bersiap untuk mengutarakan keinginannya. Alex duduk di samping ibunya, menggenggam erat tali tasnya. Ia menatap ke arah tanah, berusaha mengumpulkan keberanian. Setelah beberapa saat hening, ia akhirnya membuka suara, "Bu, aku... ingin ikut lomba olimpiade matematika."

Ibunya mengerutkan kening sejenak, lalu tersenyum lembut. "Wah, itu luar biasa, Nak! Ibu senang kamu punya semangat untuk belajar lebih."

"Tapi, Bu... biayanya lumayan mahal," lanjut Alex dengan suara lirih, takut kalau permintaannya akan membebani ibunya.

Sang ibu terdiam sejenak, memandang jauh ke depan sambil merenung. "Ibu tahu, Nak. Tapi kalau itu yang membuat kamu bahagia dan bisa belajar lebih, ibu akan coba carikan cara. Kamu sudah bekerja keras, dan ibu bangga denganmu."

     Alex tersenyum lega, rasa hangat menyelimuti hatinya. Ia tak menyangka ibunya begitu mendukung impiannya. Meski belum pasti, setidaknya ia tahu bahwa ibunya akan melakukan apa yang bisa dilakukan untuk membantunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun