Mohon tunggu...
Raenata
Raenata Mohon Tunggu... Lainnya - Biotechnology Graduate Student at Atma Jaya Catholic University of Indonesia

I am a dedicated and hardworking student who like to do research in biotechnology field

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pentingnya Personalized Medicine pada Penentuan Dosis Warfarin yang Tepat dan Efektif dalam Pengobatan Thrombosis

6 November 2022   10:13 Diperbarui: 6 November 2022   10:25 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://pix4free.org/photo/30197/deep-vein-thrombosis.html

Oleh: Raenata

          Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa suatu obat dengan dosis yang sama tidak memberikan efek yang sama pula walaupun diberikan pada pasien yang memiliki penyakit serupa? Genetik dapat menjadi salah satu jawabannya. Genetik seseorang dapat berpengaruh terhadap seberapa efektif suatu obat bekerja ataupun seberapa cepat obat tersebut di metabolisme dan dikeluarkan dari dalam tubuh. Hal ini membuat personalized medicine dengan dosis yang tepat untuk masing-masing pasien menjadi penting karena dosis yang terlalu rendah akan membuat obat menjadi tidak efektif dan dosis yang terlalu tinggi akan menyebabkan keracunan serta efek samping yang tidak diinginkan. Pendekatan personalized medicine ini, salah satunya telah diaplikasi dalam penentuan dosis obat warfarin (Patel et al. 2022; Li et al. 2015).

Thrombosis dan Warfarin 

           Penggumpalan darah adalah suatu mekanisme fisiologis normal yang terjadi pada tubuh manusia. Penggumpalan darah penting dalam menghentikan perdarahan dan penyembuhan luka. Namun, apabila terjadi penggumpalan darah di dalam pembuluh darah yang menyebabkan penyumbatan aliran darah maka akan menimbulkan penyakit yang  umumnya dikenal sebagai thrombosis. Thrombosis dapat berakibat fatal terutama bila terjadi pada pembuluh darah jantung dan otak. Penyumbatan aliran darah ke kedua organ ini dapat menimbulkan serangan jantung dan stroke bahkan hingga menimbulkan kematian.

            Warfarin adalah obat anti penggumpalan darah (antikoagulan) yang sering digunakan untuk pengobatan thrombosis. Warfarin bekerja dengan menghambat enzim epoxide reductase yang berperan dalam perubahan vitamin K epoxide menjadi vitamin K quinone pada siklus vitamin K. Secara umum vitamin K akan diserap dari makanan berupa sayur-sayuran hijau seperti kale, bayam, dan brokoli dalam bentuk vitamin K quinone. Vitamin K quinone ini selanjutnya akan dirubah menjadi bentuk hydroquinone dan epoxide lalu kembali dirubah menjadi vitamin K quinone. Vitamin K hydroquinone akan berperan dalam mengaktifkan enzim γ-glutamyl caraboxylase. Enzim ini akan mengubah faktor koagulasi II, VII, IX, dan X menjadi bentuk yang fungsional dan dapat bekerja pada kaskade koagulasi darah (Banavandi & Satarzadeg 2020).

            Terhambatnya enzim epoxide reductase oleh obat warfarin akan menganggu siklus vitamin K dan berakibat pada terhambatnya pembentukkan faktor koagulasi II, VII, IX, dan X yang fungsional. Tanpa adanya faktor koagulasi yang fungsional ini, proses penggumpalan darah tidak akan terjadi (Palta et al. 2014)

Optimalisasi Dosis Warfarin Berdasarkan Perbedaan di Tingkat DNA

           Dalam pengobatan thrombosis, dosis warfarin menjadi salah satu aspek yang sangat penting. Dosis yang diberikan harus ideal karena apabila dosis terlalu rendah obat menjadi kurang efektif sementara apabila terlalu tinggi warfarin dapat menimbulkan perdarahan yang juga berbahaya dan tentunya tidak diinginkan. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi dosis warfarin yang dibutuhkan seseorang antara lain genetik, tingkat keparahan penyakit, usia, jenis kelamin, dan berat badan.

            Seperti yang sudah diketahui, tidak ada manusia yang memiliki DNA yang persis sama. Adanya variasi di tingkat DNA inilah yang akan mempengaruhi respon terhadap warfarin salah satunya variasi pada gen VKORC1. Gen VKORC1 adalah bagian dari DNA manusia yang menyandikan enzim vitamin K epoxide reductase. Perubahan satu basa nitrogen atau sering dikenal dengan nama single nucleotide polymorphisms (SNPs) pada gen VKORC1 ini akan mempengaruhi dosis warfarin yang dibutuhkan. Salah satu SNPs yang sering dipelajari adalah 1639 G>A (rs9923231) yang merupakan SNPs yang terjadi pada daerah promotor dari gen VKORC1 dan menyebabkan terganggunya pengikatan faktor transkripsi sehingga ekspresi gen ini akan menurun. Alhasil, jumlah enzim vitamin K epoxide reductase serta kemampuan menggumpalkan darah juga akan menurun. Berdasarkan SNPs ini, pasien dapat digolongkan menjadi 3 kelompok berdasarkan perbedaan kebutuhan akan dosis warfarin (Tabel 1) (Dean 2012).

Tabel 1  Pengelompokkan pasien berdasarkan kebutuhan akan dosis warfarin

dokpri
dokpri

Teknik Pemeriksaan Polimorfisme Gen VKORC1

         Seiring berkembanganya teknologi dan pengetahuan di bidang bioteknologi. Polimorfisme atau variasi yang terdapat pada gen VKORC1 seseorang dapat diketahui melalui diagnostik molekuler. Salah satunya dengan teknik polymerase chain reaction-restriction fragment length polymorphism (PCR-RFLP). Pada teknik ini darah dari pasien akan diambil kemudian dilakukan isolasi DNA. Bagian DNA yang merupakan gen VKORC1 selanjutnya akan diperbanyak dengan mesin PCR dengan primer yang spesifik, kemudian DNA akan dipotong dengan menggunakan enzim restriksi BcnI. Enzim restriksi ini akan menghasilkan jumlah dan ukuran potongan yang berbeda beda pada masing-masing kelompok. Hasil pemotongan ini selanjutnya akan di visualisasi dengan elektoroforesis serta dianalisis (Gambar 1) (Li et al. 2015).

dokpri
dokpri

Source: DOI: 10.1089/gtmb.2015.0097

Gambar 1 Contoh hasil visualisasi elektroforesis PCR-RFLP untuk deteksi polimorfisme VKORC1 1639 G>A. Kelompok 3 (Homozigot AA) terbentuk 1 pita pada ukuran 273 bp (well 1 dan 2). Kelompok 2 (heterozigot AG) terbentuk 3 pita pada ukuran 273 bp, 198 bp, dan 75 bp (well 3 dan 4). Kelompok 1 (homozigot GG) terbentuk 2 pita pada ukuran 198 bp, dan 75 bp (well 5) (Li et al. 2015).

          Setelah mengetahui profil genetik seorang pasien, dokter dapat lebih akurat dalam menentukan dosis warfarin yang diperlukan sesuai dengan rentang dosis pemeliharaan berdasarkan profil genetik dari label obat warfarin yang telah disetujui oleh food and drug administration (FDA). Dalam penentuan dosis warfarin tentunya, dokter juga akan mempertimbangkan berbagai faktor lainnya seperti usia, jenis kelamin, berat badan, gejala klinis, dan penyakit penyerta yang diderita pasien (Dean 2012).

          Dapat disimpulkan perkembangan dan aplikasi ilmu bioteknologi khususnya pada bidang personalized medicine menjadi penting dalam bidang kesehatan. Personalized medicine mampu menyediakan sarana yang dapat membantu dokter dalam menentukan dosis warfarin yang tepat demi tercapainya pengobatan yang tepat dan efektif serta menghindari resiko terjadinya perdarahan yang tidak diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

Banavandi MJS, Satarzadeg N. 2020. Association between VKORC1 gene polymorphism and warfarin dose requirement and frequency     of VKORC1 gene polymorphism in patients from Kerman province. J Phamacogenomics. 1(1): 1-5. DOI: 10.1038/s41397-019-0146-5.

Dean. 2012. Warfarin Therapy and the Genotypes CYP2C9 and VKORC1. Medical Genetics summaries. Pratt VM, Scott  SA, Pirmohamed   M, Esquivel B, Kane MS, Kattman BL, Malheiro AJ, editor. Bethesda (MD): National Center for Biotechnology Information.

Li Y, Zhu J, Ding J. 2015. VKORC1-1639G/A and 1173 C/T genetic polymorphism influence individual differences in warfarin                   maintenance dose. J Genetic Testing and Mol Biomarkers. 19 (9): 1-6. DOI: 10.1089/gtmb.2015.0097.

Palta S, Saroa R, Palta A. 2014. Overview of the coagulation system. Indian J Anaesth. 58 (5): 515-523. DOI: 10.4103/0019-5049.144643.

Patel S, Singh R, Preuss CV, Patel N. 2022. Warfarin. Treassure Island (US): Statpearls.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun