Mohon tunggu...
Muhamad Radja Satrya Wibawa
Muhamad Radja Satrya Wibawa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Brawijaya

Mahasiswa Sosiologi Universitas Brawijaya, yang gemar olahraga dan menggambar

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Menelusuri Disabilitas Melalui Kacamata Sosiologi

9 Desember 2024   01:27 Diperbarui: 9 Desember 2024   01:28 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Segala sesuatu yang diciptakan Tuhan tentu memiliki tujuan dan tidak pernah sia-sia. Manusia yang beragam dan berasal dari berbagai suku juga diciptakan agar dapat saling mengenal satu sama lain. Oleh karena itu, individu dengan kelainan fisik maupun psikis, yang sering disebut sebagai penyandang disabilitas atau berkebutuhan khusus, memiliki derajat dan hak yang sama dengan mereka yang tidak memiliki kecacatan. Banyak orang tua menghadapi kenyataan bahwa anak mereka mengalami hambatan perkembangan sejak dalam kandungan atau saat lahir, baik secara psikologis, fisik, kognitif, maupun sosial. Anak-anak berkebutuhan khusus ini mungkin memiliki berbagai kekurangan, seperti keterbelakangan mental, kesulitan belajar, gangguan emosional, keterbatasan fisik, gangguan bicara dan bahasa, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau bahkan bakat khusus (Penelitian et al. 2022).

Studi disabilitas merupakan bidang kajian yang relatif baru di Indonesia, mengingat secara formal istilah "disabilitas" baru dikenal pada tahun 2016. Istilah ini lahir sebagai buah perjuangan panjang pemerhati kesetaraan terhadap "konstruksi kecacatan" yang diproduksi oleh  Undang-Undang  No.  4  tahun  1997  tentang  penyandang  cacat (Anon 2023). Istilah "penyandang disabilitas" secara tegas merujuk pada individu yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu panjang. Dalam interaksi mereka dengan lingkungan dan sikap masyarakat, keterbatasan tersebut dapat menjadi hambatan yang menghalangi partisipasi penuh dan efektif mereka dalam berbagai aspek kehidupan, berdasarkan prinsip kesetaraan hak.(Istilah and Definisi 2019).

Memahami Disabilitas dan Tantangannya

Secara umum, disabilitas mengacu pada keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik yang dihadapi seseorang dalam jangka waktu lama. Kondisi ini dapat menghambat interaksi mereka dengan lingkungan dan partisipasi dalam kehidupan bermasyarakat. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa penyandang disabilitas di Indonesia mencapai lebih dari 22 juta orang atau sekitar 8,5 persen dari total populasi. Angka ini menggambarkan betapa besar kelompok ini, namun realitas menunjukkan bahwa mereka masih sering diabaikan  (Kemenkes, 2023)

Masalah utama yang dihadapi penyandang disabilitas adalah stigma negatif yang melekat di masyarakat. Banyak orang menganggap mereka sebagai individu yang tidak mampu berkontribusi atau sepenuhnya bergantung pada bantuan orang lain. Akibat dari stigma ini adalah marginalisasi yang nyata, baik di lingkungan kerja, pendidikan, maupun dalam kehidupan sosial sehari-hari.(Rohman 2019)

Dalam kehidupan bermasyarakat, penyandang disabilitas sering kali menghadapi stigma dan marginalisasi yang membatasi akses mereka terhadap berbagai peluang, seperti pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial. Stigma tersebut biasanya muncul dari kurangnya pemahaman masyarakat mengenai kemampuan dan potensi penyandang disabilitas. Hal ini diperparah oleh pandangan stereotip yang cenderung meremehkan mereka sebagai individu yang sepenuhnya bergantung pada orang lain.

Marginalisasi yang dialami penyandang disabilitas tercermin dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam dunia kerja, misalnya, peluang penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan yang layak masih sangat terbatas, meskipun undang-undang telah mengatur tentang hak mereka. Dalam lingkungan pendidikan, fasilitas dan metode pembelajaran sering kali belum ramah terhadap kebutuhan khusus mereka, yang menghambat pengembangan potensi anak-anak disabilitas.(Hak 2019)

Di sektor pendidikan, penyandang disabilitas juga menghadapi kendala yang signifikan. Kurangnya fasilitas ramah disabilitas, seperti aksesibilitas fisik dan metode pembelajaran yang inklusif, membuat mereka sulit mendapatkan pendidikan yang layak. Hal ini menghambat mereka untuk mengembangkan potensi dan keterampilan yang seharusnya menjadi bekal dalam meraih kemandirian dan kesuksesan.

Upaya Membangun Masyarakat Inklusif

Masyarakat inklusif adalah masyarakat yang memberikan kesempatan yang sama kepada semua orang, tanpa memandang latar belakang, kemampuan, atau kondisi fisik mereka. Untuk mencapai masyarakat inklusif, diperlukan langkah-langkah strategis yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, komunitas, hingga individu.

  1. Kebijakan yang Mendukung

Salah satu langkah penting dalam membangun masyarakat inklusif adalah melalui kebijakan yang mendukung hak-hak penyandang disabilitas. Di Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menjadi tonggak penting dalam perjuangan ini. Undang-undang ini mengatur hak-hak dasar penyandang disabilitas, termasuk hak atas pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan aksesibilitas. Namun, implementasi undang-undang ini masih menghadapi tantangan, seperti kurangnya anggaran dan koordinasi antar lembaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun