Mohon tunggu...
Raelita Wahyu
Raelita Wahyu Mohon Tunggu... Freelancer - penulis lepas

Menerima jasa penulisan artikel maupun fiksi (cerpen, puisi) email: raelitawahyu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Stop Mom Shaming Kepada Ibu yang Baru Melahirkan!

12 November 2022   16:57 Diperbarui: 14 November 2022   17:30 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi seorang ibu, lelahnya tidak ada yang bisa menandingi. Selain mengalami perubahan fisik ketika mengandung, para ibu merasakan sakit ketika melahirkan si buah hati ke dunia. 

Tapi seakan semua itu masih kurang, mereka harus menghadapi komentar-komentar kurang mengenakkan dari orang sekitar yang berujung mom shaming.

Apa itu mom shaming?

Dilansir choosingtheraphy.com, mom shaming adalah sebuah perilaku atau tindakan yang merendahkan, menghakimi keputusan si ibu tentang kehidupannya dan sang anak.

Contoh topik mom shaming yang sering dikomentari meliputi; cara melahirkan normal atau sesar, pilihan menyusui ASI atau Sufor, cara mendidik anak.

Jadi ibu rumah tangga atau wanita karier, perkembangan anak, membanding-bandingkan anak,  bahkan hingga permasalahan penampilan si ibu dan anak.

Mungkin kita sering mendengar atau mengeluarkan komentar-komentar seperti,

"Melahirkan secara sesar mah bukan jihad, nggak kerasa perjuangannya."
"Kok pake Sufor sih? Ntar anaknya hiperaktif lho!"
"Udah punya anak kok masih kerja?"
"Kamu abis melahirkan gendutan ya?"
"Kok anakmu item, nggak mirip kamu?"
"Anakku dulu umur 6 bulan udah bisa terbang, kok anakmu belum ya?"

Komentar di atas terlihat sepele, tapi untuk ditujukan kepada seorang ibu yang baru saja mempertaruhkan nyawa rasanya tidak pantas.

Perubahan fisik dan mental sangat terasa ketika hamil hingga setelah melahirkan. Kadang ketika lelah dan kondisi mental yang tidak stabil.

Belum lagi mendengar mom shaming seperti itu malah bisa berdampak pada hal-hal yang lebih parah. Seperti depresi berat, perasaan tidak percaya diri dan rendah diri.

Si ibu akan mempertanyakan segala keputusannya, kemudian mulai timbul pikiran-pikiran negatif tentang dirinya, dan meragukan kapasitasnya sebagai orangtua.

Padahal yang seorang ibu butuhkan adalah dukungan dan bantuan untuk melalui hidupnya yang tidak sama lagi dibanding ketika lajang.

Memang mungkin tujuan adanya komentar tersebut adalah untuk memberi informasi juga berbagi pengalaman. Namun ada baiknya kita perhatikan intonasi pembicaraan, pemilihan kata, mimik muka, atau tone indicator ketika berkomentar di media sosial.

Juga, sebelum memberi komentar, coba bertanya terlebih dahulu kepada diri sendiri, apakah komentar ini pure memberi informasi? Atau hanya memproyeksikan rasa insecure kita terhadap orang lain? Atau julid ingin terlihat lebih baik?

Yuk, kurangi rasa ingin mencampuri kehidupan orang. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi kepada si ibu hingga mengambil keputusan ini dan itu. Toh selama tidak merugikan siapapun, kenapa hal tersebut jadi urusan kita?

Dan bila di antara para pembaca ada yang sedang mengalami mom shaming, pastikan untuk hanya menerima komentar yang bersifat informatif. 

Untuk komentar negatif, jangan diambil hati. Cukup senyumin aja, karena meladeni bahkan memikirkan perkataan yang kurang enak malah menguras emosi.

Jauhi orang yang sering melakukan mom shaming, dan perbanyaklah interaksi dengan orang-orang yang memang sepenuhnya mendukung kita. 

Namun, jika ternyata tindakan mom shaming tersebut sangat berdampak pada mental, jangan ragu untuk mendapatkan pendampingan profesional.

Itu tadi sekilas bahasan tentang mom shaming, bijaklah dalam berkomentar, perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. 

Daripada berkomentar negatif lebih baik perbanyak komentar positif agar selain si ibu sehat mentalnya, hubungan silaturahmi akan terjalin lebih erat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun